“Karena Nila Setitik, Rusak Susu Sebelanga”
Kurang lebih ini kondisi yang bisa mimin gambarkan di Pasar Modal yang sempat mengalami crash pada hari Kamis, 10 September 2020. Kalo dari keluhan para investor sih katanya karena kebijakan Bapak Yang Terhormat Anies Rasyid Baswedan mengeluarkan kebijakan PSBB total sehari sebelum pasar mengalami kejatuhannya yang tercermin pada Data IHSG hingga -4.31% di angka 4889.33. (Terkait Informasi mengenai kebijakan PSBB terbaru bisa buka pada link sebagai berikut : (https://corona.jakarta.go.id/id/artikel)
Fenomena ini bukan sesekali membuat kita resah sebagai rakyat biasa (da aku mah apa atuhh :( ), tapi berkali-kali kita mengalami hal serupa, tak lain dan tak bukan adalah KETIDAKPASTIAN yang setiap bulan nya terjadi sejak Maret 2020, mulai dari Kondisi Pasar, Kebijakan Pemerintah terkait Penanganan COVID - 19, hingga tanggal pasti Akad… Ehh maksudnya event-event besar yang terlanjur pending, bahkan batal karena semua Ketidakpastian ini, huhuhu.
Sebenarnya siapa sih Biang Keladi dari semua ketidakpastian ini (yang pastinya selain wujud yang bernama COVID - 19). Yuk simak beberapa ulasan berikut menurut pandangan Tim Stockbit :
Pimpinan Pusat dan DKI yang terdengar Tak Senada
"Sehingga kita tidak mengambil langkah-langkah yang katakanlah overdosis, dampaknya Jakarta bukan sebuah kota, Jakarta bukan hanya mencerminkan 20 persen, tapi pusat saraf perekonomian nasional. Sehingga apa yang diambil merefleksikan kebijakan nasional". Menko Airlangga melalui wawancara nya via daring, Minggu, 13 September 2020 | 13:29 WIB (sumber: viva.co.id)
"Iya kalau soal dukung, mendukung. Jadi, pemerintah dukung, pemerintah pusat menyadari lonjakan yang cukup signifikan di bulan September ini," kata Anies di Balai Kota, Jakarta pusat dalam rekaman yang diterima, Sabtu, 12 September 2020 | 13:29 WIB (sumber: kompas.com)
Yak, bisa dilihat sendiri dengan statement yang amat kontras antara kedua pemimpin yang sama-sama kita cintai. Justru dengan kejadian ini timbul banyak sekali ketidakpastian dimata Investor besar maupun ritel yang membuat perubahan harga tak menentu (volatilitas) pada pasar tak terbendung. Confirmation Bias semakin gencar dilakukan orang-orang di media sosial ketika terjadi perbedaan pandangan diantara dua pemimpin dalam mengambil kebijakan. Dan pada akhirnya terbentuk perkubuan di dunia persilatan lidah pada media sosial antara Pro atau Kontra dengan Pemerintah Pusat dan DKI sebagai poros utama nya.
*FYI: Confirmation Bias adalah suatu kecenderungan bagi orang-orang untuk mencari bukti-bukti yang mendukung pendapat atau kepercayaannya serta mengabaikan bukti-bukti yang menyatakan sebaliknya.
2. Kamu, Iyaaa kamu... para Investor Ritel yang reaktif!
“Yaa kita-kita kan sebagai Investor juga butuh uang darurat ditengah pandemi min..
“Gue kan tipe trader. wajar dong kalo mau profit taking, lagi kebetulan aja memang disituasi kaya gini”
Ya, memang ga ada yang salah kok dengan keputusan diatas. In Fact, kenaikan dan penurunan harga kemarin banyak berandil besar dari Investor Lokal (Domestic). Bisa dibuktikan dengan perbandingan jumlah Investor Lokal dan Investor Asing (Foreign) yang melakukan transaksi pada Jumat, 11 September 2020 dengan perbandingan 72.24% berbanding 27.76% dari total transaksi sebesar 20.229 M pada Investor Lokal dan 7.775 M pada Investor Asing.
So, dari kejadian yang sempat heboh dua hari sebelumnya bisa kita ambil hikmahnya, terkhusus dalam penanganan COVID -19. Suatu perusahaan (entitas) akan dinilai baik oleh para Investor dengan melihat cara perusahaan me-manage perusahaannya setiap mengalami masalah dalam situasi dan kondisi apapun, apakah telah menerapkan sistem GCG yang handal, bagaimana perusahaan membangun citra perusahaan nya, serta cara menjalin hubungan sinergis antara Stakeholder dan Shareholder mereka. Lalu untuk Indonesia sudah sampai sejauh mana? Apakah kita sudah menjadi Stakeholder atau Shareholder yang sinergis dengan entitas sendiri? :)