Seseorang yang berinvestasi pada pasar saham tentu mengetahui bahwa ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kinerja harga saham di masa depan. Salah satu dari faktor tersebut adalah perubahan yang terjadi pada ekonomi global. Perlu diketahui bahwa ekonomi global selalu berubah setiap tahunnya. Hal ini mengakibatkan perubahan kondisi pasar saham setiap tahunnya.
Ketika kondisi ekonomi global sedang meningkat, biasanya pasar saham pun akan naik lebih dahulu. Sebaliknya ketika ada potensi penurunan ekonomi global yang berujung pada resesi global, biasanya pasar saham juga akan turun terlebih dahulu.
Potensi resesi global inilah yang sering ditakutkan oleh investor. Kondisi pasar yang saling terkait satu sama lain, membuat kejatuhan pasar di luar negeri juga berpengaruh di pasar Indonesia. Oleh karena itu sangat penting bagi investor untuk memahami kondisi pasar global dan apa saja yang mempengaruhi pasar global sehingga berujung pada potensi resesi global yang mungkin terjadi di tahun 2023 atau kedepannya.
Potensi Resesi Global di 2023 atau Setelahnya
Resesi sendiri artinya adalah adanya penurunan PDB (Produk Domestik Bruto) dari sebuah ekonomi yang terjadi dalam 2 kuartal berturut – turut atau lebih. Sehingga bila mengacu pada resesi global, maka artinya adanya penurunan PDB ekonomi dunia selama 2 kuartal atau lebih. Tentu sangat sulit untuk memprediksi apakah resesi benar benar akan terjadi dan kapan waktunya.
Namun, sebagai acuan kita bisa mengaca pada apa yang terjadi pada negara maju yang memimpin perekonomian dunia (khususnya Amerika Serikat) serta isu besar global yang sangat mempengaruhi ekonomi dunia. Untuk melihat hal itu, kita bisa mengacu pada 3 hal yang terjadi.
1. Perang Rusia Ukraina
Peperangan yang terjadi antara Rusia dan Ukraina sejak 2022 lalu ini memang berdampak sangat buruk bagi perekonomian global. Hal ini terlihat dari adanya krisis energi di dunia akibat adanya sanksi bagi Rusia untuk dilarang menjual beberapa sumber energinya seperti batubara, minyak, dan gas.
Dilarangnya supply energi untuk keluar dari Rusia, mengakibatkan beberapa harga energi pun melonjak seperti batubara contohnya. Akibatnya masyarakat dunia perlu menanggung harga energi yang lebih mahal sehingga mengurangi daya beli mereka.
Berkurangnya saya beli membuat pertumbuhan perekonomian juga melambat kedepannya, sehingga hal ini bisa memicu adanya resesi global.
2. Kenaikan Suku Bunga the Fed
Harga barang yang semakin mahal akibat kenaikan harga energi, membuat inflasi juga terus semakin tinggi. Tingginya inflasi ini dirasakan oleh Eropa dan Amerika Serikat. Inflasi Amerika Serikat pada akhir tahun 2022 saja sudah mencapai lebih dari 7%, angka ini merupakan angka tertinggi sejak 10 tahun terakhir.
Untuk menangani inflasi ini, maka The Fed sebagai bank sentral Amerika Serikat harus menaikan suku bunga. Akhirnya suku bunga pun sudah naik dari mendekati 0% di tahun 2020 hingga mencapai 5% di pada Maret 2023. Hal ini pun belum bisa menangkal inflasi secara signifikan, sehingga ada kemungkinan bahwa suku bunga The Fed bisa naik kembali kedepannya. Adanya pengetatan suku bunga membuat biaya modal menjadi semakin mahal, sehingga menghambat usaha untuk bertumbuh yang mengakibatkan lambatnya perekonomian.
3. Krisis Perbankan Regional di Amerika Serikat
Belum lama ini juga pada Maret 2023, terjadi krisis perbankan di Amerika Serikat yang diawali dari adanya Bank Run yang terjadi pada salah satu bank regional yaitu Silicon Valley Bank. Adanya penarikan uang dari depositor secara besar besaran membuat bank tersebut mengalami masalah likuiditas sehingga tidak mampu membayar seluruh uang depositor.
Hal ini membuat banyak masyarakat Amerika ketakutan sehingga orang orang yang menjadi nasabah bank regional lain, juga ikut untuk menarik uang mereka dari bank, meskipun bank yang mereka pakai tidak terkena masalah apapun.
Hal ini dikhawatirkan akan memicu semakin banyak bank run sehingga membuat perbankan regional Amerika menjadi sulit untuk beroperasi. Mengingat perbankan adalah jantung dari perputaran uang, maka bila perbankan terkena masalah, perputaran uang pun bermasalah, sehingga menghambat aktivitas ekonomi. Selain itu, kasus bank run ini juga dikhawatirkan oleh semua investor di seluruh negara, sehingga membuat mereka cukup takut untuk mengambil keputusan investasi saat ini. Akibatnya bursa saham pun juga menjadi lesu.
Saham yang Tepat untuk Menghadapi Resesi Global
Resesi global membuat sebagian besar saham mengalami penurunan. Akan tetapi ada beberapa sektor saham yang dampaknya lebih minimal. Ini bukan berarti sektor tersebut tidak mengalami penurunan, namun penurunannya boleh dikatakan hanya sementara waktu, mengingat secara fundamental sektornya tetap dibutuhkan dalam segala kondisi. Sektor yang dibutuhkan ini sering disebut sebagai sektor saham defensif
Sektor saham defensif adalah kelompok saham-saham yang cenderung memiliki kinerja yang stabil dan tahan terhadap fluktuasi pasar. Saham-saham defensif biasanya berasal dari sektor yang melibatkan produk atau layanan yang dibutuhkan oleh konsumen pada saat-saat baik atau buruk dalam siklus ekonomi.
Beberapa contoh sektor saham defensif meliputi:
1. Konsumen
Ini termasuk saham-saham perusahaan yang menjual barang-barang dan layanan konsumen yang dibutuhkan sepanjang waktu, seperti makanan, minuman, obat-obatan, dan produk-produk rumah tangga.
2. Kesehatan
Perusahaan-perusahaan di sektor kesehatan, seperti perusahaan farmasi dan perusahaan peralatan medis, biasanya stabil dalam ekonomi apapun karena kebutuhan akan perawatan kesehatan terus ada.
3. Utilitas
Saham-saham perusahaan yang menyediakan utilitas seperti listrik, air, dan gas juga dianggap sebagai defensif karena konsumen selalu memerlukan sumber daya ini sepanjang waktu.
Saham-saham defensif dapat menjadi pilihan investasi yang baik untuk para investor yang ingin meminimalkan risiko dalam portofolio ketika terjadi resesi global. Meskipun sektor defensif cenderung stabil, namun tetap perlu diingat bahwa tidak ada jaminan bahwa saham-saham ini pasti akan selamat dari resesi global. Ada kemungkinan beberapa saham yang masuk dalam kategori saham defensif pun juga terkena imbas dari resesi global, sehingga melakukan diversifikasi adalah hal yang disarankan.
Bila kamu ingin melihat apa saja saham saham yang termasuk dalam sektor saham defensif seperti konsumen, kesehatan dan utilitas, kamu bisa menggunakan aplikasi Stockbit sekarang juga. Kamu bisa melihat daftar saham lengkap dari setiap sektor defensif tersebut lengkap beserta laporan keuangannya.