Halo Stockbitor,
First quarter of 2021 is dawning upon us. Banyak hal yang telah terjadi selama kuartal pertama tahun 2021, dari pelantikan resmi Presiden Joe Biden, penyuntikan pertama vaksin Covid-19 di Indonesia, terbentuknya Lembaga Pengelola Investasi (LPI), hingga peresmian Bank Syariah Indonesia (BSI).
Di pasar saham domestik Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ke level sebelum pandemi Covid-19 di atas level 6.000.
Penguatan pada IHSG ini sejalan dengan program vaksinasi yang berlangsung, para pelaku bisnis optimis bahwa program vaksinasi akan memberikan dampak positif untuk roda ekonomi Indonesia yang juga bisa berdampak positif terhadap pendapatan perusahaan atau bisnis.
Tapi sebenernya, gimana sih performa perusahaan-perusahaan di BEI selama Q1 2021 ini? Di kesempatan kali ini, kita bakal bahas performa perusahaan-perusahaan dari berbagai sektor. So, stay tune Stockbitor!
🏦 Sektor Bank dan Finance
Bank menghimpun dana dari orang yang memiliki kelebihan dana dan menyalurkan dana itu dalam bentuk kredit ke orang yang membutuhkan.
Dan pendapatan utama dari bank juga didapat dari selisih itu, walau bank juga mendapat fee dari layanan yang diberikannya.
Bank BCA ($BBCA)
Bank BCA ($BBCA) telah mengeluarkan laporan keuangan Q1 2021. Tercatat bahwa BCA berhasil memperoleh laba bersih 7,04 triliun rupiah atau naik 6,97% YoY. Namun, pendapatan operasional perseroan turun 2,01% YoY menjadi 19,09 triliun rupiah
Selama pandemi, digital banking BCA mengalami pertumbuhan pesat. Volume transaksi melalui mobile banking dan internet banking masing-masing meningkat hingga 62% dan 28% YoY. Namun, volume transaksi melalui ATM dan kantor cabang turun 8% dan 22%.
Berikut adalah ringkasan lainnya mengenai kinerja BCA sepanjang Q1 2021:
Pendapatan bunga meningkat 3,3% YoY.
Pendapatan non-bunga turun 14,5% YoY, penyebab utamanya adalah penurunan pendapatan trading hingga 64,7%.
Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 14,6% ke 894,4 miliar rupiah, namun pinjaman yang diberikan. turun 4,2% menjadi 612,2 miliar rupiah
Rasio pinjaman terhadap simpanan (LDR) turun dari 77,6% ke 65,2% .
Rasio dana murah atau Current Account Savings Account (CASA) BCA meningkat dari 76,6% ke 77,2%.
Bank BUMN
Laba 3 bank BUMN terbesar, yaitu BRI, Bank Mandiri, dan BNI mengalami kenaikan laba dibanding kuartal sebelumnya yaitu Q4 2020 ($BBRI +360,9%, $BMRI +91,5%, $BBNI +52,2%).
Namun, apabila dibandingkan dengan tahun lalu yaitu Q1 2020, laba mengalami penurunan (BBNI -43,9%, BMRI -19,3%, BBRI -16,0%).
Salah satu penyebab utama penurunan laba ini adalah peningkatan beban CKPN (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai) dibanding Q1 2020 akibat semakin banyak kredit yang direstrukturisasi karena pandemi COVID-19.
Selain itu rasio kredit bermasalah atau non performing loan ketiga perusahaan juga mengalami peningkatan.
Di sisi lain, laba Bank BTN ($BBTN) naik dibanding kuartal sebelumnya (+29,5%) serta tahun sebelumnya (+36,8%). Hal ini didukung oleh kenaikan net interest margin, pertumbuhan kredit (+3,2%) dan dana pihak ketiga (+33%), serta penurunan rasio kredit bermasalah (NPL gross) yang turun dari 4,91% pada Q1 2020 menjadi 4,25%. (BBRI, BMRI, BBNI, BBTN)
💊 Sektor Consumer Goods dan Farmasi
Perusahaan consumer goods dan farmasi biasanya menjual barang dengan mengandalkan kekuatan merek dagang yang dimilikinya. Biasanya, barang yang dijual adalah barang yang dikonsumsi sehari-hari oleh masyarakat Indonesia.
Sido Muncul ($SIDO)
Sido Muncul ($SIDO) mencatatkan perolehan pendapatan sebesar 793 miliar rupiah pada Q1 tahun 2021, naik sebesar 9% dari Q1 pada tahun sebelumnya. Seiring dengan kenaikan pendapatan, perusahaan juga mengalami kenaikan laba bersih pada Q1 senilai 269 miliar rupiah, atau naik 16% dibandingkan tahun sebelumnya.
Kenaikan laba bersih yang cukup signifikan ini dipicu oleh permintaan yang kuat pada produk minuman kesehatan yang naik sebesar 257 miliar rupiah, atau senilai 30% YoY. Adapun penjualan di segmen jamu herbal dan suplemen juga mengalami sedikit kenaikan akibat peningkatan permintaan ekspor ke wilayah Malaysia dan Nigeria, yaitu menjadi 505 miliar rupiah atau setara dengan 1,1% YoY.
Informasi keuangan perusahaan lainnya:
Pada tahun 2021, perusahaan mengeluarkan empat produk baru, yaitu TeJamu, Fish Oil (1000mg), Kapsul JSH dalam kemasan strip, dan Sambiloto.
Produk Tolak Angin mendominasi market share perusahaan hingga sebesar 72%
Perusahaan baru saja menjalin kerja sama dengan tiga online marketplaces: JD.ID, Grabhealth, dan Good Doctor
Perusahaan telah menunjuk tiga komisaris independen baru, yaitu Segara Utama, Lindawati Gani, dan Dr. M. Adib Khumaidi
Kalbe Farma ($KLBF)
Kalbe Farma ($KLBF) merupakan perusahaan farmasi dengan segmen bisnis obat resep, produk kesehatan, nutrisi, serta distribusi dan logistik. Beberapa merek dagang dari Kalbe Farma adalah Fatigon, Hydro Coco, Woods, Komix, Cerebrovit, Fitbar, Diabetasol, Prenagen, Milna.
Pada Q1 2021, pendapatan Kalbe Farma meningkat 3,8% YoY menjadi 6,015 triliun rupiah. Perusahaan juga mengalami peningkatan pada laba bersih tahun berjalan sebesar 6,94% YoY dari 677 miliar rupiah menjadi sebesar 724 miliar rupiah.
Kenaikan pendapatan ini terjadi karena adanya peningkatan penjualan produk kesehatan dan distribusi sebesar 2,7% dan 11,7%. Produk kesehatan dan distribusi masing-masing memiliki kontribusi sebesar 17% dan 33,4% terhadap pendapatan Kalbe.
Adanya pertumbuhan laba bersih yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan penjualan disebabkan oleh peningkatan efisiensi dari biaya operasional dan tarif pajak yang lebih rendah.
Informasi keuangan perusahaan lainnya:
Penjualan bersih nutrisi tercatat sebesar 1,59 triliun rupiah, turun 1% secara tahunan dan menyumbang 26,4% dari total penjualan bersih Kalbe.
Obat resep membukukan penurunan penjualan sebesar 0,1% menjadi 1,4 triliun rupiah. Divisi Obat Resep menyumbang 23,2% dari total penjualan bersih Kalbe di Q1 2021.
Net profit margin perusahaan Q1 2021 naik menjadi 12% dari 11.6% pada Q1 2020.
Pada tahun 2021, Kalbe Farma menargetkan anggaran belanja sebesar 1 triliun rupiah, yang akan digunakan untuk perluasan kapasitas produksi dan distribusi.
Saat ini, Kalbe Farma melalui anak usahanya PT Kalbe Genexine Biologics (KGBio) sedang melakukan pengembangan obat biologi dan biosimilar di Asia Tenggara.
🚬Rokok
Gudang Garam ($GGRM), HM Sampoerna ($HMSP), & Wismilak ($WIIM)
Kenaikan cukai rokok membuat laba bersih dua perusahaan "raksasa" rokok Indonesia turun.
On the other hand, laba bersih perusahaan rokok Wismilak ($WIIM) justru meroket 170%. Net profit margin juga meningkat dari 3,8% pada Q1 2020 menjadi 6,8% pada Q1 2021.
Kenaikan cukai berujung pada kenaikan harga rokok. Hal ini membuat konsumen berpindah ke merek dengan harga jual lebih murah, seperti $WIIM.
Pada tahun 2021, kenaikan cukai adalah 0% untuk produk rokok sigaret kretek tangan (SKT). Sedangkan, sigaret kretek mesin (SKM) naik 13,8-16,9% dan sigaret putih mesin (SPM) naik 16,5%-18,4%.
Beberapa merk yang dimiliki $GGRM adalah GG Mild, Merah, International, Djaja, dan Patra. Sedangkan, $HMSP memiliki merek Dji Sam Soe, Sampoerna A, Sampoerna Kretek, dan Sampoerna U adalah merk $HMSP dan $WIIM memiliki merk Wismilak Diplomat Mild, Mild Menthol, Impact, dan Evo.
🕷#MusimLaba Express Consumer Goods
$ROTI: Laba bersih produsen Sari Roti turun 9,2% YoY, didukung oleh penurunan pendapatan (-13,8%). Penjualan roti tawar turun 13%, sedangkan roti manis turun 20%. Di sisi lain, net profit margin perusahaan meningkat akibat efisiensi pada beban keuangan (-36,1%) dan beban pajak penghasilan (-44%). (IDX)
$KINO: Laba bersih Kino Indonesia turun 70,6% YoY didukung oleh penurunan pendapatan (-13,4%) akibat penurunan pendapatan dari segmen terbesar perusahaan, perawatan tubuh (-18%) dan turunnya net profit margin akibat kenaikan beban umum dan administrasi (+19,8%), serta beban keuangan (+75,8%). (IDX)
$MYOR: Laba bersih Mayora turun 11% YoY walaupun pendapatan naik 36,4%. Hal ini disebabkan oleh penurunan laba selisih kurs (-74,3%) karena melemahnya kurs rupiah dibandingkan dengan USD pada Q1 2020. Tanpa melihat efek itu, laba operasional perusahaan tumbuh 36,4%. (Mayora)
$ULTJ: Laba bersih Ultrajaya turun 7,7% YoY didukung oleh penurunan pendapatan (-5,8%). Net profit margin mengalami penurunan akibat meningkatnya beban keuangan, turunnya laba selisih kurs, dan turunnya beban pajak penghasilan. (IDX)
🕷#MusimLaba Indofood
Indofood dan mayoritas anak usahanya mencatatkan pertumbuhan laba bersih pada Q1 2021, apabila dibandingkan dengan Q1 2020, seperti:
$INDF: Laba bersih Indofood naik 23,2%. Hal ini didorong oleh kenaikan pendapatan (+27,2%). Kenaikan ini disebabkan oleh kenaikan pendapatan dari seluruh segmen bisnis Indofood, yaitu produk konsumen bermerek (+27%), Bogasari (+19%), agribisnis (+40%), dan distribusi (+19%). (IDX)
$ICBP: Anak usaha INDF yang mengurus segmen produk konsumen bermerek, Indofood CBP mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 12% walaupun pendapatan tumbuh 26%. Penyebab utama nya adalah meningkatnya beban keuangan dari 90 miliar rupiah menjadi 1,2 triliun sebagai efek dari pertambahan utang dari akuisisi Pinehill. (IDX)
$SIMP: Anak usaha INDF yang mengurus segmen agribisnis dan memiliki produk Bimoli, Salim Ivomas mencatatkan membalikan kerugian menjadi laba bersih sebesar 106 miliar rupiah. Hal ini didukung oleh peningkatan pendapatan (+42%) dan kenaikan harga jual rata-rata. (IDX)
$LSIP: Anak usaha SIMP yang mengurus segmen minyak sawit atau CPO, London Sumatra Plantation mencatatkan pertumbuhan laba bersih sebesar 267%. Hal ini didukung oleh peningkatan pendapatan (+48%) akibat naiknya harga dan volume penjualan produk minyak sawit. (IDX)
🏭 Sektor Manufaktur
Perusahaan yang bergerak pada sektor manufaktur biasanya mengolah bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi dengan menggunakan mesin-mesin dan tenaga kerja.
Perusahaan Semen
Perusahaan semen menjual dua jenis produk umum, yaitu bulk (atau dalam Bahasa Indonesia nya curah) yaitu penjualan semen buat proyek infrastruktur, serta penjualan semen bag (kantong) itu yaitu penjualan untuk proyek retail dan properti.
Namun, pada Q1 2021, permintaan industri semen hanya tumbuh 1,7% karena pemulihan permintaan lebih cepat di sektor properti dibandingkan infrastruktur (segmen bulk -14,4%, bag +7,2%).
Laba bersih dua pemimpin pasar semen di Indonesia, Semen Indonesia ($SMGR) dan Indocement ($INTP), tidak terlalu berubah dibandingkan periode yang sama tahun lalu. ($SMGR +4,9%, $INTP -12,3%).
Apabila dibandingkan dengan Q4 2020, laba bersih kedua perusahaan justru turun secara signifikan ($SMGR -60,6%, $INTP -49,1%).
On the other hand, laba bersih Semen Baturaja ($SMBR) naik 128% YoY didukung oleh efisiensi pada beban pokok penjualan. Laba bersih anak usaha Semen Indonesia, Holcim ($SMCB) naik 128,4% YoY, didukung oleh efisiensi pada beban umum dan administrasi serta beban keuangan.
Namun, apabila dibandingkan dengan Q4 2020, laba bersih kedua perusahaan juga turun ($SMBR -85,5%, $SMCB -26,5%).
🛢️ Sektor Mining dan Migas
Perusahaan yang berada di sektor tambang dan migas biasanya merupakan price-taker, karena harga produk yang dijualnya mengikuti pergerakan harga komoditas yang dijual. Harga komoditas dipengaruhi oleh permintaan, penawaran dari komoditas itu sendiri.
Performa perusahaan telco:
Adaro Energy ($ADRO) dan Bukit Asam ($PTBA)
Perusahaan tambang batu bara, Adaro Energy ($ADRO) dan Bukit Asam ($PTBA), mencatatkan penurunan pada total pendapatan Q1 2021 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pendapatan Adaro Energy turun 17,91% YoY menjadi 10,08 triliun rupiah, sedangkan pendapatan Bukit Asam turun 22% YoY menjadi 3,99 triliun rupiah.
Kedua perusahaan ini juga mengalami penurunan laba bersih, di mana bottom line Adaro Energy turun 36,50% YoY menjadi 1,09 triliun rupiah, dan bottom line Bukit Asam turun 43,90% YoY menjadi 510 miliar rupiah.
Penurunan pendapatan dan laba bersih Adaro disebabkan oleh menurunnya produksi batu bara sebesar 11% YoY menjadi 12,87 juta ton, diikuti oleh penurunan pada penjualan batu bara sebanyak 13% YoY menjadi 12,59 juta ton. harga jual rata-rata batu bara Adaro untuk Q1 2021 naik 9% YoY. Selain itu, nisbah kupas (stripping ratio) perusahaan yang berdampak kepada beban pokok juga naik 18% YoY menjadi 4,08x. Nisbah kupas adalah rasio yang membandingkan dalamnya tanah penutup yang harus dibongkar untuk mendapatkan satu ton batubara.
Sama hal nya dengan Adaro, penurunan pendapatan dan laba bersih Bukit Asam dipengaruhi oleh penurunan volume produksi sebesar 18,18% YoY menjadi 4,5 juta ton.
Manajemen Bukit Asam dan Adaro juga mengumumkan bahwa walaupun harga jual rata-rata batu bara pada Q1 2021 lebih tinggi dibandingkan Q1 2020, curah hujan yang relatif tinggi dan gelombang pasang memberikan dampak negatif terhadap performa kedua perusahaan ini. Sebagai contoh, banjir yang terjadi di daerah tambang menghambat kegiatan logistik.
Sebagai catatan, sepanjang 2021, Adaro menargetkan untuk memproduksi 52-54 juta ton batu bara. Di saat yang bersamaan, Bukit Asam menargetkan untuk memproduksi 30,7 juta ton batu bara.
🕷#MusimLaba Express Mining dan Migas
Selama Q1 2021, harga beberapa komoditas mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Namun, ternyata hasil finansial perusahaan komoditas cukup bervariasi apabila dibandingkan dengan Q1 2020, seperti:
$ITMG: Berbeda dengan perusahaan batubara yang dibahas sebelumnya yang mengalami penurunan laba, Indo Tambangraya Megah mengalami kenaikan laba 191% walaupun pendapatan menurun 22%.
Penurunan pendapatan disebabkan oleh turunnya volume penjualan batubara (-29%). Namun, hal ini diseimbangkan dengan adanya peningkatan margin akibat peningkatan harga jual rata-rata (+16%) dan penurunan biaya per unit (-10,5%). (ITMG)
$HRUM: Harum Energy mengalami kenaikan laba sebesar 2.044%. Namun, pendapatan turun 6,7% karena kenaikan harga jual rata-rata (+7,6%) tidak dapat mengimbangi penurunan volume penjualan batubara (-13,4%).
Kenaikan signifikan laba bersih disebabkan oleh efisiensi pada beban pengerukan, pengangkutan, dan royalti serta peningkatan signifikan pada penghasilan lain-lain (pendapatan dividen 1,8 juta dolar AS, perubahan nilai wajar melalui laba rugi 7,3 juta dolar AS). (HRUM)
$MDKA: Merdeka Copper Gold rugi 6,3 juta dolar AS pada Q1 2021, berbalik dari untung 14,1 juta dolar AS pada Q1 2020.
Hal ini disebabkan oleh penurunan pendapatan dari segmen emas. Hal ini terjadi karena operasional tambang di Tujuh Bukit belum berjalan normal setelah adanya insiden retaknya permukaan pelataran pelindian (heap leach pad) pada September 2020. (MDKA)
🚘 Sektor Otomotif dan Alat Berat
Perusahaan yang bergerak di bidang otomotif dan alat berat menjalankan bisnis operasinya dengan menjual produk yang berhubungan dengan otomotif seperti mobil, motor, alat berat, suku cadang, ban, dan komponen-komponen lain.
Performa perusahaan otomotif dan alat berat:
Astra International ($ASII) merupakan perusahaan otomotif dan alat berat. Pada segmen bisnis ini, terdapat beberapa anak perusahaan seperti PT United Tractors Tbk ($UNTR), PT Acset Indonusa Tbk ($ACST), dan PT Astra Otoparts Tbk ($AUTO).
Selain otomotif dan alat berat, perusahaan juga berfokus pada segmen usaha agribisnis melalui anak usaha PT Agro Lestari Tbk ($AALI) dan teknologi informasi melalui anak usaha PT Astra Graphia Tbk ($ASGR). Perusahaan juga memiliki segmen usaha pada jasa keuangan, properti, dan logistik.
Pada laporan keuangan Q1 2021, tercatat bahwa Astra berhasil memperoleh pendapatan sebesar 51,7 triliun rupiah atau turun 4% YoY. Perusahaan juga mengalami penurunan yang signifikan pada laba bersih sebesar 22% YoY dari 4,8 triliun rupiah menjadi sebesar 3,7 triliun rupiah.
Penurunan laba bersih ini dipicu oleh pelemahan pada setiap segmen bisnis perusahaan, kecuali alat berat dan properti. Pada segmen otomotif, penjualan mobil Astra menurun 24% menjadi 99.000 unit dan penjualan Astra atas sepeda motor Honda menurun 17% menjadi 1.008.000 unit.
Pada segmen alat berat PT United Tractors Tbk melaporkan peningkatan laba bersih sebesar 2% menjadi 1,9 triliun rupiah. Hal ini dikarenakan penjualan alat berat Komatsu yang meningkat 12% menjadi 688 unit.
Informasi keuangan perusahaan lainnya:
Pada segmen jasa keuangan, laba bersih perusahaan menurun 30% YoY. Hal ini disebabkan adanya peningkatan provisi guna menutupi kredit bermasalah dan penurunan portofolio pembiayaan pada bisnis pembiayaan konsumen.
Pada segmen agribisnis, penurunan laba bersih sebesar 56% YoY. Hal ini diakibatkan oleh volume penjualan minyak kelapa sawit yang turun sebesar 7% menjadi 454.000 ton.
Pada segmen infrastruktur, terjadi penurunan laba bersih sebesar 42% YoY yang disebabkan oleh biaya transaksi dari pemulihan.
Pada segmen properti, terjadi peningkatan laba bersih sebesar 23% YoY yang disebabkan oleh tingkat hunian yang lebih tinggi dan biaya operasional yang lebih rendah di Menara Astra.
Perusahaan juga berinvestasi sekitar 5 juta dolar AS di Sayurbox dan sekitar 35 juta dolar AS di Halodoc.
🏠 Sektor Properti
Perusahaan yang bergerak di bidang properti mendapat keuntungan dengan beli lahan (land bank), lalu mengembangkan lahan itu dan menjual atau menyewakan lahan yang sudah dikembang itu. Perusahaan properti adalah perusahaan yang krusial di hidup kita, karena menyediakan tempat tinggal, mall, hotel, tempat hiburan sampai kawasan industri.
Performa perusahaan Properti:
🕷#MusimLaba Express Properti
Sama seperti Ciputra yang labanya mengalami peningkatan sebesar 37%, perusahaan properti lain di Bursa Efek Indonesia (BEI) juga mengalami peningkatan laba bersih pada Q1 2021 apabila dibandingkan dengan Q1 2020, seperti:
$PWON: Laba bersih Pakuwon meningkat 104,5%, walaupun pendapatan turun 32,4%. Penurunan pendapatan terjadi karena adanya penurunan pendapatan pada segmen pusat perkantoran, perbelanjaan dan apartemen (-32%) serta segmen real estate (-33%).
Namun, perusahaan tetap mencetak laba karena adanya keuntungan instrumen keuangan derivatif serta penurunan kerugian kurs mata uang asing. (IDX)$SMRA: Laba bersih Summarecon Agung naik 15,4% yang didukung oleh peningkatan pendapatan (+3%) serta efisiensi pada beban usaha (-26,3%).
Walaupun pendapatan dari segmen properti investasi (mal, retail, komersial dan perkantoran) turun 45%, namun diimbangi oleh peningkatan pendapatan dari segmen dominan perusahaan, pengembang properti (+49%), dengan adanya peningkatan penjualan rumah. (IDX)$ASRI: Laba bersih Alam Sutera naik 77,2%. Hal ini didukung oleh peningkatan pendapatan (+55,9%) akibat peningkatan pendapatan segmen real estate, seperti penjualan tanah (+259%), serta penjualan rumah dan ruko (+100%). (IDX)
🛍️ Sektor Retail
Perusahaan yang berada di sektor retail biasanya mendapatkan pendapatan dari penjualan produk dan layanan yang dimilikinya. Biasanya, retail berekspansi dengan membuka semakin banyak outlet yang dimiliki.
Performa perusahaan Retail:
Matahari ($LPPF)
Jaringan ritel Matahari ($LPPF) membukukan kerugian 95,35 miliar rupiah sepanjang kuartal-I 2021 (Q1 2021). Kerugian ini sedikit memburuk, yaitu bertambah 1,5% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (YoY).
Matahari di Q1 2021 juga mencatatkan penurunan pendapatan bersih 33,3% YoY, dari 1,55 miliar menjadi 1,16 miliar rupiah. Namun, perseroan berhasil menghemat beban operasi sehingga rugi bersih tidak melonjak tajam.
Penjualan segmen eceran turun 24,1% YoY menjadi 741,40 miliar rupiah. Tidak berbeda jauh, penjualan segmen konsinyasi juga turun 22,2% ke 416,01 miliar rupiah.
Berikut adalah Informasi lainnya mengenai Matahari:
Matahari berencana menutup 13 gerai di tahun 2021, dan memantau ketat 10 gerai lainnya untuk tindakan berikutnya.
Pada bulan April, Matahari membuka 1 gerai baru di Balikpapan, Kalimantan Timur.
Saat ini, Matahari memiliki saldo pinjaman bank sebesar 480 miliar rupiah.
Terjadi peningkatan inventori sebesar 47,6% sebagai persiapan menyambut musim belanja lebaran.
Jumlah member aktif adalah 6,6 juta, turun dari kuartal sebelumnya yang mencapai 7,2 juta member.
🕷#MusimLaba Express Retail
Berikut adalah beberapa performa perusahaan ritel pada Q1 2021 apabila dibandingkan dengan Q1 2020, seperti:
$ERAA: Laba bersih Erajaya Swasembada naik 186,6% YoY yang didorong oleh kenaikan pendapatan (+39%) dengan adanya pertumbuhan signifikan pada segmen HP dan tablet (+48%). Net profit margin juga mengalami peningkatan dengan adanya kenaikan harga jual rata-rata yang naik 35% menjadi 3,08 juta dan efisiensi pada beban keuangan (-20%).
Salah satu hal yang mempengaruhi performa adalah aturan implementasi kontrol IMEI pada 15 September 2020. (ERAA)
$MAPI: Laba bersih MAP turun 32,4% dibandingkan tahun lalu yang didorong oleh penurunan pendapatan (-8,4%). Hal ini disebabkan oleh penurunan laba segmen aktif ($MAPA) (laba -99,1%, pendapatan -12,8%) dan juga penurunan laba segmen boga ($MAPB) (laba -48%, pendapatan -18,6%).
Beberapa hal yang menyebabkan penurunan jumlah pengunjung di gerai specialty adalah pembatasan jam operasional mal pada Januari dan Februari dan adanya pembatasan kapasitas 25% untuk pengunjung restoran yang berdampak ke segmen boga. (IDX)
💻 Sektor Telco, Tech, dan Media
Pendapatan perusahaan operator telekomunikasi berasal dari pendapatan data dan non-data dari pelanggan nya. Perusahaan memancarkan sinyal melalui spektrum dari menara dan base transceiver station (BTS) yang dimiliki atau disewanya.
Performa perusahaan telco:
XL Axiata ($EXCL)
XL Axiata ($EXCL) telah merilis laporan keuangan Q1 2021. Selama kuartal tersebut, perusahan tercatat membukukan pendapatan sebesar 6,24 triliun rupiah atau turun 3,8% YoY. Perusahaan juga mengalami penurunan yang signifikan pada laba bersih sebesar 78,9% YoY dari 1,51 triliun rupiah menjadi 320,51 miliar rupiah.
Penurunan laba bersih yang signifikan dipicu oleh adanya penurunan nilai dari penjualan dan sewa-balik menara. Tercatat penurunan sebesar 93,7% YoY, dari 1,62 triliun rupiah ke 101,43 miliar rupiah. Selain itu, beban penjualan dan pemasaran juga meningkat sebesar 13,7% YoY dari 452,67 miliar ke 525,13 miliar rupiah.
Jumlah pelanggan meningkat dari 55,49 juta menjadi 56,02 juta YoY.
Biaya operasi Perusahaan menurun sebesar 6% YoY yang disebabkan oleh menurunnya interkoneksi dan dan beban langsung lainnya sebesar 26% YoY.
Perusahaan mencatat adanya kenaikan kontribusi pendapatan data terhadap total pendapatan layanan (service revenue) sebesar 94%.
Sepanjang Q1 2021, total base transceiver station (BTS) mencapai 147 ribu, sekitar 57 ribu diantaranya merupakan BTS 4G dan tersebar di 458 kota/kabupaten di Indonesia.
💻 Sektor Trade and Services
Perusahaan yang berada di sektor trade and service biasanya mendapatkan pendapatan dari jasa yang ditawarkan. Pendapatan perusahaan dalam sektor ini bergantung kepada jumlah klien dan besarnya margin yang didapat dari jasa yang ditawarkan. Selain itu tingkat kapasitas dan keterisian menjadi salah satu faktor penting terhadap pendapatan perusahaan yang bergerak di bidang ini.
Mitra Keluarga ($MIKA)
Operator jaringan rumah sakit Mitra Keluarga ($MIKA) melaporkan pertumbuhan pendapatan kuartal I 2021 sebesar 1,20 triliun rupiah. Angka tersebut naik dari 875 miliar rupiah pada periode yang sama tahun sebelumnya, atau setara 37,6%. Laba bersih kuartal I tercatat senilai 373,69 miliar rupiah, tumbuh 69,6% dari tahun sebelumnya.
Kenaikan pendapatan Mitra Keluarga didorong oleh meningkatnya pendapatan segmen rawat inap sebesar 47,6%. Selain itu, produk yang menjadi primadona Mitra Keluarga adalah obat dan perlengkapan medis rawat inap yang berkontribusi sebesar 31,4% .
Berikut adalah Informasi lainnya seputar Mitra Keluarga:
Per 30 Maret 2021, Mitra Keluarga mengelola 26 jaringan rumah sakit dengan total kapasitas 3.224 tempat tidur, di mana 1.042 (32%) di antaranya dialokasikan untuk pasien Covid-19.
RS Mitra Keluarga didukung oleh 1.632 dokter serta 3.799 perawat.
Tingkat keterisian ranjang atau bed occupancy ratio (BOR) Q1 2021 adalah 63,4%, turun dari Q1 2020 di level 65,7%.
Pendapatan per pasien rawat inap naik 43,8% ke 4,42 juta rupiah. Sementara itu, dari segmen rawat jalan naik 47,8% ke 691 ribu rupiah.
Siloam Hospitals ($SILO)
Pendapatan Q1 2021 Siloam Hospitals ($SILO) meningkat dari 1,44 triliun rupiah ke 1,91 triliun rupiah, setara dengan 32,5%. Sementara itu, laba bersih mencatatkan kenaikan masif sebesar 670,8% ke 150,27 miliar rupiah dari tahun sebelumnya 19,46 miliar rupiah.
Pertumbuhan pendapatan segmen rawat inap dan segmen rawat jalan Siloam relatif setara di kisaran 30%-34%. Namun produk andalan Siloam adalah jasa penunjang medis dan tenaga ahli yang meningkat 101,5% YoY. Alhasil, produk tersebut berkontribusi 41,9% terhadap total pendapatan Siloam.
Berikut adalah ringkasan performa Siloam di kuartal I 2021:
Siloam mengelola 38 jaringan rumah sakit dengan total kapasitas 8.394 tempat tidur, di mana 1.035 (12%) di antaranya dialokasikan untuk pasien Covid-19 (data 2020).
Per akhir 2020, Siloam Hospitals didukung oleh 3.017 dokter (2.348 spesialis) serta 5.110 perawat.
Pendapatan per pasien rawat inap naik 66% ke 5,88 juta rupiah. Sementara itu, dari segmen rawat jalan naik 83% ke 1,41 juta rupiah.
🕷#MusimLaba Express:
Stockbit juga turut serta menyajikan kompilasi beberapa perusahaan yang mengalami kenaikan drastis pada labanya (growth story) ataupun berbalik untung (turnaround story) pada Q1 2021 dibandingkan dengan kuartal yang sama pada tahun sebelumnya:
Growth Story:
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang mengalami kenaikan laba secara drastis apabila dibandingkan dengan Q1 2020, seperti:
$IRRA: Laba bersih Itama Ranoraya naik 853% YoY didukung oleh kenaikan segmen alat kesehatan in vitro (+753,9%) karena produk swab antigen test. Alat suntik ADS (Auto Disable Syringe) juga menunjang kenaikan segmen alat kesehatan Non Elektromedik Steril (+734,2%). (IDX)
$CCSI: Laba bersih Communications Cable System naik 231,7% YoY didukung oleh pertumbuhan kinerja penjualan (+114,4%) didukung oleh kenaikan penjualan kabel standar. Net profit margin juga meningkat dari 8,4% menjadi 12,9%. (IDX)
$PRDA: Laba bersih Prodia naik 356,4% didukung oleh kenaikan pendapatan klinik (+59,8%) dan kenaikan net profit margin dari 8,9% menjadi 25,4%. Hal ini diakibatkan oleh kenaikan jumlah tes esoterik sebesar 279%. (IDX)
$MARK: Laba bersih Mark Dynamics naik 196,9% YoY didukung oleh pertumbuhan kinerja penjualan (+124,7%) akibat kenaikan permintaan cetakan sarung tangan akibat pandemi COVID-19. Net profit margin juga meningkat dari 24,1% menjadi 31,9% karena kenaikan harga jual rata-rata. (IDX)
$BSDE: Laba bersih BSD City naik 126% YoY didukung oleh pertumbuhan kinerja penjualan properti (+11,6%), efisiensi biaya, dan keuntungan dari akuisisi saham entitas anak, yaitu pengembang apartemen Aerium, PT IKP (Itomas Kembangan Perdana). (IDX)
$DMAS: Laba bersih Puradelta Lestari naik 407,3% didukung oleh pertumbuhan penjualan (+395,7%) yang didorong oleh penjualan lahan industri terhadap pelanggan dari sektor otomotif dan data center. Net profit margin juga meningkat dari 49,6% pada Q1 2020 menjadi 50,8% pada Q1 2021 karena efisiensi biaya umum dan administrasi. (IDX)
$BUDI: Laba bersih Budi Starch & Sweetener naik 307,2% YoY didukung oleh kenaikan pendapatan sebesar 33% dan kenaikan net profit margin dari 1,2% menjadi 3,5%. Hal ini disebabkan adanya kenaikan penjualan ekspor tepung tapioka menjadi 228 miliar serta efisiensi biaya HPP dan keuangan. (IDX)
$AKRA: Laba bersih AKR Corporindo naik 57,9% YoY walaupun pendapatan turun 19,4%. Hal ini terjadi karena kenaikan net profit margin dari 3,8% pada Q1 2020 menjadi 7,4% pada Q1 2021. Hal tersebut didorong oleh peningkatan kontribusi pendapatan dari segmen kawasan industri dengan penjualan tanah Kawasan Industri JIIPE meningkat menjadi 14,1 ha. Segmen kawasan industri memiliki margin bersih lebih besar (61%) dibandingkan segmen kontributor pendapatan perusahaan terbesar, segmen perdagangan dan distribusi BBM (6,4%). (IDX)
$MTDL: Laba bersih Metrodata Electronics naik 48,3% YoY didorong oleh kenaikan pendapatan (+13,9%) serta kenaikan net profit margin dari 3,7% menjadi 4,8%. Hal ini terjadi akibat peningkatan distribusi penjualan smartphone sebesar 93%, pemasaran produk laptop jenis chromebook, serta pertumbuhan segmen solusi dan konsultasi sebesar 22,6%. (IDX)
$PGAS: Laba bersih Perusahaan Gas Negara naik 20,9% YoY walaupun pendapatan turun 25,3% YoY. Hal ini terjadi akibat peningkatan laba selisih kurs yang berbalik dari kerugian kurs pada Q1 2020. Laba operasional turun 50,4% sesuai dengan penurunan pendapatan dan margin distribusi gas. (Q1 2020: $2,4/MMBtu, Q1 2021: $1,64/MMBtu). (PGN)
$ARNA: Laba bersih Arwana Citramulia naik 79,9% YoY didorong oleh kenaikan pendapatan (+13,5%) serta kenaikan net profit margin dari 11,4% menjadi 18,1%. Hal ini terjadi akibat efisiensi HPP dan beban usaha yang didorong oleh penurunan tarif gas industri menjadi 6 dolar AS per MMBtu dan investasi produksi line baru yang lebih efisien. (IDX)
$CTRA: Laba bersih Ciputra Development naik 78,7% YoY yang didorong oleh kenaikan pendapatan (+22,6%) dengan adanya pertumbuhan signifikan pada penjualan kantor, apartemen, dan kaveling. Net profit margin juga mengalami peningkatan akibat efisiensi pada beban penjualan (-11,7%) serta beban umum dan administrasi (-28,8%). (CTRA)
$ISAT: Performa Indosat berbalik dari rugi pada Q1 2020 menjadi untung sebesar 172 miliar pada Q1 2021. Hal ini didorong oleh terjadinya kenaikan pendapatan sebesar 12,6% akibat kenaikan jumlah pelanggan (+6,8%) dan pendapatan per pelanggan (+10%). Net profit margin juga mengalami peningkatan akibat efisiensi beban karyawan (-49,4%). (ISAT)
$EKAD: Laba bersih Ekadharma International naik 3,4% YoY walaupun pendapatan turun 19,9%. Hal ini terjadi karena adanya kenaikan net profit margin dari 16% pada Q1 2020 menjadi 20,7% pada Q1 2021 akibat efisiensi beban HPP (-25,5%). (IDX)
$BISI: Kenaikan laba bersih Bisi International sebesar 233% didukung oleh kenaikan pendapatan (+8,2%). Hal ini didorong oleh peningkatan pendapatan dari segmen agrochemical (+10,6%) dan bibit hortikultura (+20,2%). Selain itu, kenaikan harga jual rata-rata bibit jagung dari 38 ribu menjadi 71 ribu juga mengakibatkan kenaikan margin kotor segmen tersebut dari 36,2% menjadi 69,7% dan berkontribusi meningkatkan net profit margin dari 6,07% pada Q1 2020 menjadi 18,31%. (BISI)
$AGII: Laba bersih Aneka Gas Industri naik 155% didukung oleh kenaikan pendapatan (+18%) terutama dari penjualan gas industri dengan adanya peningkatan permintaan dari sektor kesehatan, infrastruktur dan retail. Selain itu, juga terdapat peningkatan net profit margin dari 3,7% pada Q1 2020 menjadi 8% pada Q1 2021. (AGII)
$PBID: Laba bersih Panca Budi Idaman naik 96,7% didukung oleh kenaikan pendapatan (+6,4%) serta penurunan rugi selisih kurs. Hal ini juga berkontribusi pada peningkatan net profit margin dari 6,6% pada Q1 2020 menjadi 11,7%. (IDX)
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang labanya mengalami kenaikan apabila dibandingkan dengan Q1 2020, seperti:
$KEJU: Laba bersih produsen Prochiz meningkat 41,5% didukung oleh peningkatan pendapatan (+8,5%) dan penurunan beban penjualan (-51,5%). Penjualan dari keju blok masih mendominasi pendapatan (86%), diikuti oleh keju lembaran (14%). (IDX)
$DVLA: Laba bersih Darya Varia Laboratoria meningkat 43,3%. Pendapatan perusahaan tumbuh 1% didukung oleh peningkatan pendapatan obat bebas (+54%) yang mengimbangi penurunan pendapatan obat resep (-14%). Selain itu, efisiensi beban penjualan (-12,5%) dan beban umum dan administrasi (-11,3%) juga membantu mendongkrak net profit margin dari 11,7% menjadi 16,6%. (IDX).
$TGKA: Perusahaan distributor produk konsumen, Tigaraksa Satria, mencatatkan kenaikan laba bersih 15% walaupun pendapatan turun (-9,2%) akibat penurunan pendapatan dari segmen susu, makanan ringan dan kebutuhan rumah tangga (-12%). Namun, penurunan pendapatan tertutupi oleh efisiensi beban usaha (-9,8%). (IDX)
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang mengalami perubahan performa apabila dibandingkan dengan Q1 2020, seperti:
$CSAP: Perusahaan distribusi yang juga memiliki Mitra 10 dan Atria, Catur Sentosa mencatatkan kenaikan laba sebesar 242%. Hal ini didukung oleh kenaikan pendapatan (+12,9%) akibat kenaikan penjualan keramik, barang produk konsumen, dan cat. Selain itu, net profit margin meningkat dari 0,7% pada Q1 2020 menjadi 2,2% pada Q1 2021 didorong oleh efisiensi pada beban usaha. (CSAP)
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang labanya mengalami kenaikan apabila dibandingkan dengan Q1 2020, seperti:
$MIDI: Laba bersih Alfamidi naik 9,2%. Hal ini terjadi walaupun pendapatan turun 2,6% didorong oleh penurunan dari segmen non-makanan (-6,9%) yang lebih tinggi dari segmen makanan (-0,8%). Namun, efisiensi pada beban HPP (-4,6%) mendongkrak net profit margin dari 1,3% menjadi 1,5%. (IDX)
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang mengalami kenaikan laba. Namun, di sisi lain, ada juga beberapa perusahaan yang masih mengalami penurunan laba jika dibandingkan dengan Q1 2020. Beberapa contoh di antaranya adalah:
$TOWR: Laba bersih Sarana Menara Nusantara naik 51,1% didukung oleh peningkatan pendapatan (+7,5%) akibat penambahan jumlah menara (+2,4%). Selain itu, turunnya kerugian mata uang (-99%) juga mengimbangi kenaikan beban pajak (+95%) dan meningkatkan net profit margin perusahaan. (TOWR)
$BOLA: Laba bersih Bali United naik 579% walaupun pendapatan turun 54,9%. Penurunan pendapatan terjadi akibat penurunan drastis pendapatan dari sponsor sports agency (-78%). Namun, peningkatan drastis pendapatan keuangan dari 5 miliar menjadi 66 miliar membuat perusahaan tetap mencatatkan keuntungan. (IDX)
$WIKA: Laba bersih Wijaya Karya turun 31% didukung oleh penurunan pendapatan (-6,5%). Penurunan laba bersih lebih rendah dari penurunan laba kotor (-47,2%) karena turunnya beban penurunan nilai instrumen keuangan serta kenaikan laba dari entitas bersama. (IDX)
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang mengalami kenaikan dan penurunan jika dibandingkan dengan Q1 2020. Di antaranya adalah:
$LINK: Laba bersih pemilik merek First Media dan Link Net naik 26%, didukung oleh peningkatan pendapatan (+11,4%). Hal ini didorong oleh peningkatan kinerja segmen televisi kabel (+46%) yang menutupi penurunan segmen broadband internet dan jaringan (-11%). Adanya efisiensi pada beban HPP meningkatkan net profit margin dari 20,6% menjadi 23,3%. (IDX)
$PZZA: Laba bersih operator Pizza Hut turun 19,3% akibat penurunan pendapatan (-25,3%). Segmen minuman (-49,6%) lebih tertekan dibanding segmen makanan (-23,5%). Walaupun terdapat efisiensi pada beban HPP (-29,3%) dan beban usaha (-25,5%), kenaikan beban pajak penghasilan (+174%) membuat laba bersih perusahaan tetap turun. (IDX)
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Q1 2020. Beberapa contoh di antaranya adalah:
$TBIG: Laba bersih perusahaan menara Tower Bersama naik 16,1% didukung oleh kenaikan pendapatan (+12,7%). Kenaikan pendapatan ini diakibatkan oleh peningkatan pendapatan hasil sewa menara ke perusahaan operator telekomunikasi, seperti Telkomsel (+4,9%), Indosat (+17,3%), XL Axiata (+6,4%), Hutchison 3 (+30,8%), dan Smartfren (+28%). (IDX)
$GJTL: Kondisi keuangan produsen ban GT Radial, Gajah Tunggal, berbalik dari rugi menjadi untung 113 miliar rupiah, didukung oleh kenaikan pendapatan (+3,3%), efisiensi beban usaha (-9%), serta penurunan drastis kerugian selisih kurs dari 748 miliar menjadi 102 miliar rupiah. (IDX)
$MLPT: Laba bersih Multipolar Technology naik 1,1% didukung oleh peningkatan pendapatan (+9,4%). Kenaikan pendapatan didorong oleh kenaikan pendapatan dari segmen hardware (+5,8%) dan jasa teknologi (+40,6%). Namun, meningkatnya beban usaha (+25,4%) menurunkan net profit margin dari 5,5% menjadi 5,1%. (IDX)
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang mengalami kenaikan dan penurunan jika dibandingkan dengan Q1 2020. Beberapa contoh di antaranya adalah:
$POWR: Laba bersih Cikarang Listrindo naik 505% walaupun pendapatan dari penjualan listrik cenderung stabil (-0,48%). Hal ini dikarenakan terjadinya penurunan kerugian selisih kurs dari 25,6 juta dolar menjadi 4,83 juta dolar. (IDX)
$KRAS: Laba bersih Krakatau Steel turun 71,22% walaupun pendapatan naik 55,63%. Kenaikan ini diakibatkan oleh peningkatan penjualan baja. Namun, tidak adanya pendapatan atas penjualan aset tidak produktif seperti yang terjadi pada Q1 2020, serta penurunan laba selisih kurs dari 141 juta dolar menjadi 22 juta dolar, menurunkan keuntungan perusahaan. (IDX)
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang mengalami kenaikan dan penurunan jika dibandingkan dengan Q1 2020. Beberapa contoh di antaranya adalah:
$PTPP: Laba bersih Pembangunan Perumahan naik 34,3% walaupun pendapatan turun 16,8%. Salah satu penyebab nya adalah efisiensi beban HPP (-20,8%) yang meningkatkan laba perusahaan. Segmen konstruksi (78,7% dari pendapatan) masih mendominasi pendapatan perusahaan. (IDX)
$SSIA: Kerugian Surya Semesta Internusa bertambah dari 5,5 miliar menjadi 77,5 miliar rupiah. Pendapatan perusahaan turun 49%, dengan adanya penurunan pendapatan dari segmen jasa konstruksi (-47,8%), hotel (-79,3%), dan tanah kawasan industri (-96,4%). (IDX)
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang mengalami kenaikan dan penurunan performa jika dibandingkan dengan Q1 2020. Beberapa contoh di antaranya adalah:
$PTSP: Kerugian perusahaan yang memiliki merk dagang CFC, Sugakiya, Cal Donat dan Sapo Oriental meningkat dari 7,2 triliun menjadi 13,4 triliun rupiah. Hal ini diakibatkan oleh penurunan pendapatan (-55%) akibat penurunan pendapatan seluruh merk dagang. (IDX)
$UCID: Performa Unicharm berbalik dari rugi menjadi untung 103 miliar rupiah. Hal ini didukung oleh peningkatan pendapatan (+2,78%) akibat kenaikan pendapatan dari segmen diapers dan juga non-diapers. Selain itu, berbaliknya kerugian kurs yang pada Q1 2020 sebesar 259 miliar rupiah menjadi laba juga menjadi faktor utama pemulihan performa perusahaan. (IDX)
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang mencetak laba walaupun mengalami kerugian pada Q1 2020. Beberapa contoh di antaranya adalah:
$LPKR: Performa Lippo Karawaci berbalik dari rugi menjadi untung 268 miliar rupiah. Hal ini diakibatkan oleh peningkatan pendapatan (+9,9%) akibat peningkatan pendapatan di berbagai segmen perusahaan, seperti pengembangan real estate, dan pelayanan kesehatan. Selain itu, penurunan rugi selisih kurs juga menjadi faktor pendorong pemulihan performa perusahaan. (IDX)
$SMAR: Performa Sinar Mas Agro Resources and Technology berbalik dari rugi menjadi untung 250 miliar rupiah. Hal ini didukung oleh peningkatan pendapatan (+15,4%) dan kenaikan margin akibat meningkatnya harga CPO, serta penurunan rugi selisih kurs. (IDX)
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang labanya mengalami peningkatan dan penurunan pada Q1 2020. Beberapa contoh di antaranya adalah:
$LPCK: Laba bersih Lippo Cikarang turun 87,7% akibat penurunan pendapatan (-58,4%). Penurunan pendapatan ini disebabkan oleh penurunan penjualan rumah hunian dan apartemen (-63,3%), penjualan lahan komersial dan ruko (-97,7%), serta penjualan tanah industri (-82,6%). (IDX)
$KDSI: Laba bersih Kedawung Setia Industrial naik 20,8% walaupun pendapatan mengalami penurunan (-5,7%). Penurunan pendapatan ini terjadi akibat kenaikan pendapatan segmen alat rumah tangga enamel (+54,7%) tidak bisa menutupi penurunan pendapatan dari segmen dominan perusahaan, kotak karton gelombang (-11,6%). Laba perusahaan tetap meningkat akibat efisiensi beban usaha (-20,7%). (IDX)
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang labanya meningkat dibandingkan Q1 2020. Beberapa contoh di antaranya adalah:
$ZINC: Laba bersih Kapuas Prima Coal naik 320% didukung oleh kenaikan pendapatan (+37%). Kenaikan pendapatan ini didukung oleh peningkatan pendapatan dari segmen zinc (+36%) dan juga adanya sumber pendapatan baru yang berasal dari konsentrat besi. Selain itu, adanya efisiensi dari beban kontraktor (-41,4%) juga berkontribusi meningkatkan laba bersih. (IDX)
$CASH: Kerugian Cashlez Worldwide turun dari 10,85 miliar menjadi 7,13 miliar rupiah. Hal ini didukung oleh peningkatan pendapatan (+407%).
Peningkatan pendapatan ini disebabkan oleh peningkatan penjualan perangkat, seperti POS, yang meningkat 28 kali lipat. Namun, peningkatan pendapatan tersebut juga diikuti oleh peningkatan beban HPP (+907%) dan peningkatan beban umum dan administrasi (+67%). (IDX)
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang labanya naik jika dibandingkan dengan Q1 2020. Beberapa contoh di antaranya adalah:
$MRAT: Laba bersih Mustika Ratu naik 53,8%. Walaupun pendapatan meningkat 30,3% akibat peningkatan penjualan segmen kesehatan (+104,6%), kenaikan beban HPP membuat laba kotor perusahaan tidak terlalu berubah (+0,34%). Namun, adanya efisiensi beban penjualan serta beban umum dan administrasi mendongkrak performa perusahaan. (IDX)
$JTPE: Laba bersih perusahaan percetakan Jasuindo Tiga Perkasa turun 22,9%. Hal ini disebabkan oleh turunnya pendapatan (-43,6%) akibat penurunan penjualan dokumen security (-36,5%) dan dokumen non security (-60%). (IDX)
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang mengalami peningkatan dan penurunan performa apabila dibandingkan dengan Q1 2020. Beberapa contoh di antaranya adalah:
$JSMR: Laba bersih Jasa Marga turun 72,47%. Hal ini didorong oleh penurunan pendapatan (-16,4%). Walaupun pendapatan tol meningkat (+0,36%), turunnya pendapatan dari segmen konstruksi (-49%) membuat pendapatan tetap turun. Selain itu, peningkatan biaya keuangan (+54,78%) juga berkontribusi pada penurunan laba perusahaan. (IDX)
$TBLA: Laba bersih Tunas Baru Lampung naik 130,12%. Hal ini didorong oleh peningkatan pendapatan (+26,33%). Hal ini diakibatkan oleh peningkatan pendapatan segmen produk minyak sawit (+19,88%) dan juga gula (+42,09%). Selain itu, turunnya kerugian selisih kurs juga membantu meningkatkan laba perusahaan. (IDX)
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang mengalami peningkatan dan penurunan performa apabila dibandingkan dengan Q1 2020. Beberapa contoh di antaranya adalah:
$TLKM: Laba bersih Telkom naik 2,6% walaupun pendapatan turun 0,7%. Pendapatan turun karena peningkatan pendapatan Indihome (+25%) tidak lebih besar dari penurunan pendapatan dari segmen data dan internet (-0,31%), serta telepon (-26,81%) dan interkoneksi (-10,97%)
Kenaikan laba bersih salah satunya diakibatkan oleh penurunan beban pajak penghasilan (-7,4%). (IDX)
$WSKT: Performa Waskita Karya berbalik dari untung menjadi rugi sebesar 46 miliar rupiah. Hal ini didorong oleh penurunan pendapatan sebesar 35,9%. Penurunan pendapatan terjadi karena turunnya pendapatan dari segmen jasa konstruksi (-18,9%), precast (-64,9%), maupun properti yang lebih besar daripada kenaikan pendapatan segmen jalan tol (+52,48%).
Performa Waskita Karya ini sudah ditopang oleh adanya pendapatan lain-lain sebesar 652 miliar rupiah, yang di dalamnya termasuk pemulihan piutang. (IDX)
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang mengalami peningkatan dan penurunan performa apabila dibandingkan dengan Q1 2020. Beberapa contoh di antaranya adalah:
$PJAA: Kerugian bersih Pembangunan Jaya Ancol bertambah dari 10 miliar menjadi 57 miliar rupiah. Hal ini disebabkan turunnya pendapatan hingga -59%. Penurunan ini terjadi setelah segmen utama perusahaan, pendapatan tiket dari wahana wisata dan pintu gerbang mengalami penurunan (-67%). (IDX)
$ADES: Laba bersih Akasha Wira naik 123,8%. Pendapatan perusahaan turun 6,9%, karena kenaikan penjualan dari segmen produk kosmetik (+37%) tidak bisa menutupi turunnya penjualan dari segmen air minum dalam kemasan (-29%).
Adanya efisiensi pada beban HPP (-20,5%), serta beban usaha (-38,4%) membantu mendongkrak laba perusahaan. (IDX)
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang mengalami peningkatan dan penurunan performa apabila dibandingkan dengan Q1 2020. Beberapa contoh di antaranya adalah:
$APLN: Rugi bersih Agung Podomoro Land membaik walaupun pendapatan turun 63,3%. Salah satu penyebab terbesar penurunan pendapatan ini adalah turunnya penjualan dari kontributor pendapatan utama perusahaan, apartemen sebesar 86,92%.
Pendorong utama penurunan rugi bersih adalah turunnya rugi selisih kurs, dari 1 triliun rupiah menjadi 163 miliar rupiah. (IDX)$FAST: Performa operator KFC dan Taco Bell di Indonesia berbalik dari untung menjadi rugi. Hal ini didorong oleh penurunan pendapatan (-28,7%), didorong oleh penurunan penjualan makanan dan minuman perusahaan. (IDX)
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang mengalami peningkatan performa apabila dibandingkan dengan Q1 2020. Beberapa di antaranya adalah:
$DNET: Laba bersih Indoritel Makmur naik 22,5%. Hal ini didorong oleh peningkatan pendapatan (+59,3%). Kenaikan ini disebabkan oleh kenaikan pendapatan dari layanan telekomunikasi, baik dari segmen korporasi (+77,8%) maupun ritel (+32,5%).
Namun, bagian laba dari entitas asosiasi dan ventura bersama mengalami penurunan, yang berasal dari penurunan performa produsen Sari Roti atau Nippon Indosari ($ROTI), operator KFC Indonesia atau Fast Food Indonesia ($FAST) dan Indomaret. (IDX)$BMTR: Laba bersih Global Mediacom naik 26,9%. Hal ini didorong oleh peningkatan pendapatan (+12,6%). Peningkatan pendapatan ini didorong oleh kenaikan pendapatan dominan perusahaan, yaitu dari iklan digital (+61,3%) dan non-digital (+0,4%), serta dari TV berbayar dan broadband (+10,8%). (IDX)
$MNCN: Laba bersih MNC, anak usaha dari BMTR, naik 28%. Hal ini didorong oleh peningkatan pendapatan (+6,2%) akibat meningkatnya pendapatan iklan digital yang mencapai 61%. Selain itu, adanya penurunan kerugian kurs mata uang asing juga membantu mendongkrak laba perusahaan. (IDX)
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang mengalami peningkatan dan penurunan performa apabila dibandingkan dengan Q1 2020. Beberapa di antaranya adalah:
$KBLV: Rugi bersih First Media membaik walaupun pendapatan turun 28%. Hal ini disebabkan oleh penurunan pendapatan dari segmen utama perusahaan, seperti konten dan berita (-28,5%) serta infrastruktur (-27,6%).
Namun, turunnya kerugian dari selisih kurs secara signifikan dari 379 miliar menjadi 42 miliar membantu memperbaiki performa perusahaan. (IDX)$MSKY: Rugi bersih MNC Sky Vision memburuk 2,1%. Hal ini didorong oleh penurunan pendapatan (-16,7%) akibat penurunan pendapatan dari segmen utama perusahaan, yaitu jasa penyiaran program (-18,5%). Adanya efisiensi pada beban penjualan dari 11,8 miliar menjadi 438 juta rupiah membantu perusahaan mencatatkan penurunan laba lebih rendah dari penurunan pendapatan. (IDX)
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang mengalami peningkatan dan penurunan performa apabila dibandingkan dengan Q1 2020. Beberapa di antaranya adalah:
$ASSA: Laba bersih ASSA turun 6,1% walaupun pendapatan naik 37,3%. Pendapatan meningkat drastis akibat kenaikan pendapatan dari segmen jasa pengangkutan atau express (Anter Aja) yang meningkat 290%. Penurunan laba disebabkan karena penurunan laba operasi dari segmen penjualan kendaraan bekas. (IDX)
$SPTO: Laba bersih SPTO naik 25,3%, didorong oleh kenaikan pendapatan (+2,7%). Hal ini diakibatkan karena kenaikan gross profit margin kedua segmen utama perusahaan yang meningkat, yaitu saniter dan fitting. Hal ini menutupi penurunan pendapatan pada segmen fitting (-1,57%). (IDX)
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang mengalami peningkatan dan penurunan performa apabila dibandingkan dengan Q1 2020. Beberapa contoh di antaranya adalah:
$MEDC: Performa Medco Energi berbalik dari rugi menjadi untung 5,1 juta dolar. Hal ini didorong oleh peningkatan pendapatan (+8,59%). Naiknya pendapatan ini didorong oleh peningkatan segmen utama perusahaan, yaitu kontrak penjualan minyak dan gas bumi (+9,52%) dengan naiknya harga jual rata-rata sebesar 14% menjadi 58,8 dolar per bbl. (IDX)
$DOID: Kerugian Delta Dunia memburuk dari 22,7 juta menjadi 25,5 juta dolar. Hal ini didorong oleh penurunan pendapatan (-17,61%). Turunnya pendapatan ini didorong oleh volume pengupasan lapisan tanah (-26%). Selain itu, beban keuangan perusahaan juga mengalami kenaikan sebesar 70%. (IDX)
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang mengalami peningkatan dan penurunan performa apabila dibandingkan dengan Q1 2020. Beberapa contoh di antaranya adalah:
$MEDC: Performa Medco Energi berbalik dari rugi menjadi untung 5,1 juta dolar. Hal ini didorong oleh peningkatan pendapatan (+8,59%). Naiknya pendapatan ini didorong oleh peningkatan segmen utama perusahaan, yaitu kontrak penjualan minyak dan gas bumi (+9,52%) dengan naiknya harga jual rata-rata sebesar 14% menjadi 58,8 dolar per bbl. (IDX)
$DOID: Kerugian Delta Dunia memburuk dari 22,7 juta menjadi 25,5 juta dolar. Hal ini didorong oleh penurunan pendapatan (-17,61%). Turunnya pendapatan ini didorong oleh volume pengupasan lapisan tanah (-26%). Selain itu, beban keuangan perusahaan juga mengalami kenaikan sebesar 70%. (IDX)
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang mengalami peningkatan performa apabila dibandingkan dengan Q1 2020. Beberapa di antaranya adalah:
$SLIS: Laba bersih produsen kendaraan listrik Selis meningkat 18,9%. Hal ini didorong oleh kenaikan pendapatan (+18%). Hal ini didukung oleh kenaikan pendapatan segmen komponen elektronik (+20%) dan sepeda listrik (+13,5%). (IDX)
$INDS: Laba bersih Indospring naik 12,2%. Hal ini didorong oleh kenaikan pendapatan (+9,9%). Kenaikan ini didukung oleh peningkatan penjualan produk pegas spring perusahaan yang dijual perusahaan kepada pelanggan perusahaan, yang didalamnya termasuk perusahaan otomotif. (IDX)
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang mengalami penurunan performa apabila dibandingkan dengan Q1 2020. Beberapa contoh di antaranya adalah::
$IPCC: Laba bersih Indonesia Kendaraan Terminal turun 12,3%. Hal ini didorong oleh penurunan pendapatan (-3,2%). Penurunan ini didukung oleh penurunan segmen pendapatan utama, yaitu pelayanan jasa terminal (93% dari total pendapatan) yang berasal dari kegiatan bongkar muat kargo dan penumpukan. (IDX)
$TMPO: Kerugian Tempo Inti Media membaik dari 7,6 miliar menjadi 2 miliar rupiah walaupun pendapatan turun 18,3%. Penurunan pendapatan terjadi akibat adanya penurunan pendapatan dari penjualan majalah, jasa penyelenggara acara, koran, dan iklan. Namun, efisiensi beban usaha dari 22 miliar menjadi 12 miliar rupiah membantu mendongkrak performa perusahaan. (IDX)
Selama Q1 2021, perusahaan media Grup Bakrie mengalami kenaikan performa apabila dibandingkan dengan Q1 2020. Beberapa di antaranya adalah:
$VIVA: Kerugian Visi Media Asia membaik dari 964 miliar menjadi 156 miliar rupiah. Hal ini terjadi walaupun pendapatan turun 4,2%. Penyebab utama penurunan pendapatan ini adalah penurunan pendapatan segmen utama perusahaan yaitu pendapatan dari iklan sebesar 4,48%. Namun, efisiensi beban usaha (-11,5%) serta turunnya kerugian selisih kurs (-78,5%) mendongkrak performa perusahaan. (IDX)
$MDIA: Kerugian anak usaha VIVA, Intermedia Capital membaik dari 313 miliar menjadi 47 miliar rupiah. Hal ini terjadi walaupun pendapatan turun 2,3%. Namun, efisiensi beban usaha (-11,5%) serta turunnya kerugian selisih kurs (-78,4%) mendongkrak performa perusahaan. (IDX)
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang mengalami kenaikan performa apabila dibandingkan dengan Q1 2020. Beberapa contoh di antaranya adalah:
$DSSA: Laba bersih perusahaan tambang grup Sinarmas, Dian Swastatika, meningkat 389%. Hal ini didorong oleh kenaikan pendapatan (+17,3%). Penyebab utama kenaikan pendapatan ini adalah meningkatnya pendapatan dari segmen utama perusahaan, yaitu pertambangan dari perdagangan batubara (+40%). (IDX)
$SOCI: Laba bersih Soechi Lines naik 89%. Hal ini terjadi walaupun pendapatan turun 9,27%. Penurunan pendapatan ini didorong oleh penurunan pendapatan charter kapal (-9,59%). Selain itu, turunnya beban keuangan dari pinjaman bank perusahaan serta rugi selisih kurs juga membantu mendongkrak performa perusahaan. (IDX)
Turnaround Story:
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang berhasil membalikan keadaan perusahaan yang tadinya rugi menjadi untung mencatatkan laba apabila dibandingkan dengan Q1 2020, seperti:
$MLIA: Performa Mulia Industrindo berbalik dari rugi pada Q1 2020 menjadi untung 125 miliar pada Q1 2021. Hal ini didorong oleh kenaikan total pendapatan dari kaca, gelas dan keramik sebesar 7,3%. Faktor pendorong lainnya adalah kenaikan net profit margin dari -2,3% menjadi 11,6% setelah adanya efisiensi pada biaya harga pokok penjualan (HPP) dan tidak adanya kerugian selisih kurs signifikan. (IDX)
$TPIA: Performa Chandra Asri Petrochemical berbalik dari rugi menjadi untung 1,23 triliun pada Q1 2021. Hal ini didorong oleh kenaikan pendapatan sebesar 11,7% karena kenaikan harga jual rata-rata produk petrokimia ketika volume tetap stabil. Net profit margin juga mengalami peningkatan karena penurunan biaya HPP akibat penurunan konsumsi bahan baku. (IDX)
$ANTM: Performa Antam berbalik dari rugi menjadi untung 630 miliar pada Q1 2021. Hal ini didorong oleh kenaikan pendapatan sebesar 77%. Faktor pendukung lainnya adalah kenaikan net profit margin yang didorong oleh kenaikan harga komoditas emas dan nikel. (IDX)
$SRTG: Performa Saratoga berbalik dari rugi menjadi untung 1,1 triliun pada Q1 2021, didorong oleh kenaikan pendapatan sebesar 119%. Hal ini disebabkan oleh kerugian neto atas investasi saham sudah berbalik menjadi untung dan didorong oleh kenaikan harga saham infrastruktur dan consumer yang dimiliki perusahaan. (IDX)
$FILM: Performa MD Pictures berbalik dari rugi menjadi untung 17 miliar pada Q1 2021. Hal ini didorong oleh kenaikan pendapatan (+107,6%). Hal ini disebabkan oleh kenaikan pendapatan film digital (+19.762%) berhasil mengimbangi penurunan pendapatan film dari layar lebar. Selain itu, net profit margin juga terangkat karena efisiensi beban HPP dan beban usaha. (MD Pictures)
$EMTK: Performa Emtek berbalik dari rugi menjadi untung 217 miliar rupiah pada Q1 2021. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya kerugian dari operasi yang dihentikan seperti yang terdapat pada Q1 2020, yaitu penjualan 6% saham PT EAN (Elang Andalan Nusantara), yang di dalamnya terdapat startup Dana. Transaksi ini membuat kepemilikan terhadap PT EAN menjadi 49% dan tidak lagi dikonsolidasi ke dalam laporan keuangan. Tanpa melihat transaksi itu, laba dari operasi yang dilanjutkan turun dari 372 miliar menjadi 217 miliar. (IDX)
$SPMA: Performa Suparma berbalik dari rugi menjadi untung 33 miliar pada Q1 2021. Hal ini didorong oleh kenaikan pendapatan (produk kertas) sebesar 6,7%. Selain itu, penurunan kerugian selisih kurs dari 70 miliar menjadi 13 miliar juga menyebabkan kenaikan net profit margin. (IDX)
Degrowth Story:
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang mengalami penurunan rugi bersih apabila dibandingkan dengan Q1 2020. Beberapa contoh di antaranya adalah:
$MPPA: Rugi bersih Matahari Putra Prima turun dari 100,2 miliar menjadi 83,7 miliar rupiah. Pendapatan perusahaan mengalami penurunan (-20,7%). Segmen eceran perusahaan (-20,9%) lebih terdampak dibandingkan segmen grosir (-8,6%).
Adanya efisiensi pada beban penjualan serta beban umum dan administrasi membantu perusahaan menurunkan kerugian. (IDX)$CTTH: Rugi bersih produsen marmer Citatah turun dari 20,15 miliar menjadi 8,95 miliar rupiah. Hal ini disebabkan oleh peningkatan pendapatan (+29,64%). Walaupun sudah terdapat efisiensi pada beban usaha (-23,36%), masih adanya kerugian mata uang asing serta beban bunga membuat perusahaan tetap merugi. (IDX)
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang mengalami penurunan performa apabila dibandingkan dengan Q1 2020. Beberapa contoh di antaranya adalah:
$BAYU: Performa keuangan travel agent Bayu Buana berbalik dari untung 2,49 miliar rupiah menjadi rugi 6,81 miliar rupiah. Hal ini didorong oleh penurunan pendapatan (-80,85%) akibat penurunan drastis penjualan tiket, tur, dan hotel. (IDX)
$HOKI: Laba bersih produsen beras Buyung Poetra Sembada turun 52,65%. Hal ini didorong oleh penurunan penjualan sebesar 46,55%. Penurunan ini terjadi akibat penurunan penjualan beras, yang berkontribusi 98,5% pada pendapatan perusahaan. (IDX)
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang mengalami penurunan performa apabila dibandingkan dengan Q1 2020. Beberapa contoh di antaranya adalah:
$ACES: Laba bersih Ace Hardware turun 34,2%. Hal ini didorong oleh penurunan pendapatan sebesar 14,5%. Hal ini diakibatkan oleh penurunan pendapatan dari segmen produk perbaikan rumah (-13,1%), produk gaya hidup (-17,1%), dan produk permainan (-2,2%). (IDX)
$SMMA: Laba bersih Sinarmas Multiartha turun 21,0% walaupun pendapatan meningkat 35%. Penyebab utama dari penurunan performa adalah beban underwriting asuransi yang meningkat secara drastis (+242%) dan bahkan menjadi lebih besar (8,98T) dibandingkan pendapatan underwriting asuransi perusahaan (7,43T) akibat adanya kenaikan drastis jumlah dana pemegang polis unit link. (IDX)
Selama Q1 2021, kedua anak usaha dari Asia Pulp & Paper mengalami penurunan performa apabila dibandingkan dengan Q1 2020. Beberapa contoh di antaranya adalah:
$INKP: Laba bersih Indah Kiat turun 22,3% walaupun pendapatan naik 2,7%. Kenaikan ini dipicu oleh kenaikan pendapatan dua segmen perusahaan yaitu kertas budaya (+14,4%) serta kertas industri dan tissue (+12,5%) yang menutupi penurunan pendapatan segmen pulp (-21,1%). Penurunan laba didorong oleh penurunan keuntungan selisih kurs (-42,8%). (IDX)
$TKIM: Laba bersih Tjiwi Kimia turun 52% walaupun pendapatan cenderung stagnan (-0,2%). Hal ini karena walaupun pendapatan kertas industri tumbuh 50,9%, pendapatan dari segmen dominan perusahaan, kertas budaya turun 13,1%.
Penurunan laba didorong oleh penurunan keuntungan selisih kurs (-67,8%) serta penurunan bagian atas laba dari entitas asosiasi (-35%), yaitu PT OKI Pulp & Paper Mills. (IDX)
Selama Q1 2021, terdapat beberapa perusahaan yang mengalami penurunan performa apabila dibandingkan dengan Q1 2020. Beberapa contoh di antaranya adalah:
$DMND: Laba bersih Diamond Food Indonesia turun 45,24%. Hal ini didorong oleh penurunan pendapatan (-7,13%) yang dialami kedua segmen perusahaan, yaitu produk bermerek dan tidak bermerek. Selain itu, kenaikan beban administrasi sebesar 67% juga berdampak pada penurunan performa perusahaan. (IDX)
$GWSA: Laba bersih perusahaan properti Greenwood Sejahtera turun 60,63%. Hal ini didorong oleh penurunan pendapatan (-20%) yang disebabkan oleh penurunan penerimaan pendapatan sewa (-58%), walaupun pendapatan hotel masih meningkat (+13,62%).
Selain itu, juga terdapat penurunan bagian laba dari entitas asosiasi (-30%), yang di dalamnya terdapat pusat perbelanjaan seperti Kuningan City, Emporium Pluit Mall, dan Senayan City. (IDX)