🏠 Kenaikan Suku Bunga Berhenti, Waktunya Sektor Properti Beraksi? / by Syanne Gracetine

Selama 2022, performa sektor properti dan real estate ($IDXPROPERT) terkoreksi sebesar -7,70% dan tertinggal dibandingkan IHSG yang mencetak kenaikan sebesar +4,09%. Penurunan harga saham di sektor properti sendiri terjadi di tengah kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebesar 225 bps dari Agustus 2022 hingga Januari 2023.

Meski harga saham emiten properti yang tertekan, sebenarnya kinerja keuangan pada FY22 tidaklah mengecewakan. Berdasarkan kinerja 4 emiten properti unggulan – yang terdiri dari $BSDE, $CTRA, $SMRA dan $PWON – rata-rata laba bersih naik +48,03% YoY, dengan rata-rata pendapatan tumbuh +8,75% YoY dan rata-rata marketing sales +6,05% YoY. Capaian ini salah satunya juga ditopang oleh insentif PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) pada 2021 hingga September 2022. 

Walaupun insentif PPN DTP tidak diperpanjang, kabar baik muncul dari keputusan Bank Indonesia yang sudah menahan laju kenaikan suku bunga di level 5,75% sejak Februari 2023. Kondisi ini memunculkan ekspektasi bahwa suku bunga Bank Indonesia telah mencapai puncaknya dan berpotensi mulai dipangkas, sehingga dapat berimbas positif terhadap penjualan properti. Investor pun mulai bereaksi positif, yang tercermin dari rata-rata kenaikan harga saham keempat emiten tersebut sebesar +15,76% YTD.

Lantas, apakah ini menjadi awal kebangkitan saham-saham emiten properti? Apakah masih terdapat ruang lanjutan untuk kenaikan saham-saham properti?

Berkaca pada 2016–2017 ketika tingkat suku bunga diturunkan, akankah prestasi emiten dapat terulang? Siapakah emiten yang menjadi juaranya? Serta apa saja risiko yang wajib diantisipasi investor?


Kinerja Emiten Properti pada 1Q23


Pada 1Q23, keempat emiten unggulan properti berhasil menorehkan performa yang solid sebagai berikut:

Pic: Rekapitulasi kinerja profitabilitas dan marketing sales 1Q23
Sumber: Laporan keuangan perusahaan, press release

Jika diamati secara agregat, rata-rata pendapatan dan laba bersih keempat emiten masih bertumbuh masing-masing sebesar +12% YoY dan +65% YoY dengan pertumbuhan pendapatan serta laba bersih terbesar berasal dari BSDE. Namun, tampak terjadi pelemahan secara kuartalan, di mana rata-rata pendapatan turun -1,2% QoQ dan laba bersih turun -14,0% QoQ

Di sisi lain, tren marketing sales cenderung melemah baik secara tahunan (YoY) maupun kuartalan (QoQ), yang diakibatkan oleh berakhirnya kebijakan pemberian insentif PPN DTP di September 2022. Tercatat hanya CTRA yang mencatatkan pertumbuhan marketing sales yang signifikan pada 1Q23. . 

Meski demikian, tren marketing sales ke depan berpeluang meningkat secara gradual jika suku bunga BI mulai dipangkas serta pemulihan ekonomi yang dapat mendorong tingkat pembelian properti

Sementara itu, dari segi rincian pendapatan tiap emiten, maka ada 2 hal yang dapat disimpulkan, yakni:

  • Pemulihan dari segmen recurring lebih kuat seiring dengan tingkat okupansi hotel dan pusat perbelanjaan atau mall yang telah kembali normal. Secara rata-rata, kenaikan pendapatan keempat emiten dari segmen recurring yakni +25,3% YoY (vs. non-recurring atau property development: +1,17% YoY).

  • Jika dirinci, rata-rata pendapatan dari segmen property development untuk keempat emiten masih tertekan khususnya apartemen (-55,1% YoY), ruko (-53,9% YoY), dan perkantoran (-45,0% YoY).

Pemulihan yang lebih kuat pada segmen recurring income tersebut juga tercermin dari rekapitulasi marjin laba kotor (GPM) berikut ini: 

Pic : Rekapitulasi marjin laba kotor (GPM) pada 1Q22 dan 1Q23.
Sumber: Laporan keuangan perusahaan

Lantas bagaimana dengan performa harga saham keempat emiten tersebut? 

Jika dilihat sejak awal tahun ini, harga saham keempat emiten kompak mengalami apresiasi sebesar rata-rata +13,17% YTD, dengan saham BSDE mengalami kenaikan terbesar. Pergerakan positif juga masih berlanjut hingga sebulan terakhir dengan rata-rata kenaikan +11,6% MoM, di mana SMRA berhasil mencetak kenaikan tertinggi yakni +22,64% MoM.

Pic:Pergerakan harga saham periode 1M, 3M, dan YTD.
Sumber: Stockbit per 18 Mei 2023

Apresiasi di Tengah Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga

Apresiasi harga saham keempat harga saham properti tersebut muncul di tengah ekspektasi investor terhadap potensi pemangkasan suku bunga Bank Indonesia. Bank sentral tersebut pun telah menahan laju kenaikan suku bunga acuannya sejak Februari 2023 di level 5,75%. 

Ekspektasi tersebut didasarkan dengan tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia yang saat ini sudah hampir mendekati puncak pada 2019 di level 6%. Pada tahun tersebut, BI sempat menahan suku bunga sebesar 6% selama 8 bulan sebelum akhirnya mulai melakukan pemangkasan pertama kali sebesar 25 bps pada Juli 2019.

Pic: Pergerakan suku bunga Bank Indonesia pada 2019–April 2023. 
Sumber: tradingeconomics.com

Bank Indonesia sendiri menyatakan beberapa alasan yang melandasi keputusan untuk menahan suku bunga, antara lain:

  • Tingkat inflasi Indonesia konsisten melandai dan kini sudah di level 4,9% YoY per April 2023 dengan inflasi inti sebesar 2,9% YoY

  • Pertumbuhan ekonomi relatif solid, per 1Q23 tercatat di level +5,03% YoY

  • Pergerakan nilai tukar rupiah yang cenderung menguat terhadap dolar AS, di mana rupiah telah terapresiasi sebesar +6,1% YTD

Oleh karena itu, ekspektasi investor atas kemungkinan terjadinya pemangkasan suku bunga BI kian meningkat dan mendorong kenaikan harga saham. Secara teoritis, suku bunga yang lebih rendah dapat meningkatkan daya beli para pembeli properti, khususnya mereka yang memilih skema pembayaran cicilan. Dengan demikian, permintaan properti diharapkan bisa meningkat.

Kenaikan harga saham emiten properti sejak awal 2023 memiliki kemiripan dengan kondisi pada 2016–2017. Saat itu, BI memangkas suku bunga sebanyak 275 bps secara beruntun tanpa henti, dari 7,5% pada Desember 2015 menjadi 4,75% pada Oktober 2017.

Pic: Pergerakan harga saham emiten properti dan suku bunga BI 2015-2016.
Sumber: Chartbit Stockbit, BI Website

Jika dilihat dari grafik di atas, terlihat bahwa sekitar 3–4 bulan sebelum suku bunga dipangkas pada Januari 2016, harga saham emiten properti mulai menunjukan penguatan. Jika mengambil titik terendah pada September 2015 hingga tertinggi pada September 2016, rata-rata kenaikan harga saham keempat emiten mencapai +78,4% dengan rincian: 

  • BSDE naik +56,6%

  • CTRA naik +96,3%

  • SMRA naik +56,7%

  • PWON naik +103,9%


Kenaikan harga saham tersebut seperti mencerminkan pepatah lama, bahwa β€œStock market is a forward looking machine.” Hal ini tercermin dari apresiasi harga saham emiten properti yang ditopang oleh ekspektasi investor atas kemungkinan pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia.  

Oleh karena itu, investor perlu memperhatikan perubahan kebijakan moneter Bank Indonesia serta menilik seberapa signifikan efeknya ke penyesuaian bunga KPR oleh para perbankan. Kedua faktor tersebut dapat membantu untuk mengukur permintaan konsumen atas properti.


Mengukur Signifikansi Pemangkasan Suku Bunga terhadap Permintaan Properti

Penurunan suku bunga adalah hal krusial bagi emiten properti, khususnya bagi konsumen. Begitu pula dengan pemberian insentif yang bertujuan meringankan beban pendanaan. Sebab, fasilitas KPR masih menjadi pilihan utama dalam pembelian properti residensial dengan sekitar 75% dari total pembiayaan per 4Q22.

Pic:  Komposisi skema pembayaran properti.
Sumber: Survei Harga Properti Residential BI 4Q22

Salah satu contohnya ketika kebijakan insentif PPN DTP selesai per September 2022. Kebijakan ini dilakukan menyusul suku bunga BI yang mulai dinaikkan sebesar 25 bps pada Agustus 2022 ke 3,75% pasca ditahan selama 18 bulan di level 3,5%. Akibatnya, appetite konsumen terhadap pembelian properti berkurang. 

Pic: Indeks harga properti tiap tipe rumah. 
Sumber: Survei Harga Properti Residential BI 4Q22

Penyesuaian bunga KPR bersifat lagging


Penyesuaian antara kenaikan bunga KPR dengan suku bunga BI bersifat lagging. Jika diperhatikan, rate KPR sebesar 7,98% pada Desember 2022 hanya naik +0,38% dari titik terendah pada tahun tersebut yang berada di level 7,6% pada Juni 2022. Padahal, suku bunga Bank Indonesia telah naik 2% dalam rentang waktu yang sama, dari 3,5–5,5%.  

Pic: Ekspektasi inflasi di Indonesia
Sumber: Lembaga-lembaga terkait

Hal menarik untuk diamati adalah kenaikan suku bunga KPR yang masih sedikit di tengah kenaikan suku bunga yang agresif oleh Bank Indonesia. Kondisi tersebut didasarkan oleh kondisi likuiditas perbankan yang memadai, sehingga bank berlomba-lomba menyalurkan pembiayaan ke sektor yang dianggap menjanjikan termasuk properti. 

Mengacu data suku bunga KPR (fixed rate) tenor 10 tahun dari $BBCA, $BBRI, $BBNI, $BMRI dan $BBTN, saat ini rate berada di rentang 7,25–7,88%.

Dengan demikian, sektor properti berpotensi mendapatkan triple tailwinds, baik dari peningkatan pertumbuhan ekonomi (baca tentang rotasi sektoral), potensi pemangkasan suku bunga oleh Bank Indonesia dan kompetisi ketat perbankan di segmen KPR yang membuka ruang untuk penurunan suku bunga KPR berpotensi menurunkan suku bunga. 


Valuasi

Dari segi valuasi P/BV Ratio keempat emiten properti kompak berada di posisi yang rendah dalam 10 tahun terakhir, dengan valuasi di sekitar 1 standar deviasi di bawah rata-rata historis Artinya, tekanan jual terhadap emiten properti berpotensi semakin minim, sehingga downside risk atas penurunan harga saham berkurang.

Pic: PBV Band (10Y) BSDE, CTRA, SMRA, PWON.
Sumber: Stockbit (per 23 Mei 2023) 

Lantas, apakah momen ini menjadi buying opportunity? Akankah penguatan harga saham pada 2016–2017 akan terulang kembali kali ini? Dan apakah kinerja emiten properti dapat kembali terakselerasi ketika suku bunga dipangkas? We provide, you decide!


________________
Penulis: 

Syanne Gracetine, Investment Analyst

Editor: 

Edi Chandren, Investment Analyst Lead

Calvin Kurniawan, Investment Analyst Lead

Aulia Rahman Nugraha, Senior Investment Journalist

Copyright 2023 Stockbit, all rights reserved.

Disclaimer: 

Semua konten dalam artikel ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

PT Stockbit Sekuritas Digital (β€œStockbit”),  Perusahaan efek yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. 

Selanjutnya, semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah β€œhttps://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri β€œ@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.