Guest User

πŸ”‹ Head to Head IPO Saham Nikel: NCKL vs MBMA by Guest User

Bursa Efek Indonesia akan kedatangan 2 emiten di bidang pertambangan dan pengolahan nikel pada April 2023. Kedua emiten tersebut adalah Trimegah Bangun Persada ($NCKL) yang merupakan anak usaha grup Harita dan Merdeka Battery Materials ($MBMA) yang merupakan cucu usaha dari Merdeka Copper Gold ($MDKA).

Kedua perusahaan ini memiliki lini bisnis nikel yang terintegrasi, mulai dari pertambangan, pengolahan atau smelter, hingga pengembangan kawasan industri. Menariknya lagi, potensi pendanaan yang didapat oleh keduanya terhitung cukup besar di tengah maraknya perhelatan IPO belakangan ini.

Lalu, bagaimana perbandingan antara kedua perusahaan ini – baik dari struktur kepemilikan, cadangan mineral, proyek hilirisasi, hingga valuasi? Siapa yang lebih menarik? Mari kita bahas lebih lanjut.

Struktur Kepemilikan

NCKL 

NCKL adalah anak usaha grup Harita yang dimiliki melalui PT Harita Jayaraya. Grup Harita sendiri dimiliki oleh salah satu konglomerat terkaya di Indonesia, Lim Hariyanto Wijaya. Selain pertambangan mineral, lini bisnis grup ini juga mencakup komoditas lain seperti kayu dan kelapa sawit. Setelah IPO, NCKL akan tetap dikendalikan oleh PT Harita Jayaraya dengan porsi kepemilikan lebih dari 86%.

Di bursa saham, grup Harita juga memiliki 60,6% saham di emiten pertambangan bauksit dan alumina, Cita Mineral Investindo (CITA), dan 78,1% saham di emiten perkayuan, Tirta Mahakam Resources (TIRT).

MBMA

Berbeda dengan NCKL yang hanya memiliki satu pemegang saham kunci, MBMA memiliki struktur kepemilikan yang lebih terdiversifikasi. Pemegang saham utama dari MBMA adalah PT Merdeka Energi Nusantara, perusahaan yang 99,99% sahamnya dimiliki oleh MDKA

MDKA sendiri cukup dikenal karena disokong oleh beberapa grup usaha seperti Saratoga, Provident, dan keluarga Thohir. Setelah IPO, sejumlah tokoh kunci dari grup-grup tersebut juga masih tercatat memiliki saham secara langsung di MBMA, antara lain Garibaldi Thohir (11,14%), Winato Kartono (6,33%), dan Edwin Soeryadjaya (2,13%).

Pic: Komposisi pemegang saham MBMA setelah IPO
Source: Prospektus IPO

Operasional: Mitra, Aset Pertambangan, Smelter, dan Kawasan Industri

Mitra

Seperti yang dijelaskan di awal, NCKL dan MBMA memiliki bisnis nikel yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Keduanya juga memiliki proyek pengembangan kawasan industri.

Dalam menjalankan bisnis tersebut, NCKL dan MBMA memiliki mitra strategisnya masing-masing

NCKL, misalnya, bermitra dengan Lygend Resources & Technology Co., Ltd. atau Lygend, perusahaan asal China yang bergerak di bidang rantai pasokan nikel. Dalam kemitraan ini, NCKL berinvestasi di beberapa proyek smelter yang dijalankan oleh anak usaha Lygend. Tak hanya itu, seluruh bijih nikel limonit yang diproduksi NCKL juga dijual ke anak usaha Lygend sekaligus entitas asosiasi perseroan, PT Halmahera Persada Lygend, sementara feronikel dijual ke Lygend.

Adapun MBMA bermitra dengan Tsingshan Holding Group, perusahaan asal China di bidang stainless steel dan nikel. Keduanya tercatat memiliki joint venture di bidang pertambangan dan smelter, serta bekerja sama dalam pengembangan kawasan industri.

Lantas, apa saja aset pertambangan, smelter, dan kawasan industri yang dimiliki oleh NCKL dan MBMA? Berikut rinciannya.

Aset Pertambangan

NCKL

Kegiatan operasional NCKL terletak di Pulau Obi, Maluku Utara. Di pulau tersebut, NCKL memiliki 2 pertambangan nikel laterit aktif, yakni Kawai dan Loji, dengan total luas mencapai 5.524 hektare

Selain pertambangan aktif, NCKL juga memiliki 2 konsesi untuk prospek pertambangan nikel dengan total luas 3.660 hektare di Tabuji-Lauwi dan Jikodolong, yang juga terletak di Pulau Obi. Melalui keempat proyek ini, NCKL memiliki total cadangan bijih saprolit dan limonit sebanyak 168,89 juta wet metric ton (wmt), dengan rata-rata kadar nikel tertimbang sebesar 1,31%.

Pic: Cadangan bijih NCKL
Source: Prospektus IPO

MBMA

Aset pertambangan utama milik MBMA berasal dari PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM), perusahaan joint venture bersama grup Tsingshan. SCM sendiri memiliki tambang di Konawe, Sulawesi Tenggara dengan total luas mencapai 21.100 hektar

Tambang SCM merupakan salah satu tambang nikel terbesar di dunia dengan sumber daya (resource) JORC per Mei 2022 sebesar 1,1 miliar dry metric ton (dmt) atau setara 860 juta wet metric ton (wmt), dengan kandungan nikel sebanyak 13,8 juta ton (1,25%). Kandungan nikel tersebut terdiri dari 77% limonit dan 23% saprolit, serta diperkirakan juga memiliki kandungan kobalt sebesar 1 juta ton.

Pengolahan Nikel (Smelter) 

NCKL

NCKL telah memiliki beberapa fasilitas pengolahan smelter rotary kiln electric furnace (RKEF) yang menghasilkan produk feronikel. Pertama, melalui fasilitas PT Megah Surya Pertiwi yang terdiri dari 4 lini produksi dengan kapasitas total produksi sebesar 25 ribu ton feronikel per tahun

Kedua, NCKL memiliki fasilitas smelter RKEF di bawah PT Halmahera Jaya Feronikel yang direncanakan memiliki total 8 lini produksi. Dari jumlah tersebut, 4 lini di antaranya telah berproduksi dengan kapasitas 59 ribu ton per tahun

Terakhir, NKCL juga memiliki 35% saham di PT Karunia Permai Sentosa. Perusahaan tersebut memiliki proyek smelter RKEF dengan 12 lini produksi dan kapasitas produksi sebesar 185 ribu feronikel per tahun. Konstruksi proyek dimulai pada 2Q23, dengan produksi penuh ditargetkan pada 2Q25.

Selain smelter RKEF, NCKL juga memiliki fasilitas smelter high pressure acid leaching (HPAL) melalui 45,1% saham di PT Halmahera Persada Lygend. Fasilitas HPAL ini utamanya memanfaatkan bijih dengan kadar nikel rendah (limonit) dengan produk perantara yang dihasilkan berupa mixed hydroxide precipitate (MHP) – yang merupakan bahan baku baterai kendaraan listrik – dan produk akhir berupa nikel dan kobalt sulfat

Tahap I dari proyek HPAL tersebut telah beroperasi sejak 2021 dan terdiri dari 2 lini produksi dengan kapasitas 37 ribu ton per tahun. Adapun proyek HPAL tahap II direncanakan memiliki kapasitas 18 ribu ton per tahun dengan konstruksi dimulai sejak September 2021.

Pic: Ilustrasi proses pengolahan nikel menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik
Source: Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves)

MBMA

Sementara itu, MBMA memiliki 2 kapasitas smelter RKEF yang telah beroperasi dengan total kapasitas produksi sebesar 38 ribu ton per tahun dalam bentuk nickel pig iron (NPI). Saat ini, MBMA juga tengah membangun fasilitas RKEF ke-3 dengan rencana kapasitas terpasang sebesar 50 ribu ton per tahun, yang ditargetkan mulai beroperasi pada 2H23

Selain smelter RKEF, MBMA juga berencana mengembangkan 2 fasilitas HPAL. Fasilitas pertama ditargetkan mulai beroperasi pada 2025 dengan kapasitas penuh sebesar 120 ribu ton per tahun

Selain itu, MBMA memiliki proyek Acid Iron Metal (AIM) yang akan memproduksi asam dan uap untuk digunakan di fasilitas HPAL. Proyek ini direncanakan mulai berproduksi pada 2H23.

Pic: Aset-aset terkait material baterai EV milik MBMA
Source: Company Presentation MDKA

Kawasan Industri

Pada 2020, NCKL mendapatkan mandat untuk pengembangan Kawasan Industri Pulau Obi, yang merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional. Usaha ini dijalankan melalui salah satu entitas asosiasi, PT Dharma Cipta Mulia, di mana NCKL memiliki 40% saham di perusahaan tersebut. 

Pengembangan kawasan industri juga dilakukan oleh MBMA melalui kerja sama dengan Tsingshan. Keduanya mengembangkan Kawasan Industri Konawe dengan luas 3.500 hektare. Kawasan ini akan difokuskan untuk produksi bahan baku baterai, salah satunya adalah melalui rencana pembangunan fasilitas HPAL.

Pic: Aset dan fasilitas pertambangan milik NCKL dan MBMA
Source: Prospektus, company presentation

Alokasi Dana IPO

NCKL

Saat IPO, NCKL menawarkan 7,99 miliar lembar (12,67%) saham dengan harga 1.250 rupiah per lembar. Dengan demikian, dana yang didapatkan oleh NCKL saat IPO sekitar 10 triliun rupiah.

Dari dana jumlah tersebut, 38,08% di antaranya akan digunakan oleh NCKL untuk keperluan modal kerja. NCKL juga mengalokasikan sebesar 32,27% untuk setoran modal dan pinjaman yang akan diberikan kepada entitas anak maupun entitas asosiasi. Berikutnya, sebanyak 27,53% untuk pembayaran utang ke berbagai pihak, di antaranya OCBC Ltd., OCBC NISP (NISP), PT Dwimuria Investama Andalan (pengendali dari BBCA), serta kepada PT Harita Jayaraya selaku perusahaan induk NCKL. Sisanya sebesar 2,12% untuk keperluan belanja modal.

MBMA

Hingga tulisan ini dibuat, MBMA belum menentukan harga saham IPO-nya. Namun, Reuters melaporkan bahwa MBMA berencana memasang harga saham IPO sebesar 795 rupiah per lembar. Dengan saham yang dilepas maksimum 11 miliar lembar (10,24%) saham, maka indikasi dana hasil IPO saham MBMA setidaknya mencapai 8,75 triliun rupiah.

Dalam prospektus, MBMA menjelaskan bahwa mereka akan mengeluarkan saham tambahan maksimum 1,1 miliar lembar (1,01%) saham jika IPO mengalami kelebihan pemesanan pada penjatahan terpusat. Jika itu terjadi, maksimum dana yang diraih MBMA saat IPO mencapai 9,62 triliun rupiah.

MBMA akan menggunakan 48% dari dana hasil IPO untuk pembayaran pinjaman kepada 2 pihak, yaitu MDKA sebesar 225 juta dolar AS dan ING Bank NV sebesar 75 juta dolar AS. Lalu, 45,5% untuk pinjaman dan setoran modal ke beberapa entitas anak, yang selanjutnya akan digunakan antara lain untuk kebutuhan modal kerja dan belanja modal. Selain itu, sebanyak 5% akan digunakan untuk mengambil alih hak tagih sebesar 30 juta dolar AS atas perjanjian fasilitas dukungan induk yang diberikan MDKA kepada PT Merdeka Tsingshan Indonesia. Sisanya sebesar 1,5% akan digunakan oleh MBMA sebagai modal kerja.

Kinerja Keuangan dan Valuasi

Dengan kegiatan operasi yang sudah dimulai sejak 2010, NCKL memiliki track record yang lebih panjang dibandingkan MBMA yang baru membukukan pendapatan pada 2022. 

Per 11M22, NCKL mencatatkan pendapatan sebesar 9 triliun rupiah (+17,3% YoY). Dari sisi bottom line, NCKL membukukan laba bersih sebesar 4,3 triliun rupiah (+239,5% YoY) pada periode tersebut, yang juga didorong oleh kenaikan pada pos bagian atas laba entitas asosiasi

Di sisi lain, MBMA mencatatkan pendapatan sebesar sebesar 394,1 juta dolar AS atau 5,9 triliun rupiah selama 11M22, dengan laba bersih sebesar 36,8 juta dolar AS atau 551,6 miliar rupiah.

Setelah IPO, valuasi P/E (TTM) NCKL per 11M22 berada di level 15,7x dengan P/BV 4,1x. Di sisi lain, dengan asumsi jumlah saham yang dilepas sebanyak 11 miliar lembar dengan harga 795 rupiah per lembar, rasio P/E (TTM) MBMA tergolong cukup premium di level 154,8x, dengan P/BV 2,96x.

Pic: Perbandingan kinerja keuangan dan valuasi per 11M22 (TTM)
Source: Stockbit analysis, prospektus IPO

Nah, menurut kamu, mana yang lebih menarik? Apakah MBMA yang kegiatan produksinya baru dimulai dan memiliki ruang pertumbuhan yang besar? Atau justru NCKL yang lebih menarik karena telah memiliki beberapa smelter RKEF dan HPAL? We provide, you decide.

________________

Penulis: 

Anggaraksa Arismunandar, Senior Investment Analyst Stockbit

Editor: 

Aulia Rahman Nugraha, Senior Investment Journalist Stockbit

Copyright 2023 Stockbit, all rights reserved.

Disclaimer

Semua konten dalam artikel ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

PT Stockbit Sekuritas Digital (β€œStockbit”),  Perusahaan efek yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. 

Selanjutnya, semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah β€œhttps://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri β€œ@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.

🧈 $BRMS: Potensi Besar dari Kenaikan Produksi, Bagaimana Valuasinya? by Guest User

πŸ‘‹ Stockbitor!

Di tengah potensi perlambatan ekonomi global dan ketidakpastian kebijakan moneter, emas digadang-gadang sebagai salah satu komoditas yang memiliki prospek menarik di tahun 2023. Setelah sempat terpuruk hingga level 1.600 dolar AS per troy oz pada bulan September 2022, harga emas mulai reli pada akhir tahun lalu dan menyentuh harga 1.950 dolar AS per troy oz. 

Terlepas dari harga yang emas yang membaik, salah satu emiten produsen emas di BEI – Bumi Resources Minerals ($BRMS) – berpotensi mengalami peningkatan produksi yang signifikan dalam beberapa tahun ke depan. Saat ini, BRMS memiliki 2 pabrik pengolahan emas yang telah beroperasi, dengan tambahan 2 pabrik lain yang saat ini dalam tahap pembangunan

Selain itu, BRMS juga baru saja mendapatkan tambahan cadangan mineral yang berpotensi menambah umur tambang milik anak usaha perseroan. Dengan berbagai katalis yang menyelimuti, bagaimana dampaknya terhadap kinerja keuangan serta pergerakan harga BRMS ke depan? Apakah valuasinya masuk akal dibanding dengan potensinya? Yuk kita bahas!


Peningkatan kapasitas pabrik dan produksi hingga 2024

Pic: Kapasitas pabrik pengolahan emas milik BRMS

Pertumbuhan output produksi Emas BRMS (troy oz)

Pic: BRMS, Stockbit Analysis 

Potensi growth BRMS datang dari penambahan produksi, seiring dengan mulai beroperasinya pabrik pengolahan bijih emas ke-2 milik anak usahanya, PT Citra Palu Minerals, dengan kapasitas 4.000 ton per hari. Pabrik tersebut telah beroperasi sejak November 2022 dengan kapasitas awal 200–500 ton per hari. Rencananya, kapasitas pabrik tersebut akan naik secara bertahap hingga beroperasi penuh pada 2Q23. Fasilitas ini menambah kapasitas pabrik pengolahan pertama dengan kapasitas 500 ton per hari yang telah beroperasi sejak 2020 lalu.

Selain kedua pabrik tersebut, BRMS juga tengah membangun pabrik ke-3 dan ke-4 yang direncanakan mulai beroperasi pada 2024. Dana untuk pembangunan kedua pabrik ini telah terlebih dahulu diamankan melalui 2 kali rights issue yang telah dilaksanakan BRMS pada 2021 dan 2022, di mana hal ini menjadi sebuah advantage di tengah tren kenaikan suku bunga. 

Pabrik emas ke-3 BRMS berlokasi di Palu dengan kapasitas 4.000 ton per hari. Pabrik ini dibiayai dengan dana yang diperoleh dari rights issue I yang dilaksanakan pada 2021. 

Sementara itu, pabrik ke-4 berlokasi di Gorontalo dan memiliki kapasitas 2.000 ton per hari. Pabrik ini dibangun menggunakan dana hasil rights issue II yang dirampungkan pada awal 2022. Rencananya, pembangunan pabrik ke-3 dan ke-4 ini akan selesai pada 1Q24, dengan kegiatan operasional dimulai pada 2Q24.

Dengan keempat pabrik tersebut, kapasitas pengolahan bijih emas BRMS berpotensi naik secara bertahap hingga diperkirakan mencapai kapasitas penuh sebanyak 10.500 ton per hari pada 2025. Dengan penambahan kapasitas pengolahan emas, volume produksi emas BRMS pun diperkirakan akan melonjak dalam beberapa tahun ke depan. 

Sebagai gambaran, ketika fasilitas pabrik emas pertama baru mulai beroperasi, PT Citra Palu Minerals mampu menghasilkan 73 kg (2.200 troy oz) emas pada 2020. Ketika pabrik berkapasitas 500 ton per hari itu beroperasi penuh, PT Citra Palu Minerals mencatatkan produksi emas hingga 139 kg (~4.300 troy oz) pada 2021. 

Untuk target produksi ke depan, Direktur BRMS Herwin Hidayat mengatakan bahwa pihaknya mengharapkan produksi emas dapat naik signifikan ke angka 25.000 troy oz pada tahun ini dan naik lagi mencapai 40.000 troy oz pada 2024

Dalam memproyeksikan angka produksi emas sendiri, terdapat beberapa variabel yang perlu diperhatikan, seperti kadar kandungan emas, tingkat utilisasi pabrik, serta recovery rate atau porsi mineral berharga yang dihasilkan setelah tahap pemurnian.


Tambahan cadangan mineral untuk mengimbangi kenaikan produksi

Dalam 9 bulan terakhir, BRMS telah 2 kali mengumumkan tambahan sumberdaya (resources) dan cadangan (reserves) mineral baru oleh PT Citra Palu Minerals. Pada Agustus 2022, PT Citra Palu Minerals melaporkan kenaikan sumberdaya mineral di Blok 1 Poboya dari 17,8 juta ton menjadi 21,7 juta ton. Sejalan dengan itu, jumlah cadangan bijih mineral juga dilaporkan bertambah dari 8,5 juta ton menjadi 14,2 juta ton.

Pada Februari 2023, BRMS kembali mengumumkan temuan 8 juta ton bijih mineral baru, sehingga total sumber daya naik menjadi 28,4 juta ton dan cadangan bijih naik menjadi 22,8 juta ton. Jumlah cadangan ini diperkirakan memiliki rerata kadar emas sebesar 2,4 gram per ton, sehingga mengimplikasikan kandungan emas sebanyak 1,76 juta oz.

Tambahan cadangan mineral ini menjadi katalis positif karena akan mengimbangi kenaikan kapasitas produksi pabrik emas milik BRMS. Tanpa tambahan cadangan mineral baru, kenaikan produksi akan berimbas kepada semakin pendeknya umur tambang BRMS.

Jumlah Cadangan dan Sumber Daya mineral Blok 1 - Poboya

Source: Company

Makroekonomi 2023: potensi mendorong penguatan emas?

Berbeda dengan komoditas lain yang umumnya berfungsi sebagai bahan baku, fungsi utama emas digunakan sebagai sarana lindung nilai dan investasi. Hal ini karena dalam jangka panjang, harga emas cenderung bergerak menguat. Pergerakan harga emas juga tidak terlepas dari berbagai faktor makroekonomi dan geopolitik. Pada 2023, beberapa faktor tersebut berpotensi menjadi katalis bagi harga emas:

  • Potensi perlambatan ekonomi global yang diproyeksikan oleh berbagai lembaga dunia. Sebagai contoh, World Bank memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 1,7% (dari sebelumnya 3%). Harga emas cenderung memiliki performa yang baik di tengah resesi.

  • Pelemahan dolar AS terhadap mata uang lain yang ditandai dengan melandainya dollar index (DXY). Setelah membukukan reli panjang sejak 2021 hingga menyentuh titik puncak di level 113,2, DXY mulai mulai melandai pada 4Q22 dan kini berada di level 105. Secara historis, harga emas hampir selalu memberikan return positif dalam 12 bulan sejak indeks DXY memuncak.

Return harga emas 12 bulan setelah DXY mencapai titik puncak

Source: Bloomberg, World Gold Council

Pembelian emas oleh bank sentral. Data dari World Gold Council menunjukkan bahwa pada 2022, bank-bank sentral di dunia melakukan pembelian emas sebanyak 1.136 ton atau senilai ~70 miliar dolar AS. Angka ini merupakan level pembelian tertinggi sejak 1950. Emas dipandang sebagai sarana lindung nilai di saat kondisi ekonomi yang kurang baik, serta memberikan alternatif diversifikasi bagi bank sentral di luar aset seperti surat utang dan mata uang dolar AS.

Pembelian Emas oleh Bank Sentral

Source: World Gold Council, Reuters


Prospek di luar emas dan potensi sinergi dengan Amman Mineral

Meski PT Citra Palu Minerals masih menjadi satu-satunya aset yang telah berproduksi, BRMS juga memiliki proyek emas lain melalui PT Gorontalo Minerals (kepemilikan 80%) dan PT Linge Mineral Resources (kepemilikan 59,4%). PT Gorontalo Minerals memiliki cadangan bijih terkira (probable reserves) sebanyak 105,4 juta ton dengan kandungan emas 0,33 gram per ton. Sementara cadangan mineral PT Linge Mineral Resources tercatat sebesar 2,3 juta ton dengan kandungan emas 1,8 gram per ton.  

Selain emas, PT Gorontalo Minerals juga memiliki prospek tembaga, di mana saat ini manajemen perseroan masih mempertimbangkan opsi untuk pengembangan. Salah satu caranya dengan membangun pabrik pengolahan bijih tembaga menjadi konsentrat, untuk kemudian disuplai ke pihak lain yang memiliki smelter tembaga. Dengan hanya mengolah hingga menjadi konsentrat, maka perseroan tidak akan memiliki kebutuhan belanja modal (capex) yang terlalu besar.

Adapun salah satu pihak yang berpotensi untuk menjadi off-taker bagi konsentrat tembaga adalah grup Amman Mineral, yang  tengah membangun smelter di Batu Hijau, Nusa Tenggara Barat, dengan rencana kapasitas input sebesar 900 ribu ton per tahun, melalui PT Amman Mineral Industri. Kemungkinan kerja sama ini terlihat cukup terbuka lebar, mengingat BRMS dan Amman Mineral memiliki tokoh kunci yang sama dalam sosok Agoes Projosasmito, yang merupakan Direktur Utama BRMS dan Komisaris Utama di PT Amman Mineral International. PT Amman Mineral International sendiri dikabarkan tengah menjajaki proses initial public offering (IPO) dengan target perolehan dana sebesar 1 miliar dolar AS.

BRMS juga memiliki proyek seng dan timah hitam (timbal) melalui PT Dairi Prima Mineral yang berlokasi di Sumatera Utara. Berdasarkan hasil studi JORC, proyek tersebut memiliki cadangan bijih sebesar 11 juta ton dengan umur tambang selama 15 tahun. Saat ini, proyek tersebut sedang berada dalam fase konstruksi fasilitas infrastruktur dan finalisasi pendanaan untuk salah satu lokasi penambangan.


Portofolio Aset BRMS

Source: Company 

Valuasi BRMS mengindikasikan ekspektasi growth yang tinggi

Pic: Perbandingan Valuasi Emiten Produsen Emas. Harga saham per 17 Maret 2023
*EV: Enterprise Value 
Source: Stockbit Analysis, Company 

Dilihat dari segi market cap, BRMS memiliki size yang lebih kecil jika dibandingkan produsen emas seperti ANTM dan MDKA. Namun, perlu diingat bahwa kedua perusahaan tersebut juga memiliki porsi pendapatan yang lebih terdiversifikasi di luar emas. ANTM memiliki segmen komoditas lain seperti feronikel dan alumina. Sementara itu, MDKA telah mulai membukukan pendapatan dari segmen nikel yang nilainya melebihi pendapatan segmen emas  per 9M22.

Jika disandingkan dengan player lain yang lebih berfokus pada komoditas emas seperti ARCI dan PSAB, saat ini valuasi BRMS tercatat jauh lebih tinggi dengan P/E (TTM) di level 101,9x dan price-to-sales di 119,5x. Level P/E BRMS melonjak setelah merilis laporan keuangan FY22, karena dampak dari one off transaction tahun 2021 telah hilang. Sebagai pengingat, pada kuartal IV/2021, BRMS  mencatatkan pendapatan yang berasal dari pemulihan piutang sebesar 90 juta dolar AS. 

Namun, valuasi BRMS ini bisa jadi mengimplikasikan ekspektasi pertumbuhan yang tinggi serta potensi mineral lain yang belum dikembangkan. Kapasitas pabrik emas akan naik dari 500 ton pada 9M22 hingga secara bertahap menjadi 10.500 ton pada 2024 mendatang, dengan manajemen memperkirakan tingkat produksi emas di tahun itu dapat mencapai 40 ribu troy oz (vs. 2021: 4.300 troy oz).

Gimana menurut kamu? Apakah kinerja BRMS di masa mendatang akan mampu memenuhi ekspektasi level valuasinya saat ini? We provide, you decide..


Penulis: Anggaraksa Arismunandar, Senior Investment Analyst Stockbit

Editor: Aulia Rahman Nugraha, Senior Investment Journalist Stockbit

Copyright 2023 Stockbit, all rights reserved.


Disclaimer: 

Semua konten dalam artikel ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

PT Stockbit Sekuritas Digital (β€œStockbit”), Perusahaan efek yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Selanjutnya, semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah β€œhttps://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri β€œ@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.