Banyak orang sibuk mencari indikator saham terbaik dan akurat agar bisa meraih untung maksimal di pasar saham. Padahal, semua indikator memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Sehingga tidak ada indikator yang dikatakan paling cocok untuk menganalisis semua saham.
Semuanya cocok asal investor paham betul bagaimana cara menggunakan indikator tersebut. Serta mengenali juga kelebihan dan kekurangan dari indikator yang dipakai agar tahu kapan sebaiknya menggunakan indikator untuk mendapat hasil yang optimal.
2 Jenis Indikator Saham
Dalam menganalisa sebuah saham, ada dua jenis indikator yang umum dipakai investor, yakni indikator fundamental dan indikator teknikal.
Indikator fundamental menganalisa saham dengan cara membandingkan harga saham di pasar dengan kinerja perusahaan dibaliknya untuk mengetahui apakah saham sedang dijual murah (undervalued) atau mahal (overvalued) di pasar.
Contoh indikator fundamental saham antara lain :
Dividend Yield
Return to Equity (ROE)
Return on Asset (ROA).
Sedangkan, indikator teknikal menganalisa saham dengan cara melihat pola-pola yang terbentuk pada grafik pergerakan harga saham untuk menentukan kapan waktu yang tepat untuk beli dan jual saham agar mendapat profit.
Contoh indikator teknikal ada sangat banyak, diantaranya seperti :
Exponential Moving Average (EMA)
MA Cross
MACD
Relative Strength Index (RSI)
Bollinger Band
Indikator Stochastic
Alasan mengapa tidak ada indikator saham terbaik
Dari semua contoh indikator saham di atas, tidak ada satu pun yang bisa dianggap sebagai indikator saham terbaik karena beberapa alasan, yaitu:
1. Tidak ada indikator yang 100% akurat
Pada indikator teknikal, hingga sekarang tidak ada satu pun indikator teknikal yang bisa memprediksi arah pergerakan harga saham dengan benar setiap saat.
Sedangkan pada indikator fundamental, umumnya tolak ukur yang dipakai dalam menentukan apakah saham undervalued atau overvalued juga cenderung sangat subjektif, berbeda-beda tiap investor, serta tidak selalu bisa diandalkan.
2. Setiap indikator punya use-case yang berbeda
Contoh, indikator fundamental DER atau Debt to Equity Ratio. Indikator ini biasa dipakai untuk mengukur rasio utang pada sebuah perusahaan. Perusahaan dengan fundamental kuat umumnya memiliki DER < 1, sedangkan perusahaan dengan fundamental yang lemah memiliki DER > 1.
Meskipun aturannya demikian, faktanya rasio utang DER tersebut tidak selalu bisa digunakan untuk menilai fundamental sebuah perusahaan.
Contoh perusahaan yang tidak cocok dinilai fundamentalnya menggunakan rasio DER adalah perusahaan bank, karena pada sektor usaha perbankan memiliki DER > 1 adalah suatu hal yang wajar.
Hal ini karena bisnis bank memanglah berutang dan menyalurkan utang tersebut dengan bunga yang lebih tinggi.
3. Indikator masih membutuhkan konfirmasi lagi
Alasan lain kenapa tidak ada indikator saham paling akurat adalah karena dalam kebanyakan kasus, satu-satunya cara bagi trader/investor untuk memperoleh hasil analisa saham yang lebih akurat adalah dengan mengkombinasikan beberapa indikator dalam analisa.
Misalnya, dalam menentukan kapan waktu yang tepat untuk beli atau jual saham, investor biasanya akan mengkombinasikan indikator moving average dengan stochastic, bollinger band dengan stochastic, fibonacci dengan MACD, atau MACD dengan RSI.
Tujuan menggunakan kombinasi tersebut ialah agar kita dapat mengkonfirmasi pola-pola yang terbentuk pada satu indikator dengan indikator lain sehingga kita pun bisa lebih yakin lagi dalam mengambil keputusan jual/beli saham.
Itu tadi beberapa alasan kenapa indikator saham terbaik itu tidak ada. Alih-alih mencari indikator saham terbaik dan akurat, jauh lebih realistis jika kamu menggunakan waktu yang ada untuk lebih memperdalam lagi pengetahuan tentang cara analisa fundamental dan teknikal yang benar untuk meraih profit.
Jika kamu investor pemula, kamu bisa belajar dua hal tersebut secara gratis di https://academy.stockbit.com/. Yuk, belajar investasi saham dari sekarang!