Dalam investasi saham dikenal sebuah metode analisis fundamental. Analisis ini berfokus pada strategi mencari saham-saham di pasar modal yang dihargai lebih murah daripada nilai intrinsik atau harga wajarnya.
Nah, proses menentukan harga wajar suatu saham ini disebut dengan istilah valuasi saham. Paham bagaimana cara menghitung valuasi saham merupakan keterampilan yang penting dimiliki oleh setiap investor fundamental. Lantas, bagaimana cara menghitung valuasi saham? Simak ulasan berikut selengkapnya!
Pengertian Valuasi Saham
Seperti disebutkan sebelumnya, valuasi saham adalah proses menentukan nilai intrinsik atau harga wajar dari suatu saham perusahaan.
Nilai ini didasarkan pada berbagai faktor, termasuk kinerja keuangan perusahaan, prospek pertumbuhan, hingga kondisi pasar secara keseluruhan.
Dengan mengetahui valuasi saham, investor diharapkan dapat membuat keputusan investasi yang lebih cerdas, yaitu dengan membeli saham yang undervalued (dihargai di bawah nilai wajar), menghindari saham yang overvalued (dihargai di atas nilai wajar), serta mengukur potensi keuntungan yang bisa diperoleh.
3 Metode Valuasi Saham
Ada banyak metode yang dapat digunakan untuk menghitung valuasi saham. Namun, yang paling umum dipakai oleh investor adalah metode valuasi Price to Earning Ratio (PER), Price to Book Value (PBV), dan Price/Earning to Growth Ratio (PEG).
1. Price to Earnings Ratio (PER)
Price to Earnings Ratio atau PER adalah salah satu metode valuasi saham yang paling sederhana dan paling sering digunakan.
PER dihitung dengan membandingkan harga saham saat ini dengan nilai laba per saham (earnings per share/EPS) yang diperoleh dari membagi keuntungan bersih perusahaan pada suatu periode dengan total jumlah saham beredar.
Contoh, menggunakan laporan keuangan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dalam 12 bulan terakhir hingga kuartal-I 2024 (TTM), diketahui data-data berikut:
Laba bersih = Rp6,74 triliun
Jumlah saham beredar = 8,78 miliar lembar
Harga saham = Rp6.075
Berdasarkan data tersebut, kita bisa menghitung berapa nilai EPS (TTM) INDF dengan membagi Rp6,74 triliun dengan 8,78 miliar lembar saham. Hasilnya, diperoleh EPS sebesar Rp768.
Setelah mendapat EPS, berikutnya tinggal membagi harga saham INDF saat ini (29/7/2024) di Rp6.075 dengan nilai EPS-nya Rp768 untuk mendapatkan P/E Ratio (TTM) INDF sebesar 7,9.
Catatan:
TTM (trailing twelve month) menggambarkan data yang diambil selama 12 bulan terakhir tanpa dibatasi tahun
Sebagai informasi, angka PER 7,9 tersebut berarti bahwa harga saham INDF saat ini sedang dijual 7,9 kali lipat dari laba per saham-nya.
Umumnya, semakin rendah nilai PER suatu saham, maka semakin murah dan menarik untuk dibeli dan begitu juga sebelumnya. Namun, jangan terburu-buru mengambil kesimpulan.
Untuk mengetahui apakah nilai PER suatu saham tergolong murah atau mahal, kita perlu membandingkannya dengan PER saham-saham lain yang bergerak di sektor usaha yang sama.
Misalnya, jika ingin menilai saham INDF, maka kita perlu bandingkan dengan saham konsumer lainnya seperti ICBP, MYOR, dan SMAR. Membandingkan dengan saham tambang seperti ITMG dan PTBA tentu tidak relevan.
2. Price to Book Value (PBV)
PBV adalah rasio yang membandingkan harga saham dengan nilai buku per saham (book value per share). Nilai buku per saham didapatkan dengan membagi total ekuitas perusahaan dengan jumlah saham yang beredar.
Contoh, menggunakan laporan keuangan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) periode kuartal-II 2024, diketahui data-data berikut:
Ekuitas = Rp240,861 triliun
Jumlah saham beredar = 123,28 miliar lembar
Harga saham = Rp10.225
Mengacu pada data tersebut, diperoleh nilai buku per lembar saham BBCA sebesar Rp1.953 dan nilai PBV sebesar 5,2 kali. Artinya, harga saham BBCA saat ini dijual 5,2 kali lipat dari nilai buku per lembar saham.
Secara umum, P/B Ratio di bawah 1 sering dianggap sebagai indikasi bahwa saham undervalued, sementara rasio di atas 1 bisa menunjukkan overvalued. Namun, interpretasi ini bisa berbeda tergantung pada industri dan faktor-faktor lainnya.
3. Price/Earnings to Growth Ratio (PEG Ratio)
PEG Ratio adalah metode valuasi yang menggabungkan P/E Ratio dengan tingkat pertumbuhan laba perusahaan. Metode ini memberikan perspektif yang lebih lengkap dibandingkan P/E Ratio karena mempertimbangkan faktor pertumbuhan.
PEG Ratio dihitung dengan membagi nilai PER saham dengan tingkat pertumbuhan laba tahunan yang diharapkan.
Contoh, mengacu pada laporan keuangan tahunan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) periode 24 bulan terakhir hingga kuartal-II 2024, diketahui data-data berikut:
PER (TTM) = 24,57
EPS periode Q2 2022 - Q2 2023 = 380
EPS periode Q2 2023 - Q2 2024 = 416
Berdasarkan data tersebut, kita bisa menghitung berapa persentase pertumbuhan EPS tahunan BBCA menggunakan rumus:
Pertumbuhan EPS tahunan = (416 – 380) / 380
= 36 / 380
= 0,094 atau 9,4%
Setelah itu, tinggal kita bagi saja PER (TTM) BBCA dengan nilai pertumbuhan EPS tahunannya, sehingga mendapatkan PEG Ratio sebesar 2,61.
Secara umum, PEG Ratio di bawah 1 dianggap menunjukkan bahwa saham undervalued, sementara rasio di atas 1 bisa mengindikasikan overvalued. Namun, interpretasi ini perlu mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti industri dan kondisi pasar.
PEG Ratio sangat berguna untuk membandingkan valuasi saham-saham dari perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan berbeda. Ini membantu investor mengidentifikasi saham yang mungkin undervalued meskipun memiliki P/E Ratio yang tinggi, jika tingkat pertumbuhannya juga tinggi.
Mudah Cek Valuasi Saham di Stockbit pakai Fitur Analysis
Demikian ulasan tentang beberapa metode yang umum digunakan dalam menghitung valuasi suatu saham beserta contoh perhitungannya.
Bagi kamu yang tidak ingin ribet menghitung harga wajar saham secara manual, kamu bisa manfaatkan fitur Analysis di aplikasi Stockbit. Lewat fitur ini, kamu bisa mengecek apakah harga saham sedang dijual murah atau mahal berdasarkan nilai historis PER dan PBV perusahaan tersebut.
Berikut tutorial cara pakai fitur Analisis di aplikasi Stockbit:
Buka halaman emiten atau indeks yang dicari, misal TLKM
Geser tab ke kiri untuk pilih fitur Analysis
Scroll ke bawah untuk cek valuasi berdasarkan PE Band atau PBV Band
Perhatikan grafik PE Band dan PBV Band yang tersedia. Setelah itu, pilih rentang waktu 3, 5, atau 10 tahun sesuai kebutuhan untuk menampilkan data PER dan PBV perusahaan dalam periode yang dipilih.
Apabila posisi grafik saat ini berada di bawah garis rata-rata (mean) PE/PBV band, hal ini umumnya mengindikasikan bahwa saham tersebut sedang undervalued atau dinilai terlalu rendah. Sebaliknya, apabila grafik berada di atas garis rata-rata PE/PBV band, saham tersebut cenderung dianggap mahal atau overvalued.
Gimana, mudah bukan? Yuk, daftar Stockbit dan cobain fitur Analisis gratis!
Disclaimer:
Semua konten dalam website ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu.