Makin hari, makin banyak orang yang melek investasi saham. Meskipun memang saham adalah instrumen investasi yang berisiko tinggi, namun return yang dihasilkannya juga terbilang besar.
Lantas, saham itu seperti apa sebenarnya? Bagi kamu yang penasaran dan ingin tahu lebih banyak tentang saham, yuk simak ulasan lengkapnya di bawah ini.
Apa Itu Saham?
Saham merupakan merepresentasikan kepemilikan seseorang atas bagian dari perusahaan yang menerbitkannya. Saat kamu membeli saham sebuah perusahaan, artinya kamu membeli sebagian kecil dari perusahaan tersebut. Perusahaan menerbitkan saham dengan tujuan untuk mengumpulkan dana yang nantinya dipergunakan untuk keperluan operasional perusahaan.
Bursa efek merupakan tempat saham perusahaan diperjualbelikan. Jika kamu membeli saham, kemudian nilainya naik, kamu bisa jual kembali dengan harga yang lebih tinggi sehingga profit pun didapatkan. Ini disebut dengan capital gain.
Selain itu, keuntungan dari investasi saham juga bisa diperoleh melalui dividen atau sebagian laba perusahaan yang dibagikan pada para pemilik sahamnya.
Lantas, saham itu seperti apa bentuknya? Wujud dari saham ini berupa lembaran-lembaran kertas yang menyatakan bahwa yang namanya tercantum dalam lembaran tersebut adalah pemilik sah dari suatu perusahaan. Persentase kepemilikan yang tercantum dalam lembaran kertas tersebut sesuai dengan nilai investasi yang ditanamkan pada perusahaan tersebut.
Namun, pada saat ini bentuk saham sudah digital.
Jenis-Jenis Saham
Jika ingin melakukan investasi dalam bentuk saham, tentu kamu harus mengumpulkan sebanyak mungkin informasi mengenai saham, khususnya jenis saham. Secara umum, saham bisa dibedakan menjadi 2 jenis, yakni saham biasa (common stocks) dan saham preferen (preferred stock).
Simak perbedaan antara kedua tipe saham tersebut di bawah ini.
1. Saham Biasa
Saham biasa atau common stock merujuk pada saham yang mana pemiliknya ditempatkan di paling akhir dalam pembagian dividen dan hak atas kekayaan perusahaan. Kebanyakan investor memiliki saham biasa yang dikeluarkan atau diterbitkan oleh perusahaan publik, seperti PT. Bank Negara Indonesia Tbk atau PT. GOTO Gojek Tokopedia Tbk.
Pemilik saham biasa memiliki hak suara atau voting atas perusahaan yang sahamnya dimilikinya. Besar atau kecilnya hak suara tersebut, akan bergantung pada seberapa besar persentase saham yang dimilikinya. Semakin besar persentase kepemilikan saham, maka akan semakin besar juga hak suara yang dimiliki oleh pemilik saham tersebut.
Kepemilikan atas saham biasa mungkin saja menerima pembayaran dividen atau pembagian keuntungan perusahaan, namun tidak ada jaminan pasti pembayaran dividen. Pun jika dividen dibagikan pada para pemilik saham, besaran dividennya tidak tetap alias biasa berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan kuputasn dari RUPS.
2. Saham Preferen
Saham preferen merupakan saham yang memiliki karakteristik yang mirip dengan obligasi. Adapun persamaan saham preferen dengan obligasi terlihat dari keberadaan klaim atas laba dan aktiva sebelumnya, dividen akan tetap selama masa berlaku saham, serta saham preferen ini bisa ditukar dengan saham biasa.
Berbeda dengan pemilik saham biasa, pemilik saham preferen tidak memiliki hak suara atau voting. Selain itu, pemilik saham preferen akan memperoleh dividen dengan nilai yang tetap setiap tahunnya, sehingga pemilik saham pun bisa menetapkan jumlah pendapatan tetap setiap tahunnya dari sahamnya. Pemilik saham preferen merupakan prioritas pertama atas pendapatan perusahaan.
Kelebihan kas pada perusahaan akan didistribusikan dalam bentuk dividen pada para pemegang saham preferen terlebih dahulu. Lalu, jika sekiranya perusahaan mengalami kebangkrutan, maka pemegang saham preferen akan diprioritaskan memperoleh likuidasi atas aset terlebih dahulu, sebelum para pemegang saham biasa.
Sejarah Saham di Indonesia
Sejarah saham di Indonesia terbilang sudah cukup panjang, yakni melebihi 1 abad. Pasar Modal Indonesia yang kini dikenal sebagai Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah hadir sebelum Indonesia meraih kemerdekaannya, yakni pada tahun 1912 di zaman kolonial Belanda. Pasar Modal Indonesia didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda di Batavia untuk kepentingan Pemerintah VOC.
Pada beberapa periode, Pasar Modal Indonesia sempat vakum beroperasi karena beberapa faktor, mulai dari perang dunia, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial ke pemerintah RI, hingga beragam kondisi lainnya. Kondisi ini terus terjadi hingga akhirnya pasar modal kembali diaktifkan di masa kepemimpinan Presiden Soeharto, tepatnya di tanggal 10 Agustus 1977.
Pada saat diaktifkan kembali, BEI dikenal dengan nama Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan dijalankan di bawah Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam). Pada saat pengaktifan bursa efek kembali ini juga, dilangsungkan penawaran perdana saham (IPO) perusahaan bernama PT. Semen Cibinong Tbk yang berkode SMCB. Hal ini menandai SMCB sebagai perusahaan publik pertama di Indonesia.
Pada saat SMCB melantai pertama kali di BEJ, SMCB melepas kepemilikan atas 178.750 sahamnya ke publik. Adapun harga dari per unit sahamnya adalah senilai Rp 10.000. Dari IPO ini, SMCB pun bisa mengumpulkan dana hampir sebanyak Rp 1,8 miliar, dana yang terbilang besar mengingat saat itu belum terjadi krisis dan inflasi.
Setelah diaktifkan kembali di tahun 1977 tersebut, perdagangan di BEJ masih terbilang lesu. Bahkan hingga tahun 1987 atau berselang 10 tahun dari pengaktifan kembali BEJ, hanya ada 24 emiten yang tercatat di BEI. Alasan utama dibalik lesunya kondisi BEJ saat itu adalah karena masyarakat lebih banyak memilih instrumen perbankan.
Pada akhirnya di tahun 1987 tersebut, pemerintah melakukan deregulasi terkait peraturan undang-undang pasar modal yang mempermudah emiten dan investor. Pemerintah memutuskan untuk membuka peluang bagi investor asing untuk berinvestasi di Indonesia, dengan batas kepemilikan saham maksimal 49 persen, agar pasar modal di Indonesia bisa semakin baik.
Seiring berjalannya waktu, ada berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mendukung tumbuh kembangnya pasar modal di Indonesia. Pemerintah membentuk lembaga baru, seperti Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Kliring dan Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), reksa dana, dan manajer investasi, guna mendukung aktivitas pasar modal.
Kondisi Saham di Indonesia pada Saat Ini
Saat ini, kamu bisa melakukan transaksi jual beli saham di pasar modal secara online. Tak bisa dipungkiri memang, kalau makin banyak masyarakat Indonesia yang melek investasi dalam bentuk saham. Per 28 Desember 2022, total investor di pasar modal Indonesia mencapai 10.3 juta investor, naik 37.5 persen dari yang sebelumnya 7.48 investor pada akhir tahun 2021.
Pada tahun ini juga, minat perusahaan untuk memobilisasi dana jangka panjang melalui pasar modal juga terus meningkat. Hingga 28 Desember 2022, terdapat 59 perusahaan yang tercatat melakukan IPO dan mencatatkan sahamnya di BEI. Peningkatan tersebut menjadikan total 825 perusahaan atau emiten yang telah mencatatkan sahamnya di BEI per akhir tahun 2022.
Itulah tadi ulasan singkat mengenai saham itu seperti apa, serta sejarah saham di Indonesia hingga kondisinya pada saat sekarang ini. Tingginya return yang dijanjikan oleh saham, membuat saham saat ini menjadi salah satu instrumen investasi favorit.
Hal ini juga yang membuat banyak masyarakat Indonesia yang akhirnya mencoba untuk investasi dalam bentuk saham.