🏠 Analisis Tren Saham Sektor Properti: CTRA, BSDE, PWON, dan SMRA by Stockbit Snips

 πŸ‘‹ Stockbitor!

Sektor properti adalah sektor yang krusial di hidup kita karena sektor ini secara tidak langsung menyediakan semua kebutuhan kita, mulai dari kebutuhan primer hingga tersier.

Pasalnya, perusahaan di sektor ini secara langsung menyediakan β€œpapan” atau tempat tinggal; baik dalam bentuk perumahan, apartemen, ataupun hotel. Properti juga mencakup pusat perbelanjaan, kawasan industri, hingga tempat wisata.

Di Indonesia sendiri banyak sekali perusahaan properti yang sahamnya bisa dibeli Bursa Efek Indonesia (BEI), termasuk saham CTRA (Ciputra Development), saham BSDE (Bumi Serpong Damai), saham PWON (Pakuwon Jati), saham SMRA (Summarecon Agung).

PT Ciputra Development Tbk adalah perusahaan properti yang mengembangkan lebih dari 82 proyek di 34 kota di Indonesia. Proyek ini termasuk perumahan dengan merek CitraLand, CitraGarden, dan CitraRaya serta mall dengan merek Ciputra World dan Ciputra Mall.

Sedangkan, PT Bumi Serpong Damai Tbk ($BSDE) merupakan anak usaha grup Sinarmas yang mengembangkan BSD City, Grand Wisata, dan Kota Wisata. $BSDE hadir di sembilan kota besar dan juga memiliki beberapa superblock seperti Mangga Dua, Roxy Mas, hingga ITC.

PT Pakuwon Jati Tbk adalah perusahaan properti yang mengoperasikan banyak mall, seperti Kota Kasablanka, Gandaria City, Tunjungan Plaza, sampai dengan  Hartono Mall Yogyakarta & Solo. 

PT Summarecon Agung Tbk merupakan perusahaan properti yang telah mengembangkan banyak perumahan serta mall di daerah tersebut, seperti Summarecon Kelapa Gading, Serpong dan Bekasi.

Selengkapnya bahasan saham sektor properti diulas lebih mendalam di Unboxing Sektor Properti. Kamu akan mengetahui dampak pandemi terhadap sektor ini, tren yang sedang mempengaruhi saham properti, perusahaan pemain utama (BSDE, CTRA, PWON, SMRA), model bisnis, aksi korporasi, data pertumbuhan dan lainnya.

Photo by: Stockbit
Selengkapnya Unboxing Sektor Properti

Lalu, bagaimana tren saham sektor properti saat ini?   

Dengan adanya pandemi Covid-19, saham properti sempat mengalami tekanan. Pasalnya, kinerja keuangan perusahaan properti juga terimbas. Pada tahun 2020, laba bersih BSDE (Bumi Serpong Damai) turun 89,9%, sedangkan PWON (Pakuwon Jati) turun 65,8%, SMRA (Summarecon Agung) turun 65,1%. Hanya CTRA (Ciputra Development) yang mengalami peningkatan sebesar 14,1%. 

Tidak hanya itu, marketing sales perusahaan properti juga tertekan. Marketing sales 2020 PWON berkontraksi -31,7%, sedangkan SMRA sebesar -20% dan CTRA -17,7%. Di sisi lain, BSDE naik tipis +0,2%. 

Hal ini didorong keadaan ekonomi yang tidak menentu selama tahun 2020 di masa pandemi, yang membuat orang menunda pembelian rumah dan apartemen. Bahkan, ekonomi Indonesia mencatatkan pertumbuhan yang negatif, yaitu -2,07% pada tahun 2020. 

Selain itu, keadaan pandemi juga membuat perusahaan tidak bisa melakukan launching event dan show unit secara normal. Progres konstruksi properti pun tersendat dengan adanya pembatasan aktivitas sosial

Di sisi lain, perusahaan properti pengelola mal juga harus memberikan kompensasi penundaan pembayaran maupun diskon sewa kepada tenant, di tengah penurunan jumlah pengunjung, pembatasan kapasitas, dan bahkan penutupan mall di saat pandemi. 

Namun, adanya berbagai insentif seperti PPN 0%, penurunan suku bunga dan pemulihan aktivitas ekonomi membantu perusahaan properti untuk pulih.

Pasalnya, PPN 0% bisa membuat pajak properti turun, sehingga total harga rumah yang dibayarkan pembeli menurun. Hal ini bisa membuat permintaan untuk properti terkerek. Sedangkan, penurunan suku bunga yang turun bisa membuat bunga KPR lebih murah, sehingga permintaan untuk properti bisa meningkat. 

Tidak hanya itu, tingginya harga komoditas telah membuat adanya commodity boom. Hal itu juga berpotensi meningkatkan pendapatan masyarakat Indonesia naik, yang kemudian bisa membuat permintaan properti, yang juga bergantung pada daya beli masyarakat, meningkat. 

Pada tahun 2021, marketing sales dari CTRA, PWON, BSDE, dan SMRA semua mengalami kenaikan double digit.  Hal ini pun juga mendorong pemulihan harga saham perusahaan properti. 

Namun, kedepannya, apakah perusahaan properti bisa meneruskan pertumbuhan nya? 

Cari tahu dengan baca Unboxing Saham: Sektor Properti di Stockbit dan ketahui mengenai: 

  • Tren diskon PPN yang diperpanjang, namun walau diperkecil menjadi 50% untuk rumah dengan harga <2 miliar (dari 100%) dan 25% untuk yang berharga 2-5 miliar (dari 50%) 

  • Tren kenaikan suku bunga The Fed di Amerika Serikat, yang berpotensi diikuti oleh Bank Indonesia, sehingga bisa membuat bunga KPR bisa kembali meningkat  

  • Dampak pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) baru dan perusahaan yang berpotensi diuntungkan

  • Perbandingan performa finansial dan operasional emiten properti di Indonesia (marketing sales, land bank, pertumbuhan pendapatan, sampai rasio valuasi seperti P/E dan P/BV).

  • Karakteristik unik emiten properti di Indonesia 

  • Aksi korporasi yang dilakukan oleh BSDE, CTRA, SMRA, dan PWON 

  • Tren lain yang mempengaruhi sektor properti

Yuk pelajari Sektor Properti di Stockbit Academy

Photo by: Stockbit

Mulai Belajar Di Stockbit Academy!

Copyright 2021 Stockbit, all rights reserved. Anda menerima email ini karena terdaftar sebagai akun aktif di Stockbit atau telah daftar melalui website Stockbit / Stockbit Snips.


Disclaimer: 

Email ini dikirim oleh PT Stockbit Sekuritas Digital (β€œStockbit”), Perusahaan efek yang terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Informasi di dalam email ini bersifat rahasia dan hanya ditujukan bagi Nasabah yang menggunakan Stockbit dan menerima email ini. Dilarang memperbanyak, menyebarkan, dan menyalin informasi rahasia ini kepada pihak lain tanpa persetujuan Stockbit. 

Semua konten dalam email ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/ menjual saham tertentu. Always do your own research

Selanjutnya, Semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah β€œhttps://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri β€œ@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.

πŸ₯ Bedah Saham Rumah Sakit: HEAL, SILO, MIKA. Mana yang Paling Sehat? by Stockbit Snips

 πŸ‘‹ Stockbitor!

Kinerja saham emiten rumah sakit pada awalnya sempat terkena dampak pandemi Covid-19. Volume pasien turun cukup signifikan, baik pasien rawat inap (inpatient) maupun pasien rawat jalan (outpatient). Hal ini lantaran orang mengurangi frekuensi kunjungan ke rumah sakit karena takut tertular coronavirus.

Di tiga saham rumah sakit terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI), yakni Rumah Sakit Hermina (saham HEAL), Mitra Keluarga (saham MIKA), dan Siloam (saham SILO), jumlah hari rawat inap (inpatient days) turun antara -33% hingga -44% pada 2Q20 dibandingkan 1Q20 atau sebelum pandemi. Bahkan, kunjungan rawat jalan turun lebih dalam di kisaran -52% hingga -54% pada periode tersebut.

Namun, pemulihan volume pasien terjadi cukup cepat, khususnya pada pasien rawat inap. Meskipun dari segi jumlah pasien yang masuk (inpatient admission) masih di bawah periode sebelum pandemi, pada 1Q21 jumlah hari rawat inap sudah mendekati level pra-pandemi. Hal ini tidak terlepas dari perawatan pasien Covid-19 yang umumnya membutuhkan rawat inap secara intensif. 

Selain mendorong cepatnya pemulihan volume pasien, perawatan terkait Covid-19 juga mendorong pendapatan emiten rumah sakit. Seperti disebutkan sebelumnya, volume pasien belum sepenuhnya pulih. 

Akan tetapi, rata-rata pendapatan per hari rawat inap di tiga rumah sakit terbesar justru terus meningkat, yakni dari Rp 3 juta per hari rawat inap pada 1Q20 (pra-pandemi), naik +18% menjadi Rp3,5 juta per hari pada 2Q20 (awal pandemi), dan naik +40% menjadi Rp4,9 juta per hari pada 1Q21.

Jadi, pandemi Covid-19 yang awalnya berdampak pada turunnya volume pasien, sebenarnya justru menjadi pendorong kinerja saham emiten rumah sakit, setidaknya dalam jangka pendek. Pendapatan dan laba bersih tumbuh puluhan bahkan ratusan persen dan mencapai all-time high. Laba SILO melesat +134% menjadi Rp116 M pada 2020, berbalik dari rugi Rp339 M pada 2019. HEAL dan MIKA masing-masing membukukan laba Rp473 M (+85%) dan Rp842 M (+15%).

The Big 3 Saham Rumah Sakit

Berikut ini ringkasan mengenai 3 saham rumah sakit terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

1. Rumah Sakit Hermina (HEAL)

Rumah Sakit Hermina adalah salah satu jaringan rumah sakit swasta terbesar di Indonesia. Per Maret 2022, HEAL mengelola 44 rumah sakit yang tersebar di 28 kota seluruh Indonesia dengan total kapasitas 6.063 tempat tidur.

HEAL dikenal memiliki pelayanan terdepan di bidang perawatan ibu (obstetri dan ginekologi) dan anak (pediatri). Perseroan juga merupakan salah satu rumah sakit swasta yang paling awal mengadopsi JKN, sehingga 50-60% pasien HEAL berasal dari peserta BPJS Kesehatan.

HEAL menerapkan model bisnis kemitraan dengan dokter spesialis untuk melakukan ekspansi rumah sakit baru. Nantinya, para dokter tersebut dapat memiliki saham di rumah sakit tersebut.

Sejak IPO pada 2018, HEAL terus melakukan ekspansi dan mencatatkan pertumbuhan yang baik. Sebagai gambaran, pada 2018 pendapatan mencapai Rp3,06 T dan pada 2021 pendapatan telah mencapai Rp5,8 T, menunjukkan tingkat pertumbuhan majemuk (CAGR) sebesar +23,9%. Sejalan dengan itu, laba bersih melesat dengan CAGR +100,5% dari Rp124 M pada 2018 menjadi Rp1,0 T pada 2021.

HEAL juga aktif menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak. Pada Maret 2021, Quadria Capital, perusahaan private equity di bidang kesehatan di Asia, juga telah masuk sebagai pemegang saham minoritas HEAL. Pada April 2022, giliran Astra (ASII) yang masuk menjadi pemegang saham HEAL melalui skema private placement senilai Rp45 M (sebanyak 30 juta saham atau kepemilikan 0,2%). Bahkan, per Juni 2022, kepemilikan Astra di HEAL sudah mencapai 809,5 juta saham atau setara 5,43%.

2. Siloam (SILO)

Siloam dimiliki oleh Grup Lippo melalui induk usaha Lippo Karawaci (LPKR) bersama dengan private equity CVC Capital Partners dan Marubeni Group. Per Maret 2022, Siloam mengelola 41 rumah sakit yang tersebar di 28 kota seluruh Indonesia dengan total kapasitas 3.941 tempat tidur. Dibandingkan kompetitor, sebaran Rumah Sakit Siloam paling luas, mulai dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, hingga Maluku.

Beberapa layanan unggulan SILO di antaranya di bidang onkologi (kanker), neurologi (syaraf), kardiologi (jantung), fertilitas, dan transplantasi ginjal. Sebagian besar pasien SILO (81,4% per 1Q22) adalah private patient yang membayar mandiri (out of pocket) atau ditanggung oleh asuransi, sedangkan porsi pasien BPJS sebesar 15,7%.

SILO juga memiliki tarif yang relatif lebih premium. Hal ini terlihat dari pendapatan per hari rawat inap yang mencapai Rp6,7 juta per hari pada 1Q22 (+42% vs 1Q20), lebih tinggi dibandingkan MIKA ataupun HEAL. Pendapatan per kunjungan rawat jalan juga tinggi, yakni Rp1,3 juta per kunjungan (+33% vs 1Q20).

Meskipun memiliki tarif dan pendapatan lebih tinggi, profitabilitas SILO relatif tertinggal. Sebelum 2021, margin laba bersih SILO kurang dari 3%. Bahkan, SILO membukukan rugi Rp339 M pada 2019, meskipun pendapatan tumbuh +17,7% YoY menjadi Rp7 T. Namun, sejak 3Q20 mulai terlihat perbaikan pada kinerja SILO, yang mana margin laba mulai mengalami kenaikan.

3. Mitra Keluarga (MIKA)

Mitra Keluarga adalah bagian dari Grup Kalbe (KLBF). Per Maret 2022, MIKA mengelola 26 jaringan rumah sakit yang tersebar di Pulau Jawa, mayoritas berlokasi di Jabodetabek dan Surabaya, dengan total kapasitas 2.328 tempat tidur.

MIKA menerapkan model bisnis yang berfokus di area Jabodetabek dan Surabaya yang dianggap memiliki populasi besar, tingkat pendapatan tinggi, dan ketersediaan tenaga medis terbesar di Indonesia. Oleh karena itu, 20 dari 26 (77%) rumah sakit MIKA terletak di dua are tersebut.

MIKA mengakuisisi Kasih Group pada 2017 yang sebagian besar melayani pasien BPJS Kesehatan. Namun, secara konsolidasi proporsi pasien JKN MIKA baru sekitar 16% per 1Q22.

MIKA dikenal sebagai rumah sakit yang memiliki kinerja efisien dan tingkat profitabilitas paling tinggi dibandingkan kompetitor. Margin laba kotor MIKA terus meningkat dalam 3 tahun terakhir, dari 47,9% pada 2019, 49,5% pada 2020, dan 52% pada 2021. Sejalan dengan itu, margin laba bersih juga meningkat dari 22,8% pada 2019 menjadi 28,2% pada 2020.

Selain itu, MIKA juga memiliki posisi keuangan (neraca) yang sangat solid. Per akhir Maret 2022, MIKA memiliki kas Rp1,76 T dengan utang berbunga nihil (net cash). 

Selain The Big 3 HEAL, MIKA, SILO, semakin banyak konglomerat lain di Indonesia yang mulai melirik dan terus berekspansi di sektor kesehatan. Emtek, misalnya, mengakuisisi OMNI Hospitals (SAME), yang kemudian di-rebranding menjadi EMC Healthcare. SAME kemudian mengakuisisi RS Grha Kedoya (RSGK) yang baru IPO.


Pembahasan selengkapnya tentang analisis saham rumah sakit bisa diakses di Unboxing Sektor Kesehatan di Stockbit Academy ya.

Photo by: Stockbit

Peluang dan Tantangan Saham Rumah Sakit dalam Jangka Panjang

Jika pandemi menjadi booster kinerja saham rumah sakit dalam jangka pendek, lantas bagaimana prospeknya ke depan? Apakah masih menarik, mengingat pandemi sudah mulai terkendali menuju endemi? Mari kita ulas beberapa faktor yang dapat menjadi driver kinerja saham rumah sakit dalam jangka panjang.

  • Jumlah penduduk besar

Menurut proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia dapat mencapai 294 juta jiwa pada 2030. Pertumbuhan jumlah penduduk akan meningkatkan permintaan dan kebutuhan atas fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai.

  • Sektor kesehatan masih underpenetrated

Meskipun potensi pasarnya besar, penetrasi sektor kesehatan masih cukup rendah. Merujuk data World Bank per 2017, rasio jumlah tempat tidur rumah sakit per 1.000 penduduk hanya 1,04. Angka ini masih di bawah rata-rata dunia di 2,9 dan tertinggal dibandingkan negara tetangga.

  • Penduduk kelas menengah terus bertambah

World Bank dalam laporan berjudul β€œAspiring Indonesia: Expanding the Middle Class” pada 2020 menyebutkan bahwa sekitar 1 dari 5 orang Indonesia (total 52 juta jiwa) adalah kelas menengah. Mereka cenderung memiliki kesadaran akan kesehatan yang lebih tinggi.

Namun, tantangan di sektor kesehatan juga tidak kalah besar dibandingkan dengan potensinya. Beberapa di antaranya:

  • Belanja kesehatan rendah

Pengeluaran untuk kebutuhan kesehatan penduduk Indonesia hanya $112 per kapita per tahun (per 2018), sedangkan belanja kesehatan pemerintah hanya 2,87% dari PDB (per 2018). Kedua angka tersebut masih jauh tertinggal dari rata-rata dunia dan negara tetangga. 

Rendahnya belanja kesehatan pemerintah dapat berarti pembangunan dan pemerataan infrastruktur kesehatan di pelosok-pelosok negeri menjadi lambat. 

  • Ketersediaan dan sebaran tenaga medis

Sebaran tenaga medis, terutama dokter spesialis, masih belum merata. Hanya ada 10 provinsi di Indonesia yang memiliki rasio dokter spesialis per 1.000 penduduk di atas rata-rata nasional, dengan rasio tertinggi di DKI Jakarta.

  • Pemerataan infrastruktur layanan kesehatan

Selain SDM yang tidak merata, sebaran fasilitas pelayanan kesehatan juga masih cukup timpang. Dari 2.925 rumah sakit di Indonesia, sekitar 50% atau 1.463 terdapat di Pulau Jawa.

Salah satu upaya untuk mengatasi kendala akses layanan kesehatan yakni melalui penggunaan teknologi informasi, misalnya telemedicine. Bain & Company pada 2019 memperkirakan bahwa penggunaan telemedicine akan meningkat signifikan dalam 5 tahun ke depan. McKinsey juga mencatat penggunaan telemedicine di Indonesia  meningkat hingga 35% selama pandemi.

Selain itu, untuk semakin meningkatkan investasi rumah sakit, pemerintah telah memberikan relaksasi batas kepemilikan asing di rumah sakit dari awalnya hanya 67% (70% untuk investor dari ASEAN) menjadi 100%. Dengan syarat, rumah sakit yang dimiliki investor asing memiliki kapasitas minimal 200 tempat tidur (rumah sakit tipe B).


Disclaimer: Konten dibuat untuk tujuan edukasi dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli atau menjual saham tertentu. Always do your own research.

Lanjut Membaca di Stockbit!

Copyright 2021 Stockbit, all rights reserved. Anda menerima email ini karena terdaftar sebagai akun aktif di Stockbit atau telah daftar melalui website Stockbit / Stockbit Snips.


Disclaimer: 

Email ini dikirim oleh PT Stockbit Sekuritas Digital (β€œStockbit”), Perusahaan efek yang terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Informasi di dalam email ini bersifat rahasia dan hanya ditujukan bagi Nasabah yang menggunakan Stockbit dan menerima email ini. Dilarang memperbanyak, menyebarkan, dan menyalin informasi rahasia ini kepada pihak lain tanpa persetujuan Stockbit. 

Semua konten dalam email ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/ menjual saham tertentu. Always do your own research

Selanjutnya, Semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah β€œhttps://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri β€œ@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.

πŸ—Ό Unboxing Sektor : Menara Telekomunikasi by Stockbit Snips

 πŸ‘‹ Stockbitor!

Stockbit Academy baru saja merilis Unboxing Sektor Menara Telekomunikasi yang membahas dinamika industri menara di Indonesia seperti:

  • Model Bisnis dan Tren Industri Menara

  • Perusahaan yang Bergerak di Industri Menara

  • Karakteristik Perusahaan Menara

  • Sederet Aksi Korporasi Perusahaan Menara pada 1 Tahun Terakhir

Photo by: Stockbit

Selain itu, pada edisi kali ini Stockbit Academy juga menyajikan peforma keuangan beberapa perusahaan menara telekomunikasi di Indonesia seperti  Daya Mitra Telekomunikasi ($MTEL),  Sarana Menara Nusantara ($TOWR), dan Tower Bersama Group ($TBIG).

Selain itu, Unboxing ini juga akan membandingkan rasio yang relevan untuk perusahaan menara seperti;

  • Jumlah Menara dan Tenant

  • Debt to Equity Ratio (DER)

  • Net Debt / EBITDA

Lanjut Membaca di Stockbit!

Saham yang Berpotensi Diuntungkan Meningkatnya Mobilitas Masyarakat by Stockbit Snips

giphy.gif

Kasus Covid-19 yang lebih terkendali dan vaksinasi yang terus meningkat mendorong pemerintah melonggarkan berbagai pembatasan sosial. Hal ini tentu dapat meningkatkan mobilitas masyarakat dan diharapkan roda perekonomian berputar lebih cepat. Lalu, sektor apa saja yang berpotensi diuntungkan?

  1. Ritel dan restoran

    Kunjungan ke tempat belanja dan restoran sempat mengalami penurunan drastis selama masa PPKM Darurat pada Juli 2021, menurut riset Mandiri Institute.

    Kunjungan ke pusat belanja di 9 kota besar turun ke tingkat 63% pada jam sibuk, sementara kunjungan ke restoran anjlok ke 47% akibat larangan makan di tempat. Dengan pelonggaran saat ini, tren mobilitas ke tempat belanja dan restoran berangsur meningkat 5% dibandingkan periode sebelum pandemi, menurut Google Mobility Reports per 8 Oktober 2021.

    Jika tren berlanjut, diharapkan kinerja perusahaan di sektor ritel ($MAPI, $LPPF) dan restoran ($FAST, $PZZA) juga semakin membaik mengingat penjualan secara offline masih berkontribusi paling besar terhadap total pendapatan. Sebagai contoh, porsi penjualan digital $MAPI baru mencapai 11,6% per semester-I 2021.

  2. Pengelola pusat perbelanjaan

    Kunjungan ke shopping mall sempat turun cukup dalam ke level 56% pada awal Juli 2021 akibat larangan beroperasi. Hal ini berdampak pada pendapatan penyewa (tenants) di pusat perbelanjaan, yang pada gilirannya menggerus pendapatan emiten pengelolanya.

    Pembukaan kembali pusat perbelanjaan dapat meningkatkan pendapatan emiten pengelolanya, seperti $PWON (pemilik mall Kokas, Gancit, Tunjungan Plaza) dan $SMRA (pemilik Summarecon Mall Kelapa Gading, Serpong, Bekasi). Per semester-I 2021, porsi pendapatan berulang (recurring income) dari pengelolaan mall $PWON dan $SMRA masing-masing 22% dan 17% dari total pendapatan.

  3. Pariwisata dan hiburan

    Sektor pariwisata sangat terpukul akibat pandemi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) turun dari 1,3 juta kunjungan per bulan sebelum pandemi menjadi hanya 130 ribu kunjungan saja per bulan. Selain itu, tingkat okupansi kamar hotel turun di bawah 40% dibandingkan 50-60%  sebelum pandemi.


    Pembukaan kembali destinasi pariwisata, khususnya destinasi prioritas seperti Bali, diharapkan dapat meningkatkan kunjungan wisatawan. Beberapa emiten yang dapat diuntungkan, misalnya produsen minuman beralkohol seperti $DLTA dan $MLBI (porsi penjualan ke Bali sekitar 30% dari total pendapatan) atau pengelola tempat hiburan seperti $PJAA (Taman Impian Jaya Ancol).

  4. Transportasi dan operator jalan tol

    Mobilitas di tempat transportasi umum masih turun -21% dan di tempat kerja turun -13% dibandingkan masa sebelum pandemi, menurut Google Mobility Reports per 8 Oktober 2021.


    Meskipun demikian, volume kendaraan yang melintas melalui tol milik Jasa Marga mengalami kenaikan +15,3% yoy sepanjang paruh pertama 2021. Hal ini menunjukkan mobilitas masyarakat yang semakin meningkat sehingga berpotensi meningkatkan pendapatan perusahaan transportasi dan operator jalan tol, misalnya $JSMR dan $BIRD.

  5. Bank dan perusahaan pembiayaan

    Pandemi Covid-19 sangat memukul daya beli sebagian masyarakat. Akibatnya, pola konsumsi juga berubah karena masyarakat lebih mengutamakan pemenuhan kebutuhan primer, seperti makanan dan obat-obatan, dibandingkan kebutuhan sekunder atau tersier.

    Kabar baiknya, fase pemulihan ekonomi mengerek harga komoditas unggulan Indonesia (batu bara dan CPO) sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat. Konsumsi barang yang bersifat siklikal, misalnya otomotif, biasanya sejalan dengan siklus harga komoditas.


    Hal ini berpotensi meningkatkan permintaan kredit konsumsi bagi perbankan ($BBCA, $BJBR) dan perusahaan pembiayaan ($ADMF, $BFIN). Terlebih lagi, saat ini pemerintah memberikan stimulus perpajakan terkait kepemilikan kendaraan bermotor dan properti.

Key takeaways

Meningkatnya mobilitas berpotensi meningkatkan frekuensi kunjungan ke pusat perbelanjaan, toko ritel, restoran, dan destinasi pariwisata. Selain itu, boom harga komoditas diharapkan membawa perbaikan pada pendapatan dan daya beli masyarakat sehingga konsumsi meningkat. Semua itu dapat menjadi katalis positif bagi sektor-sektor terkait.

Disclaimer: Semua konten bersifat informatif dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli dan/atau menjual saham tertentu. Always do your own research.

Prospek TOWR Pasca Akuisisi SUPR by Stockbit Snips

towr supr opsi 4.png

Penggunaan data internet yang semakin masif membuat kebutuhan akan menara BTS (base transceiver station) meningkat. Sebelum pandemi, rata-rata penggunaan internet untuk keperluan pribadi oleh masyarakat Indonesia adalah 3,6 jam per hari. Angka ini naik menjadi 4,3 jam per hari setelah pandemi. Perusahaan menara berupaya untuk dapat menyerap permintaan ini dengan ekspansi bisnis secara agresif, salah satunya via akuisisi menara BTS.

Sarana Menara Nusantara (TOWR) dan Solusi Tunas Pratama (SUPR) adalah perusahaan penyedia infrastruktur telekomunikasi. Bisnis utama kedua perusahaan adalah penyewaan menara BTS (tower) dan jaringan fiber optic.

Per kuartal II 2021, TOWR merupakan salah satu portofolio dari konglomerasi Grup Djarum, dengan kepemilikan atas 52,14% saham TOWR. Mereka dikabarkan telah menyelesaikan akuisisi terhadap 94,03% saham SUPR dengan nilai transaksi mencapai Rp16,73 triliun (~1,2 miliar USD). TOWR tentu berharap transaksi ini berdampak positif terhadap bisnis, dan artikel ini akan coba menilik perubahan yang terjadi dari segi competitive landscape dan juga operasional.


1. Memperbanyak jumlah menara

Per Q2 2021, TOWR tercatat memiliki 21.575 menara BTS. Sementara, pesaing terdekatnya yang juga merupakan perusahaan publik, TBIG, memiliki 19.709 menara. BTS Mitratel (anak usaha Telkom Indonesia yang akan segera IPO) sedikit lebih banyak dengan 23.232 menara.

Setelah akuisisi ini berhasil, TOWR akan ketambahan 6.422 menara milik SUPR, sehingga menara yang dimiliki menjadi 27.997 unit. Mitratel juga baru saja membeli 4.000 unit tower milik Telkomsel, sehingga total menara menjadi 28.030 unit, unggul tipis dari TOWR.

2. Akuisisi tenant masif

Mengakuisisi menara milik SUPR berarti juga mengakuisisi tenant yang terikat kontrak jangka panjang dengan menara tersebut. Sehingga TOWR akan ketambahan 12.145 tenant baru dari SUPR, dan membuat total tenant TOWR menjadi 51.939. Angka ini semakin menjauhi TBIG (37.232 tenant) dan Mitratel (42.016 tenant).

Tenant biasanya menyewa jasa menara BTS dalam jangka panjang (10+ tahun), ini memberikan stabilitas pendapatan bagi perusahaan menara.

Rencana ekspansi emiten BTS perlu mempertimbangkan ekspansi kliennya, yaitu operator telco. Sedangkan operator akan melakukan ekspansi ke/di wilayah dengan masyarakat yang dinilai berpotensi untuk menggunakan layanannya.
Pada tahun 2015, hanya sekitar 29% masyarakat yang menggunakan smartphone. Tingkat penetrasi ini naik menjadi 76% di 2021, dan diproyeksikan akan tumbuh hingga 89% di 2025.

3. Upaya memenangkan area Jawa-Bali

TOWR akan mengalami penambahan menara dalam jumlah yang cukup besar, namun sebetulnya TOWR dan SUPR memiliki basis lokasi yang relatif mirip. Sekitar 60% menara keduanya berlokasi di area Jawa-Bali-Nusra, 24% di Sumatera, sisanya tersebar di wilayah Indonesia lainnya.

Daerah tersebut merupakan bagian Indonesia paling padat, serta memiliki pertumbuhan penetrasi smartphone yang cukup agresif. Menjadi menarik karena tentunya operator telco ingin memperkuat layanannya di β€œfront tempur” ini. Ini berpotensi membawa keuntungan bagi TOWR yang baru saja memperkuat pengaruhnya di area tersebut.

Menara TBIG pun cukup terkonsentrasi di area yang sama. Namun, ini sedikit berbeda dari Mitratel yang menaranya relatif tersebar, Mitratel yang merupakan anak usaha BUMN memiliiki misi sebagai agen pemerataan pembangunan.

4. Efisiensi melalui kolokasi

Salah satu bentuk efisiensi operasional penting bagi emiten menara adalah metode colocation, alias melayani lebih dari satu operator dalam satu unit menara BTS. Strategi efisiensi ini dapat diperoleh dengan mengombinasikan jumlah menara dengan lokasi yang strategis, di mana terdapat banyak operator telco yang tertarik untuk memperkuat layanan di daerah tersebut. Perusahaan dapat memperoleh lebih banyak pendapatan sambil menahan pertumbuhan biaya operasional. 

Di Q2 2021, rasio kolokasi TOWR adalah 1,86x, sedangkan SUPR 1,94x. Setelah akuisisi, capaian TOWR berpotensi meningkat tipis ke 1,87x. Meski demikian, angka ini masih tertinggal dari TBIG yang memiliki colocation rate sebesar 1,89x.

Rasio kolokasi yang tinggi dapat menjadi indikasi awal bahwa perusahaan menara dapat memanfaatkan aset menaranya secara lebih efisien.

5. Biaya transaksi

Akuisisi 94,03% saham SUPR senilai Rp16,73 triliun oleh TOWR praktis membuat semua 6.422 unit menara terkonsolidasi ke TOWR. Artinya, TOWR mengeluarkan ~Rp2,6 miliar untuk akuisisi setiap satu menara. Angka ini relatif mahal dibandingkan biaya sejumlah transaksi menara yang baru saja dilakukan oleh perusahaan lain:

  • EDGE terhadap CENT: Rp1,6 miliar/menara. Skema transaksi: akuisisi saham

  • TBIG terhadap IBST: Rp1,33 miliar/menara. Skema transaksi: pembelian aset

  • Mitratel terhadap Telkomsel: Rp1,25 miliar/menara. Skema transaksi: pembelian aset

Key Takeaways:

Perang di telco masih akan ketat, didorong kebutuhan data yang makin tinggi. TOWR menyadari ini dan berusaha tetap kompetitif dengan mengakuisisi SUPR, terlebih dua pesaing terdekatnya juga melakukan aksi sejenis di tahun ini. Tapi, dibanding kompetitor, harga akuisisi ini lebih tinggi per unit menaranya, sehingga TOWR butuh upaya lebih besar untuk memastikan pembelian menaranya berdampak positif terhadap keuangan perusahaan.

Disclaimer: Semua konten dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

Harga Batu Bara Membara, Sektor Apa Saja yang Terdampak? by Stockbit Snips

download (4).jfif

Pasar fokus dengan kenaikan harga komoditas belakangan ini, termasuk batu bara. Harga emas hitam ini telah menyentuh all time high, hingga menembus level $240 / ton di awal Oktober 2021, meningkat >300% dari level $55 / ton pada tahun lalu.

Lalu, dengan adanya kenaikan harga batu bara ini, sektor apa saja yang terdampak? .


Sektor yang berpotensi diuntungkan:

1. Pertambangan batu bara

Perusahaan penambang batu bara berpotensi secara langsung diuntungkan akibat kenaikan harga batu bara. Saat perusahaan batu bara menjual batu bara ke pelanggannya, perusahaan biasanya akan menggunakan acuan harga batu bara.

Sehingga, semakin tinggi harga batu bara, perusahaan batu bara berpotensi mencatatkan peningkatan pendapatan nya. Beberapa contoh emiten pertambangan batu bara adalah $ADRO, $ITMG, dan $PTBA.

2. Jasa pendukung pertambangan batubara

β€œIn a Gold Rush, Don’t Dig for Gold, Sell Shovel”

Kutipan ini sangat menggambarkan potensi kenaikan pendapatan perusahaan-perusahaan yang bergerak di hilir, yaitu bidang jasa pendukung pertambangan batu bara. Kenaikan harga batu bara akan menarik perusahaan tambang batu bara untuk meningkatkan produksinya, di mana hal ini akan berdampak pada kenaikan kebutuhan jasa pendukungnya, sehingga berpotensi meningkatkan pendapatan perusahaan yang bergerak di bidang jasa pendukung pertambangan batu bara. 

Contoh jasa pendukung ini adalah perusahaan yang bergerak di beberapa bidang, yaitu:

  • Penjualan alat berat atau Heavy Equipment (Contoh: $UNTR dan $HEXA)

  • Jasa kontraktor tambang (Contoh: $DOID dan $MYOH)

  • Jasa perkapalan pengangkut batu bara (Contoh: $MBSS dan $PSSI).


Sektor yang berpotensi dirugikan:

1. Semen

Perusahaan pada sektor semen berpotensi mengalami penurunan keuntungan, di mana dalam 3 tahun terakhir, 40%-45% dari biaya manufaktur / produksi semen berasal dari beban bahan bakar, yakni batu bara ($SMGR dan $INTP).
Pada saat harga batu bara meningkat, beban produksi juga akan meningkat yang menyebabkan margin keuntungan berpotensi menurun. Hal ini juga diperparah kondisi oversupply pada industri semen yang membuat persaingan di industri ini sangat ketat dan menyebabkan price war terjadi, sehingga peningkatan biaya produksi tersebut tidak dapat langsung disalurkan dengan kenaikan harga pada konsumen.



2. Pembangkit listrik (Power Plant)

Batu bara adalah salah satu sumber energi utama untuk pembangkit listrik di Indonesia. Laporan keuangan pada perusahaan power plant yang publik, PT Cikarang Listrindo Tbk ($POWR), menunjukan bahwa batu bara memiliki porsi sebesar 18,5% - 20,5% dari beban pokok penjualan. Angka ini lebih besar pada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN, non-listed), di mana batu bara memiliki porsi 40% dari beban bahan bakar. Sehingga, ketika harga batu bara meningkat, beban produksi juga berpotensi meningkat dan keuntungan berpotensi menurun. 


Key Takeaways:

  • Pertambangan batu bara dan jasa pendukungnya akan berpotensi terdampak positif dari peningkatan harga jual dan volume.

  • Sektor yang memiliki beban besar dari batu bara, seperti semen dan pembangkit listrik akan berpotensi terdampak negatif pada margin keuntungan yang berkurang akibat kenaikan harga batu bara.

Disclaimer: Semua konten dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.