🚒 TPMA: Potensi Pertumbuhan Besar dari Nikel dan Undersupply Kapal by Arvin Lienardi

πŸ‘‹ Stockbitor!

  • Pengangkutan nikel melalui joint venture bersama Tshinghan berpotensi mendongkrak kinerja TPMA, dengan proyeksi tambahan profit sebesar ~36%. 

  • Pasokan kapal yang undersupply saat ini membuat TPMA memiliki daya tawar untuk menjaga tarif sewa dan kepastian volume angkut batu bara, walaupun harga batu bara berfluktuasi.

  • TPMA rutin membagi dividen dengan payout tinggi, dengan proyeksi yield mencapai ~10% untuk dividen tahun buku 2023.


Executive Summary


Hilirisasi nikel di Indonesia membuka peluang baru bagi industri pelayaran
, didorong meningkatnya permintaan transportasi hasil tambang ke smelter. Untuk menangkap peluang tersebut, Trans Power Marine ($TPMA) bersama Tshinghan mendirikan joint venture bernama PT Trans Logistik Perkasa (TLP) pada 2021, yang dibentuk untuk mengangkut hasil nikel Tshinghan di Maluku. TLP sendiri berencana untuk menambah 60 unit kapal, yang dibiayai sebagian besar dengan fasilitas pinjaman sebesar Rp1,75 T dari Bank Central Asia ($BBCA). 

Kami menilai bahwa pengadaan armada kapal TLP dalam jumlah signifikan menjadi katalis positif bagi TPMA. Selain memesan kapal baru, TPMA membuka opsi akuisisi kapal bekas demi mempercepat pengadaan kapal bagi TLP. Ketika telah beroperasi penuh dengan 60 kapal, yang diprediksi terjadi pada 2025–2026, TLP diproyeksikan memberikan kontribusi laba bersih sebesar ~US$5 juta kepada TPMA, setara 36% dari laba bersih perseroan pada FY22.

Di luar segmen nikel, TPMA juga memiliki prospek pengangkutan batu bara yang masih menjanjikan seiring peningkatan permintaan dari China. Ditambah dengan kurangnya pasokan kapal tongkang saat ini, TPMA berpotensi memiliki daya tawar yang kuat untuk menjaga margin tarif sewa (charter rate) kapal dan volume pengangkutannya. GPM perseroan sendiri tetap terjaga di level yang relatif tinggi di 33–36% pada 1Q23–2Q23 seiring tingginya volume pengangkutan, walaupun harga batu bara (ICI4) telah turun signifikan sebesar -18,9% dari level 4Q22.

Selain potensi peningkatan kinerja, aspek dividen juga menjadi daya tarik TPMA. Dengan solidnya prospek bisnis pengangkutan batu  bara dan balance sheet yang kuat (net cash position), kami menilai TPMA memiliki potensi dividen yang besar. Pada 2018–2022, rata-rata dividend payout ratio dari TPMA adalah 61%, mengesampingkan tahun 2020 dengan payout ratio 200%. Dengan asumsi laba bersih pada 2023 mencapai US$18,1 juta dan dividend payout ratio sebesar 60%, maka TPMA berpotensi membagikan dividen sebesar Rp65/saham, yang mengimplikasikan yield ~9,6% di harganya sebesar Rp680/lembar per 6 Oktober 2023.

Dari sisi valuasi, per 6 Oktober 2023 TPMA diperdagangkan di P/E Ratio sebesar 6,61x, jauh di bawah Mean PE Std. Deviation 10 tahunnya di level 16,5x. Dengan kondisi industri kapal tongkang yang sedang mengalami undersupply, kami menilai terdapat potensi re-rating valuasi. Menggunakan asumsi PE di 10x dan laba bersih annualized 2023, TPMA berpotensi diperdagangkan di Rp1.040/lembar. Adapun beberapa risiko yang dihadapi TPMA antara lain 1) Ketidakberhasilan menambah kapal yang menghambat ekspansi dan 2) Kondisi pasokan kapal yang bisa saja membaik dan harga batu bara terus turun, sehingga membuat volume angkut dan charter rate TPMA turun.


Ladang Keuntungan Baru dari Pengangkutan Nikel

Salah satu katalis pertumbuhan kinerja laba bersih TPMA ke depan datang dari program hilirisasi nikel Indonesia. Sebab, program hilirisasi mendorong pembukaan banyak smelter baru, yang secara langsung mendorong peningkatan permintaan jasa transportasi untuk mengangkut bijih nikel dari tambang ke smelter dan pengangkutan batu bara sebagai bahan bakar untuk smelter.

Pic: Produksi nikel tahunan Indonesia (dalam juta metrik ton).
Sumber: U.S. Geological Survey, Stockbit analysis

Sebagai konteks, TPMA merupakan perusahaan penyedia jasa pelayaran transportasi dan logistik. Perseroan menyediakan layanan kapal tunda dan tongkang (tug and barge) untuk transportasi hasil bumi dan tambang, serta jasa transshipment dan crane barge yang digunakan untuk bongkar muat dari tongkang menuju mother vessel atau pengangkutan antar-pulau. Per 1H23, TPMA memiliki 40 unit kapal tunda (tug), 35 unit tongkang (barge), dan 3 unit floating crane.

Pic: Gambar jasa utama yang dijalankan oleh TPMA.
Sumber: Presentasi TPMA, Stockbit analysis

Pada 2021, TPMA bersama T&J Industrial Holding Limited (TJI) – entitas usaha Tsingshan Holding Group – dan Pacific Pelayaran Indonesia membentuk joint venture bernama PT Trans Logistik Perkasa (TLP). Perusahaan tersebut dibentuk untuk mengangkut hasil nikel Tsingshan di Maluku. Dalam joint venture ini, TPMA memiliki 30% saham dari TLP

TLP sendiri direncanakan akan mengoperasikan 60 set kapal tongkang pada 2025, hampir 2 kali lipat dari jumlah kapal TPMA. Pengadaan 60 kapal tersebut memerlukan capex hingga US$250 juta. Untuk membiayai pengadaan kapal, TLP pada September 2023 menandatangani fasilitas pinjaman Rp1 T dari Bank Central Asia ($BBCA) dengan tenor 8 tahun dan suku bunga di 7,75% floating. Fasilitas pinjaman ini diambil atas nama TLP, dan karena kepemilikan TPMA di perusahaan tersebut adalah 30%, maka utang tersebut tidak terkonsolidasi ke laporan keuangan TPMA

Menurut manajemen pinjaman ini akan digunakan untuk membeli 20 set kapal tongkang baru atau 40 set bekas. Sebelumnya pada 1Q22, TLP juga mendapatkan fasilitas kredit senilai Rp765 M yang diperuntukkan untuk modal kerja dan pembangunan 15 set kapal baru. 

Pic: Susunan kepemilikan saham PT Trans Logistik Perkasa.
Sumber: Stockbit analysis

Manajemen TPMA mengatakan kepada Stockbit pada September 2023 bahwa saat ini sulit untuk mendapatkan kapal baru akibat tidak berimbangnya permintaan dan pasokan, yang mengakibatkan seluruh pesanan TLP menjadi mundur. Antrian untuk kapal baru dapat mencapai 2 tahun. Sebagai contoh, dari target 5 set kapal baru yang diperuntukan untuk perusahaan induk, yang semula dijadwalkan untuk dikirim pada 2023, baru 2 set yang datang sampai dengan 1H23, sedangkan sisanya kemungkinan baru datang pada akhir awal 2024. 

Dengan kondisi seperti itu, TPMA membuka kemungkinan mengakuisisi sejumlah kapal bekas untuk mempercepat pengadaan kapal untuk TLP. Perseroan menyebut bahwa mereka saat ini sedang dalam proses negosiasi sejumlah kapal bekas. Keberhasilan mengakuisisi kapal bekas dengan jumlah yang signifikan akan menjadi katalis positif bagi TPMA, karena menandakan bahwa TLP dapat beroperasi sesuai jadwal

Pic: Perbandingan jumlah armada TPMA dan TLP (JV). 
Sumber: TPMA, Stockbit analysis

Manajemen TPMA memprediksi bahwa jika TLP beroperasi penuh dengan 60 set kapal, perusahaan tersebut berpotensi memberikan kontribusi laba bersih kepada TPMA sebesar ~US$5 juta. Jumlah tersebut setara 36% dari laba bersih TPMA pada FY22.


Prospek Batu Bara Masih Menjanjikan

Katalis kedua yang dapat mendorong kinerja TPMA adalah prospek batu bara yang masih menjanjikan, didukung oleh permintaan ekspor batu bara dari China

Reuters melaporkan bahwa permintaan batu bara dari China berpotensi meningkat ke depan seiring penurunan output PLTA akibat El Nino dan penutupan tambang batu bara di negara tersebut. China sendiri telah mengimpor 306 juta metrik ton batu bara pada 8M23, nilai ini naik +82% YoY. Kondisi ini akan menguntungkan TPMA, mengingat Indonesia merupakan eksportir batu bara terbesar untuk China dan perseroan memiliki jasa transshipment untuk memindahkan batubara dari tongkang ke mother vessel.

Pic: Persentase tujuan ekspor batu bara Indonesia pada FY22.
Sumber: Kementrian ESDM, Stockbit analysis

Permintaan batu bara yang masih kuat terefleksi dalam performa keuangan TPMA pada 1H23, dengan laba bersih tumbuh +53,1% menjadi US$9,07 juta dan pendapatan tumbuh +12,8% menjadi US$32,4 juta. Secara operasional, TPMA mencatatkan kenaikan Gross Profit Margin (GPM) menjadi 34,9% (vs. 1H22: 31,3%) dan NPM 27,9% (vs. 1H22: 20,6%). Sementara itu, keuangan TPMA juga masih solid dengan Debt-to-Equity Ratio (DER) sebesar 0,19x, Debt-to-Asset Ratio (DAR) sebesar 0,15x, dan Interest Coverage Ratio (ICR) di 33,05x.

Berdasarkan data terakhir yang dipublikasi TPMA, volume pengangkutan batu bara pada 1Q23 tumbuh +36,1% YoY menjadi 4,63 juta ton. Peningkatan kinerja ini didorong oleh kebutuhan batu bara baik pada dalam negeri maupun pasar ekspor. Ekspor batu bara Indonesia pada 2022 mencapai 465,3 juta ton, naik +6,9% YoY pada 2022. Selain itu, kebutuhan domestik untuk batu bara juga masih tinggi didorong oleh masifnya kebutuhan untuk industri smelter dan PLTU.

Kementerian ESDM mencatat bahwa produksi batu bara Indonesia pada FY22 mencapai 685,4 juta ton, naik +13% YoY dari FY21. Sedangkan per 9M23, produksi telah mencapai 527,5 juta ton, setara 75,9% dari target produksi FY23 sebesar 695 juta ton.

Pic: Volume total produksi dan ekspor batu bara Indonesia (dalam juta ton).
Sumber: Kementrian ESDM, Stockbit analysis

Margin yang Resilient Imbas Undersupply Kapal

Walaupun terdapat korelasi antara charter rate dengan indeks batu bara ICI4, margin usaha TPMA lebih dipengaruhi dari volume angkut dan utilisasi armada. Ke depan, TPMA memiliki daya tawar (bargaining power) yang kuat untuk menjaga charter rate dan volume angkut perseroan di tengah fluktuasi harga batu bara. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi undersupply kapal tunda dan tongkang yang terjadi saat ini. GPM perseroan yang tetap terjaga di level yang relatif tinggi di 33–36% pada 1Q23–2Q23 seiring tingginya volume pengangkutan, walaupun harga batubara (ICI4) telah turun signifikan sebesar -18,9% dari level 4Q22.

TPMA sendiri memiliki porsi pelanggan contract based yang besar, dengan lebih dari 90% pendapatan berasal dari kontrak. Berdasarkan data 1H23 61,9% pendapatan didominasi 5 kontraktor. TPMA lebih memilih bergantung dengan sistem kontrak karena beberapa hal:

  • Rekam jejak client yang lebih jelas dan kepastian volume angkut

  • Peluang retensi pelanggan

  • Fleksibilitas lebih untuk mengatur utilisasi armada antara contract order & spot order

Pic: Perjanjian kontrak TPMA yang sedang berjalan.
Sumber: TPMA

TPMA juga memiliki kerja sama kontrak dengan berbagai kontraktor besar yang memiliki reputasi baik dan peluang retensi pelanggan. Dengan sistem kontrak, TPMA memiliki kepastian volume angkut yang lebih besar dan juga cash flow yang lancar.

Manajemen menyebut tarif sewa (charter rate) dalam masa kontrak bersifat tetap (fixed). Selain itu, di dalam kontrak juga terdapat klausul bahwa kenaikan biaya di luar kesepakatan akan ditanggung oleh penyewa kapal. Oleh karena itu, kenaikan biaya seperti BBM tidak berdampak besar pada margin perusahaan. TPMA juga mencatat charter rate yang stabil di tengah fluktuasi batu bara.

Pic : GPM  dan volume angkut TPMA (kiri) (Annual: kanan, quarterly: kiri). *data volume 2Q23 belum tersedia
Sumber: TPMA, Stockbit analysis
Pic: Average Selling Price TPMA US$/ton vs. Gross Profit Margin (kiri); ASP vs. ICI4 (kanan).
Sumber: TPMA, Stockbit analysis

Dividend Play: Yield TPMA Dapat Mencapai 10% dari Tahun Buku 2023

Dengan kinerja bisnis yang solid, TPMA memiliki kemampuan membayar dividen yang baik. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor berikut:

  • Kepastian volume angkut yang tinggi di tengah tren kenaikan permintaan batu bara

  • Margin yang resilient walaupun harga batu bara berfluktuatif

  • Balance sheet yang kuat (net cash per 1H23)

TPMA rutin membagikan dividen dengan payout ratio hingga >50%. Pada 2018–2022, TPMA membagikan dividen dengan rata-rata payout ratio sebesar 61%, mengesampingkan tahun  buku 2020 di mana payout ratio mencapai 200%. Dengan asumsi payout ratio sebesar 60% dan annualized EPS di Rp104, dividend yield untuk tahun buku 2023 dapat mencapai ~9,6%

Pic: EPS, DPS dan payout ratio TPMA
Sumber: Stockbit analysis

Secara valuasi, TPMA diperdagangkan di level yang cukup rendah secara historis dengan PE Ratio sebesar 6,61x (TTM) per 6 Oktober 2023. Valuasi tersebut lebih rendah dibandingkan Mean PE Std. Deviation 10 tahun di level 16,5x. Dengan kondisi industri kapal tongkang yang sedang mengalami undersupply, kami menilai terdapat potensi re-rating valuasi TPMA. Menggunakan asumsi P/E Ratio di 10x dan laba bersih annualized 2023, TPMA berpotensi diperdagangkan pada Rp1.040/saham.

Pic : P/E Band 10Y (TTM) TPMA.
Sumber: Bloomberg

TPMA dapat dibandingkan dengan perusahaan tug and barge lainnya seperti Mitrabahtera Segara Sejati ($MBSS), Transcoal Pacific ($TCPI), dan Hasnur Internasional Shipping ($HAIS). Namun dari segi market cap, TPMA paling cocok untuk dibandingkan dengan MBSS. Secara valuasi, TPMA memang tergolong lebih premium dibandingkan MBSS. Namun, kami menilai bahwa valuasi yang lebih premium tersebut cukup wajar karena faktor berikut:

  • Kerja sama dengan Tsingshan memberi kepastian pelanggan

  • Stabilitas keuangan TPMA yang lebih baik dari MBSS

  • Dividend play dari TPMA, MBSS terakhir bagi dividen pada 2015

Pic : Perbandingan beberapa rasio TPMA & MBSS
Sumber: Stockbit analysis

Risiko

Risiko yang utama dari TPMA adalah ketidakberhasilan menambah armada kapal yang dapat menghambat ekspansi mereka

Pada 2022, pasokan kapal terhambat oleh harga besi yang tinggi, sehingga membuat produksi terganggu. Namun, pada 2023, pasokan terganggu karena antrian pesanan yang semakin panjang. Manajemen TPMA mengatakan bahwa dari 5 set kapal yang dipesan, seharusnya bisa tiba semuanya pada 2023. Namun, per 1H23, baru 2 set kapal yang datang dan sangat mungkin sisa pengiriman akan mundur ke 1Q24. TLP juga mengalami yang sama, dari 15 pesanan kapal, baru 1 kapal tunda (tug) yang dikirim.

Risiko yang kedua adalah supply kapal tongkang di pasar secara keseluruhan membaik dan harga batu bara terus turun. Jika hal tersebut terjadi, TPMA berpotensi mengalami penurunan pendapatan dikarenakan volume angkut dan charter rate keduanya turun.


________________
Penulis: 

Arvin Lienardi, Investment Analyst

Editor:

Vivi Handoyo Lie, Head of Investment Research

Edi Chandren, Investment Analyst Lead

Aulia Rahman Nugraha, Sr. Investment Journalist

Copyright 2023 Stockbit, all rights reserved.

Disclaimer: 

Semua konten dalam artikel ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

PT Stockbit Sekuritas Digital (β€œStockbit”),  Perusahaan efek yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. 

Selanjutnya, semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah β€œhttps://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri β€œ@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.

πŸ”₯ Komparasi Emiten Geothermal: Valuasi Unggul PGEO, BREN Menarik karena Grup Barito by Theodorus Melvin

πŸ‘‹ Stockbitor!

  • Kapasitas PLTP BREN lebih tinggi dari PGEO, meski seluruhnya berada di tanah wilayah kerja PGEO.

  • Pendapatan dan laba usaha BREN lebih tinggi dibandingkan PGEO, tetapi laba bersih PGEO lebih unggul karena beban keuangan lebih rendah.

  • Walaupun PGEO terlihat lebih unggul dari berbagai aspek, BREN tetap memiliki fundamental yang baik dan lebih menarik bagi investor yang melihat konteks perseroan sebagai β€˜anak emas’ dari grup Barito.


Executive Summary


Barito Renewables Energy
($BREN) siap melantai di BEI pada Oktober 2023, menandai emiten geothermal kedua yang listing di bursa setelah Pertamina Geothermal Energy ($PGEO). Apabila dibandingkan dengan PGEO dari sisi operasional, finansial, dan valuasi, BREN memiliki kinerja sebagai berikut:

Operasional: BREN unggul dalam kapasitas terpasang dibandingkan PGEO – BREN merupakan perusahaan geothermal dengan kapasitas terpasang PLTP mencapai 886 MW, terbesar di Indonesia. Kapasitas tersebut membuat perseroan dapat mencatatkan pendapatan dan laba usaha yang lebih besar dibandingkan PGEO. 

Finansial: Higher OPM for BREN but higher NPM for PGEO – Beban keuangan yang besar dengan Debt to Equity Ratio mencapai 3,99x menyebabkan NPM dan laba bersih BREN lebih kecil dibandingkan PGEO.

Valuasi: Cheaper, or Barito Group? – Secara valuasi, BREN (P/E 60,2–70,1x, P/BV 14,1–15,2x) lebih premium dibandingkan PGEO (P/E 28,3x, P/BV 2,15x) per 27 September 2023. Namun, valuasi premium BREN dapat dijustifikasi jika dibandingkan dengan valuasi emiten Grup Barito lainnya di BEI, seperti BRPT (P/E 546,6x) dan TPIA (P/E -112x).

Ekspansi: BREN menambah kepemilikan di PLTP dan PGEO berpotensi akuisisi perusahaan lain – Ke depannya, BREN dan PGEO akan terus melakukan ekspansi, baik secara organik melalui pembangunan unit PLTP baru maupun inorganik melalui beberapa aksi korporasi. BREN akan menggunakan sebagian dana IPO untuk menambah kepemilikan di PLTP Salak dan Darajat. Di sisi lain, PGEO dirumorkan akan menjadi induk holding BUMN Geothermal dan mengakuisisi PLTP Sorik Marapi senilai US$1 miliar.

Risiko: Beban keuangan dan valuasi premium bagi BREN, penambahan utang berbunga dan pergantian personel manajemen bagi PGEO – Beberapa risiko yang meliputi BREN antara lain adalah beban keuangan yang besar serta valuasi yang jauh lebih premium dibandingkan PGEO. Selain itu, BREN juga memiliki risiko pelepasan aset karena PLTP perseroan berada di atas wilayah kerja milik PGEO. Di sisi lain, PGEO juga memiliki sejumlah risiko seperti penambahan utang berbunga akibat ekspansi, risiko tenggat waktu penyelesain proyek baru, serta risiko pergantian personel manajemen ke depan.


Untuk menyimpulkan, walaupun PGEO terlihat lebih unggul dari berbagai aspek, BREN tetap memiliki fundamental yang baik dan lebih menarik bagi investor yang melihat konteks perseroan sebagai β€˜anak emas’ dari Grup Barito, di mana kebanyakan perusahaannya memiliki valuasi premium.


Operasional: BREN Unggul dalam Kapasitas Terpasang, tetapi Berada di Wilayah PGEO

Pic:Perbandingan kapasitas terpasang PLTP milik BREN dan PGEO
Sumber: prospektus BREN dan PGEO

Dari sisi operasional, BREN memiliki kapasitas PLTP terpasang mencapai 886 MW, lebih besar dibandingkan kapasitas milik PGEO yang sebesar 672 MW. Lebih lanjut, seluruh PLTP milik BREN terkonsentrasi di 3 daerah yang relatif berdekatan di Jawa Barat. Di sisi lain, PLTP milik PGEO tersebar di 5 provinsi berbeda di Indonesia. Perbedaan lokasi ini dapat berdampak pada tarif listrik serta biaya operasional – seperti biaya gaji teknisi dan karyawan – yang akan berdampak pada margin laba usaha setiap area operasi PLTP.

Pic: Perbandingan rata-rata utilisasi PLTP BREN dan PGEO
Sumber: prospektus BREN dan PGEO, Stockbit analysis

Dalam membandingkan kualitas aset PLTP, salah satu faktor yang umum diperhatikan adalah tingkat utilisasi kapasitas. PLTP BREN memiliki tingkat utilisasi yang lebih tinggi dibandingkan PGEO. Hal ini menandakan bahwa BREN berhasil mengoperasikan PLTP-nya mendekati tingkat kapasitas maksimum.

Meski kapasitas dan tingkat utilisasinya lebih besar, seluruh PLTP milik BREN dibangun di atas wilayah kerja panas bumi (WKP) milik PGEO. Oleh karena itu, BREN terikat perjanjian Kontrak Operasi Bersama (KOB) yang mengharuskan BREN membayar biaya tunjangan produksi sekitar 3–4% dari total EBITDA kepada PGEO setiap tahunnya. Selain itu, perjanjian KOB ini juga mengatur bahwa PLTP yang dioperasikan oleh BREN akan dialihkan kepada PGEO setelah selesainya masa KOB yaitu 2039 (Wayang Windu), 2040 (Salak), 2041 (Darajat Unit 1–2), dan 2047 (Darajat Unit 3). Akan tetapi, perjanjian KOB ini dapat diperpanjang ke depannya sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak 

Ke depan, kapasitas terpasang milik PGEO dapat meningkat signifikan melalui akuisisi dan berpotensi melampaui BREN sebagai perusahaan geothermal dengan kapasitas terpasang terbesar di Indonesia. Akuisisi yang dimaksud adalah wacana dari Kementerian BUMN untuk membentuk holding geothermal, dengan PGEO bertindak sebagai induk. Jika wacana ini terjadi, PGEO akan mengakuisisi aset PT Geo Dipa Energi dan PT PLN Gas & Geothermal. Selain itu, Reuters melaporkan bahwa PGEO berencana mengakuisisi aset PT Sorik Marapi Geothermal, sebuah perusahaan geothermal yang terletak di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara.

Pic: Perbandingan pangsa pasar pemain panas bumi di Indonesia
Sumber: prospektus BREN yang diolah oleh Stockbit

Jika wacana holding geothermal dan akuisisi PT Sorik Marapi Geothermal terjadi, PGEO akan mendapatkan tambahan kapasitas 120 MW dari PT Geo Dipa Energi dan 140 MW dari PT Sorik Marapi Geothermal. Dampaknya, kapasitas terpasang PGEO akan naik dari 672 MW menjadi 792 MW hingga 932 MW.


Finansial: BREN Unggul dalam Pendapatan dan Laba Usaha, tetapi PGEO Unggul dalam Laba Bersih

Pic:perbandingan kinerja keuangan BREN dan PGEO dari 2020-2022
Sumber: prospektus BREN, prospektus dan laporan keuangan PGEO

Dari sisi finansial, pendapatan BREN pada FY22 mencapai US$569,8 juta, lebih besar dibandingkan PGEO yang sebesar US$386,1 juta. Pendapatan BREN lebih tinggi dari PGEO karena kapasitas PLTP terpasangnya lebih besar. Meski memiliki pendapatan dan laba usaha yang lebih besar, laba bersih untuk entitas induk BREN (US$91,1 juta) lebih kecil dibandingkan PGEO (US$127,3 juta) pada FY22. 


Margin EBITDA kedua emiten dalam 3 tahun terakhir stabil di kisaran 78,7–87%, dengan BREN sedikit lebih baik di kisaran 85,7–87% sementara PGEO di 78,7–82,6%. Namun, PGEO lebih unggul dalam NPM yang berada di kisaran 20,6–33%, sementara BREN di kisaran 12,2–16%.

Pic: Perbandingan OPM dan NPM pada PLTP milik BREN dan PGEO
Sumber: prospektus BREN, prospektus dan laporan keuangan PGEO

Dari sisi profitabilitas masing-masing PLTP, aset-aset yang dimiliki oleh BREN mencatatkan margin laba operasi (OPM) yang lebih besar dibandingkan aset-aset yang dimiliki oleh PGEO. Hal ini karena rasio beban tetap terhadap pendapatan akan lebih rendah jika kapasitas pembangkit listrik di satu titik semakin besar. Beban tetap yang dimaksud di sini adalah beban tunjangan karyawan dan teknisi. Dalam grafik di atas, bisa dilihat bahwa BREN memiliki rata-rata kapasitas terpasang yang lebih besar dibandingkan PGEO per lokasi (site). Dengan kata lain, BREN memiliki operating leverage yang lebih tinggi dibandingkan PGEO.

Meski lebih rendah dibandingkan BREN, margin laba operasi PGEO dapat meningkat ke depannya jika perseroan terus menambah kapasitas PLTP di masing-masing lokasi, sehingga bisa meningkatkan operating leverage. Saat ini, PGEO memiliki rencana ekspansi organik berupa pengembangan PLTP Lumut Balai Unit 2 sebesar 55 MW yang diharapkan dapat beroperasi pada 2024 dan PLTP Lahendong Unit 7 dan 8 sebesar 40 MW yang diharapkan dapat beroperasi pada 2027.

Sementara dari sisi margin laba bersih (NPM), aset-aset yang dimiliki oleh PGEO mencatatkan NPM yang lebih tinggi dibandingkan aset-aset yang dimiliki oleh BREN. Ada dua faktor yang menyebabkan NPM dari BREN lebih rendah dari PGEO meski pendapatan dan laba usahanya lebih tinggi, yakni: 

  • Seluruh laba bersih dari aset yang dimiliki BREN tertekan oleh beban keuangan, mengingat mayoritas aset diakuisisi menggunakan utang. Di sisi lain, mayoritas aset milik PGEO dibangun menggunakan kas internal, sehingga beban keuangannya relatif lebih kecil dibandingkan BREN.

  • Aset PLTP milik BREN tidak dikuasai 100% oleh perseroan, sehingga mengurangi persentase laba bersih untuk entitas induk.

Ke depan, BREN dapat meningkatkan NPM-nya dengan meningkatkan porsi kepemilikan di aset PLTP dan menurunkan beban keuangan. Sebagai gambaran, Debt-to-Equity Ratio (DER) BREN per 1H23 adalah 4,32x. Setelah pembayaran sebagian utang dengan dana IPO, DER BREN akan turun menjadi 3,99x. Di sisi lain, DER PGEO per 1H23 adalah 0,38x.

Pic: Perbandingan utang berbunga BREN dan PGEO per 1H23
Sumber: laporan keuangan BRPT dan PGEO 1H23

Selain NPM, BREN juga berpotensi meningkatkan laba bersih untuk entitas induk seiring rencana perseroan menambah kepemilikan di asetnya. Berdasarkan prospektus, BREN berencana meningkatkan kepemilikan di Star Energy Geothermal (Salak Darajat) BV – entitas yang mengoperasikan PLTP Salak dan PLTP Darajat – dari 76,1% menjadi 80,9%.

Pic: Pertumbuhan kinerja keuangan BREN dan PGEO dari 2020-2022
Sumber: prospektus BREN, prospektus dan laporan keuangan PGEO

Dari sisi pertumbuhan pendapatan, kedua emiten mencatatkan pertumbuhan di kisaran 3–6% per tahun dalam 3 tahun terakhir, dengan BREN sedikit lebih unggul (+4,6% CAGR 2Y) dibandingkan PGEO (+4,4% CAGR 2Y). Akan tetapi, pertumbuhan laba bersih untuk entitas induk PGEO (+32,2% CAGR 2Y) lebih unggul dibandingkan BREN (+19,6% CAGR 2Y) yang disebabkan oleh efek low base akibat penurunan (impairment) nilai aset tetap pada 2021.

Pic:Perbandingan kinerja keuangan BREN dan PGEO secara 1Q23
Sumber: prospektus BREN, laporan keuangan PGEO

Jika dibandingkan dari kinerja keuangan terakhir atau per 1Q23, kinerja keuangan PGEO secara keseluruhan lebih baik dibandingkan BREN. Kedua emiten mencatatkan pertumbuhan pendapatan double digit (PGEO +19% YoY, BREN +10% YoY) dan pertumbuhan laba bersih double digit (PGEO +49,3% YoY, BREN +31% YoY).

Per 1Q23, seluruh margin laba kedua emiten juga membaik. Margin EBITDA BREN naik menjadi 88% (vs. 1Q22: 86%), diikuti oleh kenaikan OPM sebesar 75% (vs. 1Q22: 71%) dan NPM sebesar 20% (vs. 1Q22: 17%). Di sisi lain, PGEO mencatatkan kinerja yang lebih baik dibandingkan BREN, dengan margin EBITDA naik menjadi 86% (vs. 1Q22: 84%) diikuti kenaikan OPM sebesar 75% (vs. 1Q22: 59%) dan NPM sebesar 46% (vs. 1Q22: 36%).


Valuasi: BREN Lebih Premium Akibat Valuasi Grup Barito

Valuasi saham BREN saat IPO lebih premium dibandingkan PGEO, dengan P/E Ratio di kisaran 60,2–70,1x dan P/BV Ratio berkisar 14,1–15,2x. P/E Ratio yang tinggi ini disebabkan oleh laba bersih yang lebih rendah akibat tingginya beban keuangan dan masih adanya kepentingan non-pengendali. Sebagai perbandingan, per 27 September 2023, saham PGEO diperdagangkan dengan valuasi P/E Ratio 28,3x dan P/BV Ratio 2,15x. Kendati demikian, valuasi PGEO sudah naik jauh dibandingkan harga IPO (P/E 18,3x dan P/BV 1,3x).

Pic: Perbandingan valuasi BREN dengan PGEO serta Grup Barito
Sumber: Stockbit analysis

Valuasi BREN yang lebih premium dapat dipahami, mengingat saham-saham yang dimiliki grup Barito selalu dihargai premium oleh market. Meski lebih premium dibandingkan PGEO, valuasi BREN masih lebih rendah dibandingkan emiten Grup Barito lainnya seperti BRPT (P/E 546,6x, P/BV 5,3x) dan TPIA (P/E -111,9x, P/BV 5,2x). Sebagai aset emas yang dimiliki BRPT, serta kinerja pendapatan dan laba bersih yang relatif stabil, memang sulit membayangkan BREN akan dilepas dengan valuasi yang murah.

Dari sisi dividen, PGEO sudah membagikan dividen sebesar Rp10,87/saham pada Juni 2023, yang pada saat diumumkan mengindikasikan dividend yield sebesar 1,15%. Sementara itu, BREN berencana membagikan dividen dengan payout ratio hingga 60% mulai dari tahun buku 2023.


Risk and Reward

BREN akan menarik bagi investor yang melihat konteks perseroan sebagai β€˜anak emas’ dari grup Barito. Sebagai gambaran per 1Q23 (TTM), BREN mencetak laba bersih sebesar 98 juta dolar AS, sementara BRPT hanya mencatatkan laba bersih 15,7 juta dolar AS yang utamanya disebabkan oleh rugi bersih TPIA sebesar 129,7 juta dolar AS. Valuasi P/E Ratio BREN sendiri jauh lebih rendah dibandingkan dua emiten Grup Barito lainnya di BEI, yakni BRPT dan TPIA.

Selain itu, status BREN saat ini sebagai perusahaan geothermal dengan kapasitas terpasang terbesar di Indonesia. BREN sendiri berpotensi meningkatkan NPM-nya ke depan melalui penambahan porsi kepemilikan di aset PLTP existing.

Di sisi lain, PGEO akan lebih menarik bagi investor yang lebih memilih valuasi yang lebih murah. PGEO merupakan pemain utama dari pemerintah untuk menggarap bisnis geothermal di Indonesia. Ke depan, pendapatan dan laba bersih PGEO juga berpotensi meningkat seiring rencana pertumbuhan organik dan anorganik.

Adapun beberapa risiko yang dimiliki BREN dan PGEO adalah sebagai berikut:

BREN:

  • Risiko perjanjian dengan PGEO karena aset PLTP BREN berada di atas WKP milik PGEO.

  • Risiko rasio utang berbunga terhadap ekuitas yang relatif tinggi dibandingkan PGEO. Setelah pembayaran utang dengan dana IPO, rasio utang berbunga terhadap ekuitas berada di level 3,99x.

  • Risiko valuasi BREN yang saat ini ditawarkan secara premium pada valuasi PER 60,2–70,8x dan PBV 14,1x.

PGEO:

  • Risiko pergantian personel manajemen utama yang dapat mengubah kinerja dan strategi perseroan ke depannya.

  • Risiko penambahan utang berbunga akibat rencana ekspansi organik dan anorganik yang akan dilakukan perseroan ke depannya.

  • Risiko ekspansi pada lokasi baru yang memerlukan waktu lebih lama dibandingkan ekspansi pada lokasi existing, sehingga penyelesaian proyek dapat mundur dari target awal.


________________
Penulis: 

Theodorus Melvin, Investment Analyst

Editor:

Vivi Handoyo Lie, Head of Investment Research

Edi Chandren, Investment Analyst Lead

Aulia Rahman Nugraha, Sr. Investment Journalist

Copyright 2023 Stockbit, all rights reserved.

Disclaimer: 

Semua konten dalam artikel ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

PT Stockbit Sekuritas Digital (β€œStockbit”),  Perusahaan efek yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. 

Selanjutnya, semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah β€œhttps://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri β€œ@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.

🎒 Peluang PJAA dari Pemulihan Pengunjung & Strategi Pricing by Hendriko Gani

πŸ‘‹ Stockbitor!

  • Ruang pemulihan masih terbuka sebab aktivitas masih di bawah level pra-pandemi

  • Harga tiket wahana yang diturunkan akibat pandemi berpeluang dinormalisasi seiring pemulihan jumlah pengunjung

  • Efisiensi pasca-pandemi membuat margin laba telah melampaui 2017–2019

  • Selain kenaikan laba, saham PJAA juga berpotensi mengalami re-rating karena valuasi masih lebih rendah dari P/E dan P/BV Band 10 tahun

Pemulihan iklim pariwisata pasca-pandemi menjadi katalis positif bagi Pembangunan Jaya Ancol ($PJAA). Pada tahun lalu, seiring dibukanya kembali sektor pariwisata di Indonesia, PJAA berhasil mencetak pertumbuhan pengunjung sebesar +122% YoY serta mengakhiri tren kerugian pada 2020 dan 2021. Kami menilai bahwa pemulihan kinerja PJAA ke depan masih terbuka lebar dan akan didorong oleh dua faktor utama: 1) Kelanjutan pemulihan jumlah pengunjung, dan 2) potensi pertumbuhan margin dari normalisasi rata-rata harga jual (ASP) tiket dan strategi dynamic pricing

Selain itu, manajemen juga mengungkapkan bahwa pandemi mengajarkan perseroan bagaimana beroperasi dengan lebih efisien. Hal ini terefleksi pada capaian 1H23, di mana margin laba usaha dan margin laba bersih perseroan sudah mencapai level yang lebih tinggi dibandingkan 2017–2019, walaupun jumlah pengunjung dan jumlah pendapatan masih di belum sepenuhnya pulih. Salah satu contoh inisiatif efisiensi yang dilakukan PJAA adalah dengan mengevaluasi kembali basic cost yang dibutuhkan agar perusahaan dapat beroperasi dengan baik. Dengan efisiensi yang lebih baik dan dukungan dua faktor utama di atas, laba bersih PJAA pada tahun depan berpotensi melebihi kisaran Rp220–230 M yang dicetak pada 2017–2019 (pra-pandemi).

Secara valuasi, PJAA juga terlihat menarik. Per 13 September 2023, P/BV saham PJAA berada di level 0,81x, di bawah 1x. Sementara itu, valuasi P/E TTM berada di level 5,81x. Valuasi P/E dan P/BV tersebut berada di bawah rata-rata historis 10 tahun terakhir. Dengan asumsi laba bersih kembali ke level Rp230 M pada 2024, valuasi P/E saham PJAA turun menjadi 5,66x. Dengan demikian, selain dari kenaikan performa, PJAA juga bisa mendapat benefit dari kenaikan valuasi (re-rating).

Adapun beberapa risiko yang perlu investor perhatikan dari PJAA adalah potensi kenaikan beban semi-variabel seiring pertumbuhan jumlah pengunjung, serta risiko penurunan ASP akibat pembelian tiket terusan yang kembali meningkat, dapat menyebabkan potensi kenaikan margin menjadi lebih kecil. Kedua risiko dapat meng-offset potensi peningkatan margin laba usaha perseroan.


Dua Faktor Utama Pendongkrak Kinerja PJAA: Kelanjutan Pemulihan Pengunjung dan Potensi Pertumbuhan Margin


Kinerja PJAA ke depan berpotensi pulih seiring kelanjutan pemulihan jumlah pengunjung dan pertumbuhan margin yang didorong oleh normalisasi ASP dan inisiatif digitalisasi
. PJAA sendiri merupakan perusahaan dengan operating leverage yang cukup tinggi, dengan ~33% biaya usaha perseroan merupakan biaya tetap (fix cost) per 1H23. Artinya, kinerja laba bersih PJAA akan secara signifikan bergantung kepada kinerja pendapatan.

Pic: Breakdown biaya PJAA berdasarkan sifat biaya.
Sumber: Company filings, Stockbit analysis

Sensitivitas laba bersih PJAA terhadap pendapatan terlihat ketika pandemi pada 2020–2021. Penurunan jumlah pengunjung pada 2020 (-76,1% YoY) dan 2021 (-22% YoY) membuat PJAA mengalami penurunan pendapatan masing-masing sebesar -69,5% YoY dan -6% YoY. Akibatnya, PJAA membukukan rugi bersih pada 2020 dan 2021 masing-masing sebesar  Rp394 M dan Rp275 M.

Pic: Pendapatan dan laba bersih PJAA per kuartal pada 2017–2Q23 (kiri) dan Net Profit Margin PJAA (kanan).
Sumber: Company filings, Stockbit analysis

Pemulihan Kunjungan Wisatawan dan Kebangkitan Sektor Pariwisata

Kami melihat bahwa kinerja pendapatan dan laba bersih PJAA berpotensi terus membaik seiring pemulihan sektor pariwisata pasca-pandemi. Segmen bisnis pariwisata sendiri berkontribusi sebesar 62,8–79,2% dari pendapatan PJAA pada FY18–FY22, sehingga pemulihan jumlah wisatawan dapat menjadi katalis positif bagi PJAA.

Kami menemukan bahwa tren jumlah pengunjung Ancol berkorelasi positif dengan iklim pariwisata di Indonesia (lihat tabel di bawah). Setelah tertekan pada 2020 dan 2021 akibat pandemi, PJAA berhasil mencatatkan pertumbuhan pengunjung sebesar +122% YoY pada FY22, yang mendorong pendapatan tumbuh sebesar +146% YoY. 

Meski demikian, realisasi pengunjung, pendapatan, dan laba bersih PJAA pada FY22 masih belum mencapai level pra-pandemi, dengan masing-masing baru mencapai 41,3%, 70,5% dan 67% dari FY19. Artinya, masih terdapat ruang untuk pemulihan lanjutan menuju level sebelum pandemi.

Pic: Tren jumlah kedatangan turis mancanegara ke Indonesia, jumlah keberangkatan penerbangan domestik, jumlah pengunjung pintu utama Ancol, pendapatan PJAA 2019-2022, laba bersih PJAA 2019-2022.
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), Company filings, Stockbit analysis

Kinerja positif PJAA selama FY22 pun berlanjut pada 1H23, dengan pendapatan tumbuh +40% YoY menjadi  Rp579 M dan laba bersih naik +192% YoY menjadi  Rp108 M. Jika dibandingkan dengan periode yang sama saat sebelum pandemi, pendapatan pada 1H23 masih lebih rendah -4,7% dari realisasi 1H19, sementara laba bersih pada 1H23 telah melebihi (+52,1%) dari realisasi 1H19.

Segmen pariwisata PJAA masih memiliki ruang pertumbuhan ke depan karena sektor pariwisata Indonesia masih belum pulih sepenuhnya. Sebagai contoh, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara pada 7M23 tercatat baru mencapai 68,7% dari realisasi 7M19. Optimisme pemulihan kinerja PJAA juga ditunjukkan dari guidance manajemen yang menargetkan pertumbuhan laba bersih sebesar +10–15% YoY pada FY23, dengan target kenaikan jumlah pengunjung sebesar +20% YoY menjadi 9 juta

Pic: Jumlah penjualan tiket masuk di setiap wahana (kiri) dan pintu utama Ancol (kanan). 
Sumber: Company filings, Stockbit analysis

Potensi Pertumbuhan Margin Laba

Selain pertumbuhan jumlah pengunjung, kinerja pendapatan dan laba bersih PJAA ke depan juga akan didorong oleh potensi pertumbuhan margin laba segmen pariwisata dari normalisasi ASP dan strategi dynamic pricing perseroan.

Normalisasi ASP 

Pada 2019–2022, PJAA mencatatkan pertumbuhan blended ASP tiket pintu masuk utama sebesar +45,7%. Namun, berdasarkan channel check yang kami lakukan, PJAA hanya menaikan +20% harga jual tiket masuk mobil menjadi Rp30.000 dan +33% untuk motor menjadi Rp20.000. Oleh karena itu, kami menyimpulkan bahwa kenaikan blended ASP dari pintu utama Ancol kemungkinan tidak hanya dipengaruhi oleh kenaikan harga tiket, tetapi juga gabungan beberapa faktor, antara lain:

  • Pengunjung beralih menggunakan moda transportasi dengan harga tiket yang lebih tinggi

  • Beralihnya jenis tiket yang dibeli pengunjung, dari awalnya tiket terusan menjadi tiket sekali pakai

  • Pengurangan promosi, baik dari segi harga jual ataupun intensitas

Pic: Harga jual tiket masuk di pintu masuk utama Ancol.
Source: Stockbit analysis
Pic: Rata-rata harga jual tiket masuk pintu masuk utama Ancol.
Source: Company filings, Stockbit analysis

Selain pintu masuk utama Ancol, PJAA juga mencatatkan pertumbuhan blended ASP tiket masuk wahana – seperti Ocean Dream Samudra, Atlantis, Sea World, dan Dufan – sebesar +2,5% dari Rp110.639/kunjungan pada 2019 menjadi Rp113.523/kunjungan pada 2022. Meski mencatatkan kenaikan blended ASP, kami menemukan bahwa terdapat perubahan harga yang mixed pada harga tiket wahana-wahana di Ancol (lihat grafik di bawah). Sejumlah wahana PJAA tercatat mengalami penurunan harga tiket masuk pada 2019–2023, antara lain Ocean Dream Samudra dan Atlantis. Penurunan harga juga dialami oleh tiket masuk wahana Dufan pada akhir pekan. Di sisi lain, Sea World dan Dufan pada hari kerja mengalami kenaikan harga.

Oleh karena itu, kami menilai bahwa kenaikan blended ASP tiket wahana PJAA pada 2019–2023 tidak hanya disebabkan oleh kenaikan harga tiket beberapa wahana, tetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor berikut:

  • Berkurangnya jumlah kunjungan pelanggan dengan tiket terusan

  • Perubahan behaviour pengunjung ke wahana dengan tarif yang lebih tinggi terutama Dufan, yang mungkin disebabkan oleh risiko penularan Covid yang lebih rendah dibandingkan wahana berbasis air (Ocean Dream Samudra dan Atlantis)

Wahana yang mengalami penurunan harga tiket (Ocean Dream Samudra dan Atlantis) secara kumulatif mengalami penurunan porsi pengunjung selama pandemi yang kemungkinan disebabkan risiko penularan Covid yang lebih tinggi.

Pic: Rata-rata harga jual tiket masuk wahana lain di Ancol.
Sumber: Company filings, Stockbit analysis
Pic: Daftar harga jual tiket masuk wahana Ancol.
Sumber: Stockbit analysis
Pic: Jumlah kunjungan per wahana terhadap total kunjungan wahana di dalam Ancol.
Sumber: Company filings, Stockbit analyst

Dengan berakhirnya pandemi, kami meyakini terdapat ruang bagi PJAA untuk menaikkan harga tiket beberapa wahana yang belum kembali ke level pra-pandemi. Selain itu, kondisi yang telah kembali normal juga memberikan kesempatan bagi PJAA untuk mengurangi jumlah promo yang ditawarkan sehingga blended ASP dapat semakin meningkat  

Dynamic Pricing yang Lebih Baik dari Digitalisasi

Selain normalisasi harga tiket, PJAA juga dapat mengoptimalisasi pendapatan dari penjualan tiketnya dengan digitalisasi. Strategi digitalisasi ini memungkinkan optimalisasi ASP dari strategi dynamic pricing yang diterapkan manajemen ketika menjual tiket.

Dengan digitalisasi, manajemen PJAA dapat menentukan batasan optimum pengunjung yang memasuki suatu wahana. Misalnya, ketika menjual tiket secara online, manajemen PJAA dapat melihat bagaimana tren jumlah pengunjung per hari di masing-masing wahana. Data tersebut dapat digunakan oleh manajemen untuk mengambil keputusan pemberian tiket promo. Jika penjualan tiket sebuah wahana terlalu ramai, manajemen dapat membatasi tiket promo di wahana tersebut dan menaikkan harganya mendekati level reguler.

Berdasarkan wawancara dengan Stockbit, manajemen PJAA berupaya menjaga Gross Profit Margin (GPM) di kisaran 60% (vs. 1H23: 53,4%) melalui strategi dynamic pricing dan potensi normalisasi ASP tiket.


Efisiensi yang Lebih Baik

Digitalisasi dan pembelajaran lain selama pandemi juga membuat PJAA menjadi perusahaan yang lebih efisien, menurut manajemen. Ini terlihat dari metrik efisiensi perusahaan yang semakin baik.

Bahkan ketika realisasi pengunjung dan pendapatan belum sepenuhnya pulih, PJAA telah mencatatkan margin laba usaha dan laba bersih yang lebih tinggi dibandingkan periode sebelum pandemi (2017–2019). Capaian ini disebabkan oleh beban biaya operasional (COGS+opex) yang lebih rendah terhadap pendapatan pasca-pandemi. Salah satu contoh inisiatif efisiensi yang dilakukan PJAA adalah dengan mengevaluasi kembali basic cost yang dibutuhkan agar perusahaan dapat beroperasi dengan baik.

Pic:%COGS dan %Opex dibandingkan dengan total pendapatan PJAA 2017-1H23
Sumber: Company filings, stockbit research

Pemulihan Pendapatan dari Segmen Lainnya

Selain dari penjualan tiket, kami juga melihat pertumbuhan pendapatan dari subsegmen lain milik PJAA. Sebagai contoh, pendapatan sewa dari Putri Duyung dan Pulau Bidadari telah mengalami pertumbuhan sejak 2020, tetapi realisasinya masing-masing baru mencapai 62,05% dan 76,5% dari FY19. Di sisi lain, pendapatan dari Ecopark Ancol masih mengalami penurunan.

Pic: Jumlah pendapatan per subsegmen dalam segmen pariwisata.
Source: Company filings, Stockbit analysis

Segmen lain di luar pariwisata – seperti real estate serta perdagangan dan jasa – juga terlihat terus mengalami pertumbuhan pendapatan pasca-pandemi. 

Segmen perdagangan dan jasa merupakan segmen terbesar kedua di PJAA. Segmen ini mencakup penjualan merchandise dan pengelolaan air bersih, dengan tren pertumbuhan yang berkorelasi positif dengan segmen pariwisata. Oleh karena itu, pemulihan jumlah pengunjung Ancol ke depan juga akan mendorong pertumbuhan segmen perdagangan dan jasa.

Sementara itu, per 1H23, segmen real estate yang mencakup kegiatan pembangunan, penjualan, dan penyewaan properti mengalami kenaikan pendapatan dari pengelolaan properti.

Pic: Jumlah pendapatan per segmen Ancol.
Source: Company filings

Potensi Deleveraging

Di samping pemulihan kinerja operasional, profitabilitas PJAA juga dapat meningkat ke depan seiring pembayaran utang (deleveraging) yang ditopang oleh membaiknya cash ratio. Per 1H23, PJAA memiliki beban bunga dari utang bank dan obligasi sebesar 7,7% dari pendapatan.

Saat pandemi, penurunan kinerja operasional PJAA berdampak negatif secara signifikan bagi arus kas perseroan. Untuk menjaga kegiatan operasi di tengah penurunan pengunjung saat itu, PJAA melakukan penambahan utang bank (2020 dan 2021) dan menerbitkan obligasi (2022). Akibatnya, Net Gearing Ratio PJAA naik dari level 0,23x pada 2019 menjadi 0,53x pada 2021. 

Pada 2022, PJAA telah melunasi utang obligasi sebesar Rp156 M saat mature tanpa mengambil utang kembali (refinancing). Dampaknya, PJAA berhasil menurunkan level solvabilitas mereka sehingga Net Gearing Ratio turun menjadi 0,39x pada 2022 dan 0,26x pada 1H23.

Dengan posisi kas PJAA yang mulai pulih, perseroan memiliki potensi untuk melakukan deleveraging lebih besar ke depan. Dalam waktu dekat, utang bank PJAA dari Bank DKI sebesar Rp388,8 M akan jatuh tempo pada 20 September 2023. Berdasarkan diskusi kami dengan tim PJAA, perseroan berencana untuk menurunkan utang mereka secara natural, dengan melunasinya ketika jatuh tempo

Pic: Net Gearing Ratio PJAA pada 2018–1H23.
Source: Company filings

Valuasi Masih Rendah, Potensi Upside PJAA Menarik

Meski kinerjanya berangsur pulih dan prospeknya ke depan cukup menjanjikan, valuasi saham PJAA saat ini masih dihargai rendah. Kondisi ini memungkinkan investor mendapatkan upside yang menarik. 


Per 13 September 2023, PJAA diperdagangkan dengan valuasi 0,81x PBV dan 5,81x PE TTM, lebih rendah dari  rata-rata 10 tahun PE dan PBV Band-nya yang berada di 12,91x dan 1,25x. Dengan asumsi laba bersih kembali pada level 2019 sebesar Rp220–230 M, serta valuasi PE Ratio kembali ke rata-rata 10 tahun sebesar 12,91x, maka PJAA berpotensi diperdagangkan di harga Rp1.775–Rp 1.860/saham.

Pic: PJAA 10 Years PE Std. Deviation Band.
Source: Stockbit

Pic: PJAA 10 Years PBV Std. Deviation Band.

Source: Stockbit

Selain valuasi yang menarik, PJAA juga berpotensi menjadi emiten dengan dividend yield tinggi ke depannya. Sebagai gambaran, jika laba bersih PJAA kembali pada level 2019 dan perseroan membagikan dividen dengan payout ratio sekitar 30–44% seperti pada 2014–2022 (mengecualikan tahun buku 2019–2021 yang tidak membagikan dividen akibat pandemi), maka PJAA berpotensi membagikan dividen sebesar Rp41,25–63,25/saham. Angka ini merepresentasikan dividend yield sebesar 4,8–7,4% dari harga saham saat ini di Rp850/saham.

Pic: PJAA Dividend Payout Ratio pada 2014–2022.
Source: Stockbit analysis

Risiko

Salah satu risiko yang perlu investor perhatikan dari PJAA adalah potensi kenaikan beban semi-variabel seiring pertumbuhan jumlah pengunjung. Beberapa biaya yang tergolong dalam biaya semi-variabel adalah beban penyelenggaraan pertunjukan (3,5% dari total beban usaha), sub-kontrak tenaga kerja (13,2% dari total beban usaha), dan maintenance (3,2% dari total beban usaha). 

Beban semi-variabel berpotensi naik lebih tinggi dari kenaikan pendapatan jika PJAA memutuskan untuk memperbaiki fasilitas wahana Ancol. Namun, hal ini tidak sepenuhnya buruk. Dengan memperbaiki fasilitas dan memberikan atraksi yang lebih banyak pada wahana Ancol, artinya PJAA dapat memberikan layanan yang lebih baik lagi. Hal ini dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dan meningkatkan jumlah pengunjung, yang berpotensi mendorong kenaikan pendapatan dan laba usaha perseroan. 

Selain beban semi-variabel, PJAA juga memiliki risiko penurunan blended ASP akibat promo bundling dan tiket terusan, yang berpotensi menekan pertumbuhan pendapatan tiket. Risiko kenaikan biaya semi-variabel dan potensi kembalinya pelanggan yang memakai tiket terusan juga dapat meng-offset potensi peningkatan margin laba usaha perseroan.

Apakah dengan potensi dan risiko ke depan, valuasi saham yang masih murah dan potensi dividend yield ke depan dapat membuat PJAA menarik untuk dibeli? We provide, you decide.


________________
Penulis: 

Hendriko Gani, Investment Analyst

Editor:

Vivi Handoyo Lie, Head of Investment Research

Edi Chandren, Investment Analyst Lead

Aulia Rahman Nugraha, Sr. Investment Journalist

Copyright 2023 Stockbit, all rights reserved.

Disclaimer: 

Semua konten dalam artikel ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

PT Stockbit Sekuritas Digital (β€œStockbit”),  Perusahaan efek yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. 

Selanjutnya, semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah β€œhttps://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri β€œ@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.

πŸ›£οΈ JSMR: Angin Segar dari Potensi Penurunan Suku Bunga dan Selesainya Siklus Capex by Arvin Lienardi

πŸ‘‹ Stockbitor!

Peningkatan mobilitas masyarakat seiring pencabutan kebijakan PPKM berdampak positif bagi kinerja Jasa Marga ($JSMR) yang mencatatkan pertumbuhan laba bersih sebesar +56,3% YoY pada 1H23. Selain dengan kelanjutan pemulihan volume lalu lintas di tol existing yang saat ini telah kembali ke level sebelum pandemi, pendapatan dan laba bersih perseroan ke depan masih berpotensi untuk lebih meningkat dengan adanya 1) ruas-ruas tol baru dan integrasinya dengan tol existing; 2) penurunan beban bunga dari selesainya siklus capex tinggi; dan 3) kenaikan tarif tol.

Dalam waktu dekat, JSMR akan mulai mengoperasikan tol Serpong–Cinere seksi Pamulang–Cinere (4Q23) dan Yogyakarta–Solo (2024).  Dari sisi biaya, beban bunga berpotensi semakin ringan seiring dengan menurunnya tingkat utang (deleveraging) dari selesainya siklus belanja modal (capex) tinggi, asset recycling, dan penurunan suku bunga. Selain itu, manajemen mengungkap beberapa ruas tol akan mengalami penyesuain tarif dalam waktu dekat. 

Per 29 Agustus 2023, JSMR diperdagangkan dengan valuasi 1-Year Forward EV/EBITDA sebesar 7,48x. Nilai ini berada di sekitar -2 Standard Deviation 10 tahun dan lebih rendah dibandingkan saat pandemi. Sementara itu, secara 1-Year Forward P/BV, valuasi JSMR berada di level 1,1x, sekitar -1 Standard Deviation 10 tahun. Dengan outlook kinerja yang semakin positif dan balance sheet yang lebih sehat, kami meyakini masih terdapat ruang peningkatan bagi valuasi saham JSMR ke depannya. 

Meski demikian, status JSMR sebagai BUMN membuat perseroan memiliki risiko mendapatkan penugasan proyek dengan tingkat return yang relatif rendah. Ketidakpastian kenaikan tarif tol menjelang pemilu 2024, serta wacana pemerintah memberlakukan work from home untuk mengurangi polusi di Jabodetabek, juga merupakan beberapa risiko lain yang mungkin dihadapi JSMR ke depannya.


Pemulihan Lalu Lintas dan Integrasi Ruas Tol Baru


Faktor pendorong kinerja pendapatan dan laba bersih JSMR yang pertama
adalah peningkatan volume lalu lintas pasca-pandemi dan rencana penambahan ruas tol baru.

Volume lalu lintas harian rata-rata (LHR) seluruh tol JSMR pada 7M23 telah mencapai 3,47 juta kendaraan, melampaui level pra-pandemi pada Februari 2020 yang saat itu sebesar 3,42 juta kendaraan. Realisasi ini didorong oleh pemulihan volume lalu lintas akibat pencabutan PPKM dan cukup banyaknya libur panjang pada 1H23, dengan beberapa ruas jalan tol yang menyumbang volume harian rata-rata tertinggi adalah Tol Dalam Kota (535 ribu), Jakarta–Cikampek (450 ribu), dan Jagorawi (408 ribu).

Volume lalu lintas tol milik JSMR juga berpotensi meningkat seiring rencana penambahan ruas tol baru pada 2H23 hingga 2024, salah satunya tol Serpong–Cinere seksi Pamulang–Cinere yang pengerjaannya sudah rampung dan akan dioperasikan secara fungsional pada 4Q23. Ruas tol tersebut adalah bagian dari JORR 2 yang akan menyambungkan Bandara Soekarno Hatta hingga Tol Jagorawi. Kami meyakini bahwa ruas tol JORR 2 akan menjadi favorit masyarakat Tangerang dan Jakarta Barat sebagai alternatif dari tol JORR I dan tol Dalam Kota yang kerap macet.

Pic: Peta JORR 2. Seksi Pamulang–Cinere berada di antara poin 3 hingga Cinere.
Sumber: koran.tempo.co

Ruas jalan tol JORR 2 yang dioperasikan oleh JSMR juga mencatat pertumbuhan yang besar sejak dioperasikan. Jika seluruh ruas tol JORR 2 telah tersambung dan terintegrasi, volume lalu lintas berpotensi semakin bertambah. Namun, perlu dicatat bahwa pertumbuhan beberapa ruas tol ini sudah mulai ternormalisasi sejak awal dioperasikan. 

Pic: Volume lalu lintas tol JORR 2 yang dioperasikan JSMR (dalam juta kendaraan per tahun).
Sumber : Presentasi JSMR, Stockbit analysis

Salah satu proyek lain yang juga cukup dinanti adalah jalan tol Solo–Yogyakarta–YIA Kulonprogo dan Jogja–Bawen, yang direncanakan mulai dioperasikan pada 2024. Jalan tol yang menyambungkan dua kota besar di Jawa Tengah ini memiliki panjang 96,57 km dan 75,82 km dengan total nilai investasi sebesar 41,74 triliun rupiah

Volume lalu lintas antara Solo–Yogyakarta sendiri mencapai lebih dari 25.000 kendaraan setiap harinya, menurut data Kementerian PUPR. Kedua ruas tol tersebut akan membentuk β€œSegitiga Emas” yang menghubungkan Yogyakarta, Solo, dan Semarang. Selain itu, tol ini akan mempermudah konektivitas ke Bandara Internasional Yogyakarta dan beberapa destinasi wisata seperti Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Dengan begitu, terdapat potensi peningkatan volume lalu lintas setelah ruas tol ini beroperasi. 

Pic: Peta JORR 2(Pamulang - Cinere antara poin 3 hingga Cinere)
Sumber :koran.tempo.co

Selesainya Siklus Capex Tinggi dan Penurunan Beban Bunga

Faktor lain yang berpotensi mendorong kinerja laba bersih JSMR adalah pengurangan belanja modal (capex) karena pembangunan proyek tol Trans Jawa sudah hampir rampung. Proyek tol Trans Jawa sendiri merupakan salah satu faktor penyebab capex JSMR melejit dalam beberapa tahun terakhir, dengan level realisasi tertinggi mencapai Rp22 T pada 2020. 

Seiring penurunan capex, JSMR mencatatkan tren penurunan Liability to Equity Ratio dari kisaran 3x menjadi 2,54x pada 1H23. Untuk 2023, JSMR menargetkan capex di bawah Rp8–10 T, sesuai dengan guideline.

Pic: Rasio Liability to Equity JSMR (kiri) dan realisasi capex JSMR (kanan).
Sumber: Presentasi JSMR, Stockbit analysis

Pengelolaan utang JSMR sendiri semakin membaik tiap tahunnya, yang tercermin dari tingkat Interest Coverage Ratio (ICR) yang konsisten naik sejak 2020. Per 1H23, tingkat ICR berada di level 2,81x (vs. 1H22: 2,30x). Secara umum, tingkat ICR yang lebih tinggi mengindikasikan kemampuan bayar yang lebih baik.

Pic: Interest Coverage Ratio JSMR.
Sumber: Presentasi JSMR

Selain dari siklus capex tinggi yang sudah selesai, JSMR juga memiliki strategi untuk melakukan divestasi anak usaha untuk mengurangi ketergantungan dari pendanaan lewat utang. Langkah ini berpotensi menurunkan beban bunga perusahaan. Keputusan JSMR untuk mengurangi ketergantungan pendanaan dari utang ini kami rasa tepat, mengingat 42% dari total liabilitas keuangan JSMR bersifat floating rate. Metode ini juga cukup efektif karena beban bunga JSMR turun -22,8% YoY pada 1H23. 

Selain itu, tingkat suku bunga acuan di Indonesia saat ini diperkirakan telah mencapai titik puncaknya membuka peluang bagi Bank Indonesia untuk memangkas suku bunga acuan dalam waktu yang tidak lama lagi. Hal ini berpotensi semakin mengurangi beban bunga JSMR di masa mendatang dan dapat mendongkrak tingkat profitabilitas perseroan kedepan.


Asset Recycling

Pada 4Q22, JSMR telah mendivestasikan 40% saham PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek (JJC) dengan nilai sebesar Rp4 T. Dana dari divestasi ini digunakan untuk membantu pendanaan beberapa proyek tol yang masih berlanjut, seperti tol Solo–Yogyakarta.

Dalam analyst meeting pada 28 Agustus 2023, manajemen JSMR mengungkapkan rencana untuk mendivestasi 35–40% kepemilikan di anak usahanya, yaitu PT Jasamarga Transjawa Tollroad (JTT), pada 4Q23 atau 1Q24. Bloomberg melaporkan bahwa JSMR mengincar dana sebesar US$300 juta dalam aksi divestasi tersebut, tetapi Wakil Menteri BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo, membantah nilai transaksi yang mencapai US$300 juta. 

Pic: Panjang tol yang dioperasikan  JSMR (kiri) dan panjang hak konsesi jalan tol JSMR (kanan).
Sumber: Presentasi JSMR, Stockbit analysis

Strategi divestasi anak usaha cukup bermanfaat bagi JSMR karena skema ini membuat perseroan bisa mendapatkan dana segar tanpa utang dan tetap mendapatkan porsi pendapatan dari tol yang masih dimiliki bagian konsesinya. Adapun dana segar yang didapat dari divestasi anak usaha bisa digunakan untuk penambahan saham di entitas anak lainnya yang lebih menguntungkan atau mendanai proyek tol lainnya. 

Per Juli 2023, JSMR melalui JTT telah menyelesaikan pembayaran buyback Reksa Dana Penyertaan Terbatas Mandiri Infrastruktur Ekuitas Transjawa (RDPT MIET) yang terakhir senilai Rp1,82 T. RDPT MIET ini memiliki saham pada 3 anak usaha yang mengoperasikan tol Semarang–Batang, Solo–Ngawi, dan Ngawi–Kertosono–Kediri, dengan JTT telah melakukan buyback sejak 2019 dengan total nilai transaksi Rp 2,8 T. Dalam analyst meeting, JSMR mengeklaim bahwa ketiga ruas ini memiliki potensi yang menjanjikan serta memiliki performa keuangan yang bagus dengan margin EBITDA lebih dari 85%. Selain itu, ketiga ruas ini akan terkoneksi dengan tol Trans Jawa, tol Yogyakarta–Solo, dan tol Yogyakarta–Bawen yang akan dioperasikan oleh JSMR. 


Kenaikan Tarif

Selain peningkatan volume lalu lintas dan penurunan beban bunga, kinerja laba bersih JSMR ke depan juga berpotensi terdorong oleh siklus penyesuaian tarif tol. Di Indonesia, tarif tol akan dievaluasi setiap 2 tahun sekali berdasarkan pengaruh laju inflasi dan besarannya diatur oleh UU No. 38 tahun 2004 dengan mempertimbangkan berbagai komponen seperti kemampuan bayar pengguna jalan, keuntungan biaya operasi, dan kelayakan investasi. 

Pada pertengahan 2023, beberapa ruas tol milik JSMR seperti tol Jagorawi dan Purbaleunyi telah mengalami kenaikan tarif sekitar Rp500–1.000 untuk masing-masing golongan kendaraan. Sementara itu, beberapa jalan tol utama lain milik JSMR – seperti tol Jakarta–Tangerang, Cawang–Tomang, dan Jakarta–Cikampek – terakhir kali mengalami kenaikan tarif pada 2021–2022. Mengingat siklus evaluasi tarif tol terjadi setiap 2 tahun, maka terdapat peluang untuk dilakukan penyesuaian dalam waktu dekat.

Pendapatan tol merepresentasikan ~68,7% dari total pendapatan JSMR per 1H23, sehingga pemulihan volume lalu lintas kendaraan serta siklus penyesuaian tarif tol akan menjaga pertumbuhan kinerja top line perseroan ke depan. Untuk 2023, manajemen JSMR menargetkan pendapatan dari lini bisnis jalan tol tumbuh sekitar +10–15%.

Pic: Pertumbuhan pendapatan tol JSMR pada 2016–2022.
Sumber: Laporan Keuangan JSMR

Kinerja dan Valuasi

Pada pada 1H23, JSMR mencatat pertumbuhan pendapatan +4,9% YoY dan pertumbuhan laba bersih +56,33% YoY. Nilai ini tumbuh sesuai dengan pertumbuhan pendapatan karena pertumbuhan volume trafik dan juga turunnya beban keuangan perusahaan. Namun, EBITDA pada 1H23 turun -5,6% YoY, yang menurut manajemen disebabkan oleh pembayaran pajak PBB di muka agar mendapatkan diskon pajak PBB. Dengan begitu, kinerja EBITDA berpotensi lebih baik pada 2H23.

Pic: Kinerja keuangan JSMR pada 2018–2022 (dalam miliar rupiah).
Sumber: JSMR, Stockbit analysis
Pic: Margin kinerja keuangan JSMR pada 2018–2022.
Sumber: JSMR, Stockbit analysis

Per penutupan bursa tanggal 28 Agustus 2023, JSMR diperdagangkan dengan EV/EBITDA sebesar 7,48x. Nilai ini tergolong cukup rendah karena mendekati -2 Standard Deviation Band 10 tahun EV/EBITDA. Selain itu, JSMR juga diperdagangkan pada P/BV 1,11x, nilai ini mendekati -1 Standard Deviation Band 10 tahun.

Pic: Rasio EV/EBITDA saham JSMR.
Sumber: Bloomberg
Pic: Rasio P/BV saham JSMR.
Sumber: Bloomberg

Risiko

Salah satu risiko bagi JSMR adalah ketergantungan industri jalan tol kepada regulasi pemerintah. Sebagai contoh, meski penyesuaian tarif tol akan dievaluasi dalam 2 tahun sekali, dalam praktiknya cukup lumrah untuk tidak terjadi kenaikan selama lebih dari jangka waktu tersebut. Menjelang tahun politik pada 2024, kami juga melihat kemungkinan bagi pemerintah untuk menunda pembuatan kebijakan yang cenderung kurang populis.  

Selain itu, JSMR sebagai BUMN tentu tidak terlepas dari fungsi untuk membantu kepentingan publik. Dalam hal ini, JSMR mungkin saja mendapatkan penugasan untuk mengerjakan proyek dengan tingkat return yang cenderung rendah.

Lebih lanjut, perkembangan terbaru terkait dengan kondisi kualitas udara di Jakarta dan Tangerang Selatan juga berpotensi menjadi risiko bagi kinerja JSMR. Sebab, untuk mengatasi tingkat polusi, pemerintah tengah mewacanakan berbagai aturan seperti kebijakan 4 orang dalam 1 mobil (4 in 1) hingga pemberlakuan kembali sistem work from home (WFH). Jika wacana tersebut diterapkan, volume lalu lintas harian berpotensi kembali turun atau stagnan.

Lalu, bagaimana menurut kamu? Apakah dengan prospek, risiko, dan valuasi saat ini, saham JSMR layak dikoleksi? We provide, you decide.


________________
Penulis: 

Arvin Lienardi, Investment Analyst

Anggaraksa Arismunandar , Senior Investment Analyst

Editor:

Vivi Handoyo Lie, Head of Investment Research

Edi Chandren, Investment Analyst Lead

Aulia Rahman Nugraha, Sr. Investment Journalist

Copyright 2023 Stockbit, all rights reserved.

Disclaimer: 

Semua konten dalam artikel ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

PT Stockbit Sekuritas Digital (β€œStockbit”),  Perusahaan efek yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. 

Selanjutnya, semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah β€œhttps://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri β€œ@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.

🌴 Memasuki El Nino 2023, Saatnya Saham CPO Beraksi? by Michael Owen Kohana

πŸ‘‹ Stockbitor!

Fenomena El Nino yang melanda Indonesia sejak pertengahan 2023 dan diprediksi hingga Februari 2024 menjadi pisau bermata dua bagi emiten kelapa sawit. Di satu sisi, El Nino dapat mengakibatkan kemarau panjang sehingga berdampak negatif bagi produksi tandan buah segar (TBS). Di sisi lain, penurunan produksi TBS berpotensi mendorong harga minyak kelapa sawit (CPO). Walaupun El Nino mengakibatkan penurunan produksi TBS, laba bersih perusahaan CPO berpotensi tetap meningkat terkompensasi peningkatan harga jual CPO dan penurunan beban HPP pada biaya pupuk.

Paparan risiko penurunan produksi TBS akibat El Nino relatif lebih rendah bagi $AALI, $LSIP, dan $SMAR mengingat sebagian lokasi lahannya tidak terdampak El Nino pada Juni–Agustus 2023. Namun, umur pohon milik ketiganya relatif tua, sehingga kinerja produksi emiten-emiten tersebut akan tetap lemah. Dalam tulisan ini, kami menilai bahwa $DSNG, $TAPG, dan $SSMS berpotensi diuntungkan dari fenomena El Nino di Indonesia. Meskipun lahan tertanam ketiganya berada di wilayah terdampak El Nino, mereka memiliki keunggulan kompetitif dalam aspek produksi  karena rata-rata umur pohonnya masih prima dan memiliki oil extraction rate (OER) yang tinggi atau meningkat.

Peningkatan harga CPO dapat menjadi katalis positif bagi sektor kelapa sawit yang sebagian besar pemainnya mengalami penurunan kinerja pada 1H23 akibat penurunan rata-rata harga jual (ASP) dan melonjaknya harga pupuk sejak awal 2022. El Nino sendiri sempat membuat harga CPO dunia mengalami penguatan yang cukup signifikan sebesar +56,4% pada Mei–Desember 2019. Selain itu, jurnal Oil Palm Industry Economic Journal menemukan bahwa jika El Nino terjadi, harga CPO menjadi +10,2% lebih tinggi dibandingkan jika fenomena tersebut tidak terjadi. Dengan potensi peningkatan harga jual akibat El Nino, serta tren penurunan harga pupuk sejak Mei 2023, kinerja emiten kelapa sawit berpotensi membaik ke depannya

Secara valuasi, saham emiten kelapa sawit tergolong relatif murah secara historis dan masih di bawah Mean Standard Deviation 5 tahun untuk P/E dan -1 Standard Deviation 5 tahun untuk P/BV. Meski demikian, beberapa risiko yang perlu diperhatikan oleh investor antara lain lagging effect secara periode waktu maupun besaran kenaikan harga saham emiten kelapa sawit dibandingkan dengan harga CPO global, serta risiko intervensi dari pemerintah seperti larangan ekspor


El Nino 2023 dan Potensi Kenaikan Harga CPO Dunia 


Fenomena El Nino yang terjadi di Indonesia
pada tahun ini berpotensi memicu kenaikan harga CPO ke depannya. El Nino dapat mengakibatkan kemarau kering yang berkepanjangan, sehingga berdampak negatif terhadap produksi buah kelapa sawit. Umumnya, dampak El Nino dapat berlangsung hingga 9–12 bulan, tetapi fenomena ini dapat berlangsung lebih panjang tergantung dari intensitasnya

Menurut jurnal Oil Palm Industry Economic Journal, produksi CPO berkurang sebesar -3,37% ketika El Nino terjadi, dengan stok CPO berkurang sebanyak -2,5% dan harga CPO menjadi +10,2% lebih tinggi jika dibandingkan dengan fenomena ini tidak terjadi. Sebelumnya, El Nino pernah terjadi di Indonesia pada pertengahan 2019 dan sempat menyebabkan harga CPO dunia mengalami penguatan yang cukup signifikan sebesar +56,4% pada Mei–Desember 2019.

Dengan memperhitungkan efek El Nino, UBS merevisi naik prediksi harga CPO pada Desember 2023 dan Maret 2024 dari MYR3.750/ton menjadi MYR4.250/ton dan MYR4.500/ton, setara dengan kenaikan +13 dan +20% dari prediksi sebelumnya

Pic: Harga CPO sejak 2016.
Sumber: Tradingview 
Pic: Stok akhir minyak sawit per bulan Indonesia dan Malaysia pada Januari 22–Juli 23.
Sumber: GAPKI dan MPOC

Pelajaran dari Dampak Panjang El Nino 2019

El Nino sempat melanda Indonesia pada 2019, yang berdampak terhadap penurunan produksi TBS mayoritas perusahaan kelapa sawit hingga 2021. Beberapa di antaranya baru mengalami peningkatan produksi TBS pada 2022.

Pic:Produksi TBS TAPG, AALI, LSIP, SSMS, SMAR, dan DSNG tahun 2018-2022
Sumber: Companies filings

Perbaikan produksi TBS yang relatif lebih cepat ditunjukan oleh DSNG, TAPG, dan SSMS karena umur pohon yang muda (<14 tahun). Produksi ketiga perusahaan tersebut pada 2022 juga telah kembali dan bahkan melebihi level sebelum El Nino 2019. Sementara AALI, LSIP, dan SMAR – yang rata-rata umur pohonnya sudah berusia 17 tahun ke atas – produksi TBS-nya belum kembali ke level 2018 atau sebelum El Nino 2019. Perusahaan kelapa sawit yang memiliki pohon dengan umur yang masih prima mengalami tren peningkatan total TBS yang diproses.


Sementara itu, dari sisi total CPO yang diproduksi, TAPG, DSNG, dan SSMS memiliki tren yang meningkat sejak El Nino 2019. Adapun, AALI dan LSIP memiliki tren menurun setiap tahunnya.

Pic: Rata-rata umur pohon kelapa sawit per 1H23.
Source: Companies Filings
Pic: Total TBS yang diproses emiten kelapa sawit pada 2018–2022. SMAR tidak memberikan data total TBS yang diproses.

Sumber: Companies fillings, Stockbit analysis
Pic: Total produksi CPO emiten kelapa sawit pada 2018–2022. SMAR tidak memberikan data total CPO yang diproduksi.
Sumber:Companies filings, Stockbit Analysis

El Nino 2023: Siapa yang Akan Diuntungkan?

Kami berpendapat bahwa emiten kelapa sawit yang berpotensi diuntungkan dari fenomena El Nino pada 2023 adalah emiten yang rata-rata umur pohonnya masih prima dan oil extraction rate (OER) yang tinggi atau meningkat – yakni DSNG, TAPG dan SSMS – karena akan memiliki volume produksi yang lebih baik, sehingga lebih menikmati kenaikan harga jual.


BMKG menyebut bahwa hampir seluruh pulau besar di Indonesia, kecuali Sumatera, akan terdampak kondisi kering pada Juni–Agustus 2023 akibat El Nino. BMKG juga memprediksi bahwa seluruh pulau di Indonesia akan terkena dampak hangat dan kering pada Desember 2023 hingga Februari 2024.

Pic: Daerah yang terkena dampak El Nino pada Juni–Agustus 2023 dan Desember 2024-Februari 2024.
Sumber: BMKG

Di Indonesia, mayoritas lahan tertanam milik emiten kelapa sawit berlokasi di Kalimantan, kecuali AALI, SMAR, dan LSIP yang memiliki porsi signifikan di Sumatera.

Secara umum, lokasi lahan tertanam yang tidak terdampak El Nino akan menguntungkan bagi pemain terkait. Meski demikian, AALI, LSIP, dan SMAR memiliki rata-rata umur pohon yang sudah melewati masa primanya dalam menghasilkan TBS dan memiliki tren penurunan OER. Oleh karena itu, meskipun sebagian lokasi lahannya tidak terkena dampak langsung dari El Nino, kinerja produksi ketiganya berpotensi tetap lemah.

Pic: Sebaran lahan perusahaan sawit per 2022.
Sumber: Companies filings

Untuk Desember 2023 hingga Februari 2024, semua wilayah di Indonesia akan terdampak iklim hangat dan kering dari El Nino, sehingga kemungkinan tidak ada emiten yang memiliki keunggulan kompetitif dalam hal letak geografis kebun dan tingkat produksi TBS. 


Umur Pohon sebagai Faktor Penting Pertama

Di tengah risiko penurunan produksi TBS akibat El Nino, emiten kelapa sawit dengan rata-rata umur pohon yang prima akan memiliki tingkat produksi yang lebih baik dibandingkan emiten dengan umur pohon yang tua. Pohon kelapa sawit sendiri akan mengalami penurunan produksi TBS setelah berusia 16 tahun ke atas. Per 1H23, SSMS, DSNG, dan TAPG memiliki rata-rata umur pohon sawit yang lebih prima (<14 tahun), sedangkan LSIP, AALI dan SMAR di atas 17 tahun.

Pic: Rata-rata umur pohon kelapa sawit per 1H23.
Source: Companies Filings

Oil Extraction Rate (OER) sebagai Faktor Penting Kedua

Karena fenomena El Nino berdampak langsung kepada kenaikan harga CPO dunia, investor juga perlu memperhatikan oil extraction rate (OER) yang menunjukkan rasio CPO yang diproduksi oleh perusahaan dari total TBS yang diproses setiap tahunnya. Pada 2018–2022, AALI dan LSIP memiliki tren penurunan yang konsisten dalam OER. Sementara itu, TAPG, DSNG, dan SSMS relatif memiliki angka yang lebih tinggi dan/atau tren OER yang lebih baik, terutama TAPG. OER yang lebih baik akan mendukung produksi CPO, sehingga menguntungkan ketiga emiten tersebut saat harga CPO naik

Pic: Persentase OER dari TAPG, AALI, LSIP, DSNG, dan SSMS pada 2018–2022.
Sumber: Companies Filings

Harga Pupuk Sudah Mulai Turun

Harga pupuk memang melonjak sejak 2022 akibat terganggunya rantai pasokan setelah Rusia dan Belarusia mengalami sanksi larangan ekspor potasium, yang merupakan bahan baku pembuatan pupuk. Namun, belakangan ini tren harga pupuk sudah mulai turun dibandingkan dengan level saat awal konflik Rusia dan Ukraina. Manajemen DSNG memproyeksikan tren harga pupuk akan menurun ke level yang lebih normal pada 2024.

Penurunan harga pupuk sejak Mei 2023, ditambah dengan potensi kenaikan harga CPO akibat El Nino, akan secara signifikan mendorong kenaikan margin laba kotor emiten kelapa sawit ke depannya.

Pic: Harga pupuk dalam dolar AS per ton.
Source: IFPRI

Penurunan Laba Emiten Sawit 1H23: Apa yang Terjadi?

Sejumlah emiten kelapa sawit telah mengumumkan laporan kinerjanya pada 1H23, dengan beberapa market leader mengalami penurunan laba bersih dan margin laba kotor secara tahunan. Penurunan laba bersih dan margin laba kotor tersebut disebabkan oleh dua hal, yakni meningkatnya beban HPP serta total pendapatan yang relatif stagnan dan cenderung menurun.

Pemicu Peningkatan HPP: Harga Pupuk dan Produksi

Dalam presentasi dari beberapa emiten kelapa sawit, peningkatan beban HPP pada 1H23 disebabkan oleh harga pupuk yang masih tinggi akibat terganggunya rantai pasokan. Selain harga yang masih relatif tinggi, kenaikan beban HPP khususnya pada fertilizer kemungkinan besar juga disebabkan oleh kuantitas penggunaan pupuk yang lebih besar pada 1H23.

Hal ini tercermin dari kenaikan produksi TBS dari mayoritas emiten kelapa sawit, seperti:

  • $TAPG: + 26% YoY

  • $DSNG: +13,8% YoY

  • $AALI: +7,9% YoY

  • $LSIP: +5% YoY 

Pic: Harga pupuk dalam dolar AS per ton.
Source: IFPRI
Pic: Perbandingan margin kotor 1H22 vs. 1H23 dari AALI, TAPG, LSIP, DSNG, dan SMAR. 
Sumber: Companies filings, Stockbit analysis
Pic: Biaya panen dan pemeliharaan pada 1H22 vs. 1H23 dari AALI dan LSIP (kiri); Biaya bahan baku yang mengandung biaya pupuk dari DSNG pada 1H22 vs. 1H23 (kanan).
Sumber: Companies filings, Stockbit analysis

Turunnya ASP

Penurunan laba bersih milik mayoritas emiten kelapa sawit juga ditekan oleh pendapatan yang mengalami stagnasi dan cenderung menurun. Hal ini disebabkan oleh melandainya harga jual rata-rata (ASP) CPO dan minyak inti sawit (PKO) pada 1H23 dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.

Perlu dicatat, harga CPO pada awal 2022 sempat melonjak seiring dimulainya konflik Rusia–Ukraina, di mana kedua negara tersebut menempati urutan teratas sebagai pengekspor minyak biji bunga matahari (sunflower seed oil) dan (soybean oil). Konflik tersebut memicu kelangkaan sunflower seed oil dan soybean oil yang merupakan produk substitusi CPO. Hal tersebut pada akhirnya menyebabkan permintaan CPO meningkat cukup signifikan dan menyebabkan kenaikan harga pada awal 2022. 

Selain konflik Rusia–Ukraina, kenaikan harga CPO pada awal 2022 juga dipicu oleh larangan ekspor 100% dari pemerintah Indonesia akibat tingginya harga minyak goreng dalam negeri pada pertengahan akhir April 2022. 

Pic: Harga CPO global.
Source: Tradingeconomics

Dalam gambar di atas, dapat dilihat bahwa harga CPO dunia hampir menyentuh RM7.100/ton pada akhir April 2022, sebelum akhirnya mulai melandai dan berada pada level RM3.812/ton pada akhir Juni 2023. Penurunan harga CPO dunia sejak pertengahan 2022 dipicu oleh beberapa faktor, misalnya pelonggaran ekspor dari Indonesia pada akhir Mei 2022

Penurunan harga CPO juga diimbangi dengan menurunnya stok akhir minyak sawit dari Indonesia. Stok akhir CPO dari Indonesia berpengaruh kepada harga minyak sawit dunia karena Indonesia merupakan negara terbesar produsen CPO secara global. Di sisi lain, tren berbeda dialami oleh Malaysia yang merupakan negara kedua terbesar produsen CPO, di mana stok akhir CPO di negara tersebut mengalami tren kenaikan ketika Indonesia membuka kembali ekspornya.

Ketika pelarangan ekspor diberlakukan di Indonesia dan harga CPO meningkat cukup tajam, perusahaan CPO asal Malaysia lebih diuntungkan dibandingkan perusahaan CPO asal Indonesia.


Valuasi

Per 24 Agustus 2023, mayoritas perusahaan kelapa sawit dihargai dengan P/BV di bawah -1 PBV Standard Deviation 5 tahun.

Sementara itu, jika menggunakan P/E Ratio, mayoritas emiten kelapa sawit saat ini dihargai di bawah Mean PE Standard Deviation 5 tahun, kecuali DSNG yang dihargai dengan P/E Ratio di sekitar -1 P/E Standard Deviation.

Berdasarkan PBV dan PE, DSNG dan SSMS terlihat lebih menarik dibandingkan yang lainnya.

Pic:  AALI, LSIP, SSMS, TAPG, DSNG 5 Yr P/BV Standard Deviation Band 
Sumber: Stockbit
Pic:  AALI, LSIP, SSMS, TAPG, DSNG 5 Yr P/E Standard Deviation Band 
Sumber: Stockbit

Risiko

Meskipun beberapa emiten kelapa sawit diperdagangkan dengan valuasi yang tergolong murah secara historis, perlu diingat bahwa kenaikan harga CPO tidak serta merta langsung tercermin (lagging effect) ke dalam performa harga saham perusahaan sawit. Sebagai contoh, lagging effect ini pernah terjadi pada 2019. Saat itu, harga CPO global telah melonjak sejak Juni 2019, sementara harga saham perusahaan kelapa sawit baru mengalami kenaikan sejak Agustus–Oktober 2019.

Selain lagging secara waktu, pergerakan harga saham emiten kelapa sawit juga bisa mengalami lagging secara besaran harga. Dalam hal ini, kenaikan harga saham perusahaan sawit berisiko lebih rendah dibandingkan kenaikan harga CPO global.

Pic:  Pergerakan harga saham AALI, LSIP, dan DSNG tahun 2019
Sumber: Charbit Stockibt

Ada juga faktor risiko lainnya seperti intervensi pemerintah atas larangan ekspor produk CPO dan turunannya guna memenuhi kebutuhan dalam negeri. Risiko ini sempat dialami emiten kelapa sawit di Indonesia pada April 2022, padahal saat itu harga minyak kelapa sawit global sedang mencapai titik all time-high-nya. Larangan ekspor menyebabkan perusahaan sawit di Indonesia kehilangan momentum untuk menjual produk CPO dan turunannya di harga yang tinggi.

Lantas, bagaimana menurutmu? Dengan prospek dan risiko yang telah dijelaskan di atas, emiten mana yang paling menarik di tengah El Nino di Indonesia? We provide, you decide.

________________
Penulis: 

Michael Owen Kohana, Investment Analyst

Editor:

Vivi Handoyo Lie, Head of Investment Research

Edi Chandren, Investment Analyst Lead

Aulia Rahman Nugraha, Sr. Investment Journalist

Copyright 2023 Stockbit, all rights reserved.

Disclaimer: 

Semua konten dalam artikel ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

PT Stockbit Sekuritas Digital (β€œStockbit”),  Perusahaan efek yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. 

Selanjutnya, semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah β€œhttps://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri β€œ@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.

πŸ‘€ Kinerja 2Q23 dan 1H23: The Good and the Bad by Edi Chandren

πŸ‘‹ Stockbitor!

Sebagian besar emiten telah mengumumkan kinerja 2Q23. Menimbang pencapaian kinerja 1H23 dari emiten-emiten yang kami pantau, hanya sedikit emiten yang dapat melampaui ekspektasi konsensus namun relatif lebih banyak yang di bawah ekspektasi. Sehingga kami menilai, kinerja 2Q23 secara umum tergolong lemah.

Beberapa emiten dengan laba bersih 1H23 yang melampaui ekspektasi konsensus antara lain:

  • $BMRI – 53% dari estimasi FY23

    • Pertumbuhan kredit tetap terjaga di level +12% YoY per Juni 2023, tidak melambat dibandingkan posisi Maret 2023 seperti bank-bank lain.

    • Efisiensi terus meningkat dengan biaya operasional (opex) hanya tumbuh sebesar +3% YoY, jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pendapatan (+14% YoY).

    • Kualitas aset terus terjaga. Guidance untuk beban provisi (credit cost) diturunkan menjadi 1,1–1,3% dari sebelumnya 1,3–1,5% berdasarkan posisi 1H23 dan outlook manajemen.

  • $ASII (60% dari estimasi FY23) dan $UNTR (63% dari estimasi FY23)

    • Ketiga segmen kunci $ASII mencatatkan kinerja yang memuaskan sebagai berikut:

      • Otomotif: Penjualan mobil dan motor masing-masing naik +7% YoY dan +53% YoY.

      • Jasa Keuangan: Total pembiayaan kendaraan (mobil dan motor) naik +27% YoY.

      • $UNTR: Penjualan unit alat berat Komatsu naik +9% YoY. Dari bisnis kontraktor pertambangan, produksi batu bara naik +17% YoY dan volume overburden removal tumbuh +20% YoY.

  • $SILO – 55% dari estimasi FY23

    • Pendapatan tumbuh signifikan sebesar +20% YoY, didorong oleh kenaikan jumlah pasien (>20%) baik di segmen rawat inap maupun rawat jalan.

    • Kenaikan volume pasien juga berdampak positif terhadap margin, sehingga laba usaha naik +127% YoY.

  • $ISAT – 72% dari estimasi FY23

    • Selain pendapatan yang meningkat, efisiensi juga meningkat pasca-merger, sehingga laba usaha naik +68% YoY.


Kinerja Berdasarkan Sektoral 


Secara sektoral, beberapa sektor yang mencatatkan kinerja positif dengan pertumbuhan laba bersih secara tahunan pada 2Q23 adalah sebagai berikut:

  • Perbankan

    • Membaiknya kualitas aset seiring berlanjutnya pemulihan ekonomi berdampak pada penurunan beban provisi mayoritas emiten perbankan.

    • Selain itu, pada $BBCA dan $BMRI laba bersih juga ditopang kinerja inti perusahaan dengan pendapatan bunga bersih tumbuh lebih dari +10%.

  • Konsumer

    • Penurunan biaya bahan baku menjadi penopang utama pertumbuhan laba bersih, sementara tren penjualan masih tergolong lemah. Di luar $AMRT, pertumbuhan pendapatan hanya dicatatkan oleh $SIDO sebesar +2%.

    • $AMRT mencatatkan pendapatan yang solid dengan kenaikan +11%, didorong pertumbuhan yang cukup merata di Jawa dan luar Jawa.

  • Ritel segmen menengah ke atas

    • Emiten konsumer yang menyasar segmen menengah ke atas seperti $ACES dan $MAPI mencatatkan kinerja yang kontras dibandingkan dengan $RALS yang menyasar segmen menengah ke bawah.

    • Kinerja ini konsisten dengan tren pemulihan ekonomi pasca–pandemi yang lebih cepat pada segmen menengah ke atas, seperti yang terlihat pada tren angka Indeks Keyakinan Konsumen (IKK).

    • $ACES tidak hanya sukses menumbuhkan pendapatan, tetapi juga menjadi lebih efisien sehingga laba bersih tumbuh lebih cepat.

  • Rokok

    • Kinerja mulai pulih pada tahun ini setelah tertekan selama tahun lalu, khususnya pada 2Q22 akibat kenaikan beban cukai yang signifikan.

    • Harga jual mulai gencar dinaikkan pada 2H22, sehingga berdampak positif terhadap kinerja pada tahun ini.

    • Produsen Tier-2 terus bertumbuh lebih cepat seiring kelanjutan fenomena downtrading, sehingga dapat mengambil pangsa pasar milik produsen Tier-1.

  • Properti

    • Peningkatan marketing sales yang signifikan pada 2022 akibat pemberian insentif PPN DTP dari pemerintah mulai terefleksi pada kinerja tahun ini.

Sementara itu, sektor dengan kinerja negatif secara tahunan pada 2Q23, adalah sebagai berikut:

  • Dairy

    • Masih tingginya beban bahan baku menjadi faktor utama yang menekan laba bersih.

    • Beban operasional juga meningkat signifikan seiring appetite perusahaan untuk meningkatkan belanja iklan guna mengantisipasi konsumsi yang lebih baik ke depannya.

    • Segmen consumer foods memberikan dukungan kinerja bagi $CMRY, sehingga perseroan masih dapat mencatatkan pertumbuhan laba.

  • Poultry

    • Kenaikan biaya bahan baku (soybean meal) menekan laba perusahaan. Harga day old chick (DOC) dan broiler yang lemah akibat kondisi oversupply juga berkontribusi terhadap penurunan laba, meski kondisi ini sudah mulai membaik pada 2Q23 dibandingkan 1Q23.

  • CPO

    • Penurunan harga jual rata-rata (ASP) produk-produk sawit seiring pelemahan harga benchmark CPO menyebabkan laba bersih turun signifikan.

    • Penurunan laba bersih juga dipicu oleh kenaikan beban HPP yang disebabkan oleh peningkatan harga pupuk (fertilizer).

  • Media

    • Tren penjualan yang lesu pada perusahaan-perusahaan konsumer membuat budget promosi dan iklan menjadi turun, sehingga berdampak negatif terhadap perusahaan media. Menurut estimasi $SCMA, 20 besar pengiklan telah menurunkan belanja iklan di sejumlah channel TV utama sebesar -10% YoY pada 1H23.

  • Menara Telekomunikasi

    • Kenaikan suku bunga yang tinggi dalam setahun terakhir meningkatkan beban bunga, sehingga menekan laba bersih perusahaan menara telekomunikasi yang memiliki porsi besar utang dengan floating rate.

IHSG sendiri terlihat terdampak oleh hasil rilis laporan keuangan 2Q23 yang tergolong lemah, dengan penurunan sebesar -1,9% dari level tertingginya di 6.966 pada 27 Juli 2023 atau ketika para emiten belum merilis laporan keuangan 2Q23. Dengan berakhirnya musim laporan keuangan 2Q23, kami menilai sudah tidak ada lagi hambatan pada IHSG dan market akan kembali fokus kepada outlook untuk 2H23 hingga 1H24. Beberapa katalis positif untuk IHSG adalah:

  • Potensi pemangkasan suku bunga setelah inflasi mulai melandai.

  • Potensi peningkatan aliran masuk dari dana asing (inflow) ke IHSG. Pada 7M23, inflow ke pasar saham hanya sebesar Rp19,2 T, lebih rendah dibandingkan pasar obligasi yang mencapai Rp84,1 T.

  • Potensi kenaikan konsumsi dari pembelanjaan kampanye pemilu.


________________
Penulis: 

Edi Chandren, Investment Analyst Lead

Editor:

Aulia Rahman Nugraha, Sr. Investment Journalist

Michael Owen Kohana, Investment Analyst

Hendriko Gani, Investment Analyst

Anggaraksa Arismunandar, Investment Analyst

Bayu Santoso, Investment Analyst

Copyright 2023 Stockbit, all rights reserved.

Disclaimer: 

Semua konten dalam artikel ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

PT Stockbit Sekuritas Digital (β€œStockbit”),  Perusahaan efek yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. 

Selanjutnya, semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah β€œhttps://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri β€œ@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.

🏑 PANI: Calon Emiten Properti Terbesar di IHSG dari Unlocking Value PIK 2? by Edi Chandren

πŸ‘‹ Stockbitor!

Walaupun baru resmi berganti nama, manajemen, dan lini usaha ke bisnis properti sejak RUPS pada 19 Juni 2023, harga saham PANI sudah naik +88% YTD per 4 Agustus 2023. Kenaikan harga tersebut membuat PANI menjadi emiten properti dengan market cap terbesar ke-2 di IHSG, hanya di belakang BSDE. Jumlah pemegang saham dan porsi kepemilikan publik (free float) di PANI masih jauh lebih rendah dibandingkan perusahaan properti besar lainnya, namun minat dan diskusi investor terus meningkat dan terfokus pada potensi proyek real estate PIK 2. Apalagi, 88% saham PANI dimiliki oleh PT Multi Artha Pratama (MAP), yang merupakan joint venture antara Agung Sedayu Group (ASG) dan PT Tunas Mekar Jaya (Salim Group).

Tulisan ini mencoba menjawab beberapa pertanyaan terkait:

  • Bagaimana memvaluasi lahan PIK 2?

  • Katalis PANI ke depan dan faktor-faktor penting apa yang perlu diperhatikan?

  • Apa saja keunikan PANI dan proyek PIK 2 ini dibandingkan dengan developer dan proyek lain?

Meningkatnya minat investor terhadap PANI memang tak lepas dari seksinya prospek proyek PIK 2, yang merupakan kelanjutan dari kesuksesan proyek PIK 1. Pada Agustus 2022, PANI menuntaskan rights issue sebesar ~Rp6,5 T, yang digunakan untuk mengakuisisi 755 hektare lahan PIK 2 melalui anak dan cucu usaha (lihat apendiks di akhir artikel). 

Berdasarkan presentasi perusahaan edisi Juli 2023, total luas lahan proyek PIK 2 berada di kisaran ~6.000 hektare. Artinya, masih terdapat lebih dari 5.000 hektare lahan tambahan yang bisa dibawa ke dalam buku PANI, yang akan meningkatkan nilai perusahaan (value unlocking). Inilah yang menjadi daya tarik sekaligus risiko utama PANI.

Secara singkat: Apabila progres proyek PIK 2 berjalan lancar dan akuisisi lahan tambahan dilakukan pada harga yang wajar, harga saham berpotensi akan bergerak positif dan sebaliknya. Penjelasan mengenai harga akuisisi wajar akan dibahas lebih lanjut. Read on!


Perhitungan Valuasi Lahan PIK 2 (NAV)


Nilai perusahaan properti terletak pada nilai bersih aset (lahan) yang dimilikinya, yang biasa disebut sebagai Net Asset Value (NAV). Dalam kasus PANINAV-nya adalah nilai bersih 755 hektare lahan yang telah dimiliki perusahaan. Selain itu, terdapat potensi NAV tambahan dari lahan yang masih akan diakuisisi ke depannya. Perhitungan NAV dari lahan tambahan ini dapat mengacu kepada perhitungan NAV lahan existing.

Berdasarkan estimasi kami, NAV lahan existing (755 hektare) mencapai ~Rp23,5 T. Angka ini lalu kami adjust dengan kas milik perusahaan dan uang muka pelanggan yang sejatinya bukan merupakan hak perusahaan, agar menghasilkan perhitungan yang lebih konservatif. Setelah di-adjust, maka estimasi NAV final adalah Rp21,4 T. Asumsi utama dalam perhitungan NAV ini adalah profit per meter persegi sebesar Rp14,5 juta yang terdiri dari:

  • Harga jual lahan sebesar Rp30 juta per meter persegi, berdasarkan survei harga properti di PIK 2 pada sejumlah website penjualan properti.

  • Margin laba kotor penjualan lahan sebesar 53,8%, berdasarkan hasil segmen pada LK 1Q23.

  • Biaya operasional sebesar 3% dari penjualan, berdasarkan realisasi pada LK 1Q23.

  • Pajak final penjualan lahan sebesar 2,5%, berdasarkan peraturan yang berlaku.

Pic: Perhitungan profit penjualan lahan per meter persegi PANI.
Sumber: Sesuai keterangan
Pic: Perhitungan NAV PANI. Lahan milik FCS tidak terkonsolidasi ke dalam buku perseroan, sehingga total lahan yang terkonsolidasi hanya 751 hektare. Angka ini sedikit berbeda dengan 743 ha yang tercatat pada presentasi perusahaan edisi Juli 2023, yang mungkin disebabkan oleh perbedaan definisi. Net saleable land menggunakan asumsi 65% dari gross area. Perhitungan kepemilikan saham efektif dapat dilihat pada apendiks di akhir artikel.
Sumber: Prospektus rights issue PANI, Stockbit analysis

Estimasi NAV sebesar Rp21,4T tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan market cap PANI yang mencapai Rp24,4T, per 4 Agustus 2023. Artinya, pasar sudah sepenuhnya menghargai lahan existing (fully valued) dan mulai memperhitungkan potensi nilai lahan tambahan.

Berdasarkan perhitungan di atas, lahan existing seluas 755 hektare yang dimiliki PANI menghasilkan NAV sebesar Rp23,5 T. Ini berarti setiap 100 hektare lahan memiliki nilai sebesar Rp3,1T, setara 12,7% dari market cap PANI.


Katalis PANI ke Depan: Akuisisi Lahan dengan Harga Wajar

Penambahan NAV…

Nilai lahan sebesar Rp3,1 T per 100 hektare di atas dapat kita jadikan acuan estimasi NAV tambahan dari lahan yang akan diakuisisi PANI. Namun, perlu diperhatikan bahwa asumsi utama untuk menggunakan estimasi ini adalah:

  • Profit per meter persegi yang sama di angka Rp14,5 juta. Perubahan harga jual properti akibat perkembangan pasar dan/atau perbedaan margin akan mengubah estimasi ini. Mengenai harga jual, kami menilai bahwa seiring dengan progres pembangunan tol baru (dibahas lebih lanjut di bawah), harga memiliki tendensi untuk naik dibandingkan turun. Sedangkan untuk margin, faktor utama yang mempengaruhinya adalah harga perolehan tanah (cost).

  • Kepemilikan efektif yang sama pada setiap lahan yang diakuisisi. Sebagai pengingat, lahan yang terkonsolidasi ke dalam buku perusahaan dimiliki oleh entitas anak (baik langsung maupun tidak langsung), di mana perseroan memiliki tingkat kepemilikan yang berbeda-beda. Sehingga, kepemilikan yang lebih besar akan meningkatkan NAV per hektare dan sebaliknya.

Pic: Perhitungan kepemilikan lahan efektif perusahaan
Sumber: Prospektus rights issue PANI

…vs. Potensi Dilusi

Potensi penambahan NAV di atas memerlukan pendanaan akuisisi lahan yang kami prediksi akan dilakukan menggunakan ekuitas via rights issue. Ini berarti investor harus menambah modal untuk mendapatkan NAV tambahan dari lahan yang akan diakuisisi, sehingga menimbulkan potensi dilusi kepemilikan. Untuk mengukur seberapa besar potensi dilusi, investor perlu memperhatikan detail transaksi akuisisi yang akan datang untuk menghitung harga akuisisi lahan. Semakin rendah harga akuisisi, akan semakin kecil pendanaan yang dibutuhkan, sehingga semakin kecil potensi dilusi. Ini adalah faktor penting lainnya dalam menilai saham PANI, menurut pandangan kami.

Bagaimana Menilai Kewajaran Harga Akuisisi Berikutnya?

Perlu diingat, kita perlu menghitung harga akuisisi lahan per meter persegi dengan mempertimbangkan kepemilikan efektifnya. Sebagai contoh, pada transaksi sebelumnya, kami menghitung bahwa, secara efektif, perseroan mengakuisisi lahan dengan harga Rp2,6 juta per meter persegi.

Pic: Perhitungan harga akuisisi lahan efektif.
Sumber: Prospektus rights issue PANI, Stockbit analysis

Apabila terdapat perbedaan kepemilikan efektif pada transaksi akuisisi berikutnya, kita perlu membandingkan harga akuisisi efektif per meter persegi dengan yang sebelumnya. Namun, apabila tidak terdapat perbedaan kepemilikan efektif, kita bisa langsung membandingkan harga headline akuisisi yang baru dengan harga akuisisi pada transaksi sebelumnya. Harga headline sendiri adalah nominal total transaksi dibagi dengan total luas lahan yang diakuisisi.

Apabila terdapat kenaikan harga akuisisi lahan, namun harga tersebut masih dapat dianggap wajar menimbang kondisi lahan dan potensi profit dari penjualan yang bisa didapatkan ke depannya, kami menilai pasar akan bereaksi positif dan sebaliknya.


Keunikan dan Keunggulan Proyek PIK 2

Meningkatnya minat investor terhadap PANI memang tak lepas dari seksinya prospek proyek PIK 2, yang merupakan kelanjutan dari kesuksesan PIK 1. Kota mandiri yang terletak di kawasan Jakarta Utara tersebut telah menjelma menjadi salah satu kawasan elit di Jakarta. Harga tanah pada kawasan PIK 1 merupakan salah satu yang tertinggi di Jakarta. Sebagai kelanjutan dari PIK 1, PIK 2 akan dikembangkan menjadi dua area – yakni PIK2 dan PIK2 Extension (EXT) – dengan total luas lahan berkisar 6.000 hektare, berdasarkan presentasi perusahaan edisi Juli 2023.

Pic: Daftar area dengan harga tanah termahal di Jakarta.
Sumber: Dekoruma.com, Jendela360.com, rumah.com,Stockbit analysis
Pic: Peta pengembangan PIK 1 dan PIK 2.
Sumber: Presentasi PANI edisi Juli 2023

PANI dan PIK 2: Proyek Tunggal dengan β€˜Continuous Landbank’ yang Besar

Kami menilai bahwa PANI dan proyek PIK 2 memiliki keunikan jika dibandingkan emiten properti dan proyek lain yang sejenis. Pertama, PANI merupakan pengembang dengan proyek tunggal (single project) karena hanya fokus menggarap PIK 2. Di sisi lain, emiten properti lain di IHSG memiliki banyak proyek (multi projects) yang tersebar di berbagai lokasi di seluruh Indonesia. Bagai pisau bermata dua, karakteristik ini membuat prospek dan risiko utama PANI terletak pada kesuksesan proyek PIK2.

Jika kita melihat lebih dekat ke proyeknya sendiri, proyek PIK 1 dan PIK 2 sama-sama tidak melewati daerah pemukiman lain yang bukan merupakan bagian dari proyek. Eksklusivitas jalan dan akses ini membuat lahan proyek menjadi terkoneksi dan menyatu karena setiap area baru yang dikembangkan adalah kelanjutan dari area existing. Ditambah dengan skala proyek PIK 2 (~6.000 hektare), ini akan menjadikan PANI sebagai developer dengan landbank continuous yang besar, suatu profil yang tidak banyak ditemui pada developer-developer lain.

Keunggulan β€˜Continuous Land’ dibandingkan β€˜Scattered Land’

Profil lahan berkelanjutan (continuous land) memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan lahan yang tersebar (scattered land)

  • Konsep pembangunan yang lebih fleksibel

Lahan yang luas dan berkelanjutan memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas dan kelengkapan konsep pembangunan. Selain itu, developer juga dapat melakukan pengembangan konsep di area pembangunan berikutnya berdasarkan hasil yang sudah berjalan dan/atau tren ke depan.

  • Integrasi dan sharing fasilitas yang akan meningkatkan daya tarik
    Area pengembangan baru dalam proyek continuous land dapat menikmati fasilitas-fasilitas – seperti jalan tol, mall, hingga taman, – yang telah dimiliki oleh area pengembangan existing. Sebaliknya, pembangunan fasilitas-fasilitas pada area pengembangan baru juga bisa diintegrasikan dengan fasilitas-fasilitas yang sudah ada di area pengembangan existing. Fasilitas yang terintegrasi ini dapat meningkatkan daya tarik khususnya area pengembangan baru, sehingga berdampak positif terhadap keunggulan proyek secara keseluruhan.

  • Efisiensi meningkatkan tingkat pengembalian proyek
    Selain menambah daya tarik, integrasi dan sharing fasilitas juga membuat kebutuhan investasi fasilitas relatif lebih sedikit. Biaya yang lebih efisien ini akan meningkatkan return proyek secara keseluruhan bagi perusahaan.

  • Mendongkrak harga jual area baru (premiumisasi)
    Harga pasar di area existing bisa menjadi acuan bagi area pengembangan baru, sehingga membantu mendongkrak harga jual lahan baru. Dari sisi psikologis, konsumen memiliki persepsi nilai yang baik terhadap area pengembangan baru karena area tersebut adalah kelanjutan pengembangan area existing.

  • Meningkatkan daya tarik bagi tenant
    Penyewa (tenant) akan lebih tertarik dan berani berinvestasi karena prospek populasi yang akan dilayani lebih besar, yang mencakup area pengembangan existing dan baru. Dengan meningkatnya pilihan, developer kemudian dapat menghadirkan tenant-tenant yang berkualitas sehingga semakin menaikkan daya tarik proyek bagi konsumen.

Akses Lahan Baru yang Mudah

Permasalahan akuisisi lahan dapat meningkatkan ketidakpastian terhadap prospek pertumbuhan kedepannya. Umumnya, developer lain memiliki tantangan terkait akuisisi lahan baik dari ketersediaan, spesifikasi yang diinginkan, lokasi, hingga harga akuisisi lahan. Tantangan tersebut tidak dihadapi oleh PANI karena perseroan merupakan pihak yang memiliki akses eksklusif terhadap lahan PIK 2, walaupun harga akuisisi lahan tetap perlu menjadi perhatian investor.

Daya Tarik Utama Proyek PIK 2 bagi Konsumen

Konsep Fasilitas yang Unik dan Tenant Ternama

Minat konsumen untuk pembelian properti di kawasan PIK tidak hanya didorong oleh akses yang sangat baik – seperti terhubung dengan tol dalam kota, tol lingkar luar Jakarta, hingga bandara – tetapi juga didorong oleh fasilitas dan tenant ternama yang hadir di kawasan tersebut dengan konsep yang unik dan menarik. Berikut adalah beberapa daftar fasilitas dan tenant yang telah dibangun atau beroperasi:

Pic: Beberapa fasilitas dan tenant di PIK 2.
Sumber: Presentasi PANI


Berdasarkan informasi dari channel marketing PIK 2, developer masih akan mengembangkan berbagai fasilitas dan tenant ternama, seperti Universitas Pelita Harapan (UPH) dan Universitas Prasetiya Mulya. RANS Entertainment milik Raffi Ahmad dan Prestige Motors milik Rudy Salim juga dikabarkan akan meramaikan tenant di PIK 2.

Peningkatan Konektivitas dan Akses via Tol Kamal-Teluknaga-Rajeg

Pada aspek konektivitas dan akses, Badan Pengatur Jalan Tol Kementerian PUPR mengumumkan bahwa pembangunan Jalan Tol Kamal-Teluknaga-Rajeg – tol yang akan terhubung dengan proyek PIK 2 – akan segera dimulai dan ditargetkan rampung pada 2026

Jalan Tol Kamal-Teluknaga-Rajeg akan digarap oleh PT Duta Graha Karya, konsorsium bentukan Salim Group dan Agung Sedayu, dengan nilai investasi sebesar 23,22 triliun rupiah. Jalan tol tersebut akan membentang sepanjang 38,6 km dan terdiri dari 8 seksi. Seksi 1 hingga 4 (tol Sedyatmo hingga Kohod) ditargetkan selesai pada 2025, sementara seksi 5 hingga 8 (tol Kohod hingga Rajeg) direncanakan rampung pada 2026.

Kami menilai, pembangunan jalan tol ini sebagai bentuk keseriusan dan komitmen kedua grup tersebut pada proyek PIK 2.

Pic: Rencana pengembangan jalan Tol Kamal–Teluknaga–Rajeg.
Sumber: Situs web Kementerian PUPR
Pic: Jalan Tol Kamal–Teluknaga–Rajeg yang melewati proyek PIK (garis merah).
Sumber: sedayuindocity.com

Potensi Peningkatan Permintaan dari Pelonggaran Kepemilikan Properti bagi WNA

Pemerintah juga baru saja memperlonggar aturan kepemilikan rumah bagi WNA, yang berpotensi meningkatkan permintaan hunian. Dalam peraturan terbaru ini, WNA tidak perlu lagi memiliki izin tinggal terbatas (KITAS) atau izin tinggal tetap (KITAP) untuk membeli rumah di Indonesia. WNA hanya perlu menunjukkan paspor untuk membeli rumah atau unit tempat tinggal di Indonesia. 

Hunian yang dibeli oleh WNA tidak boleh disewakan serta nilai minimumnya dibatasi berdasarkan jenis dan wilayah. Di Jakarta, misalnya, harga minimum rumah tapak yang dapat dibeli WNA adalah Rp5 M, dengan harga rumah susun bernilai minimum Rp3 M.

Pic: Harga minimal rumah tapak dan rumah susun yang bisa dibeli oleh WNA per wilayah.
Sumber: detik.com

Menimbang harga pasar PIK 2 dan harga minimal per wilayah di atas, kami menilai PANI akan merasakan dampak positif dari aturan tersebut.


PANI Berpotensi Menjadi Emiten Properti Terbesar di IHSG

Dilihat dari angka operasional, dalam kasus ini marketing sales, PANI masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan emiten properti ternama di IHSG. Target marketing sales PANI yang sebesar Rp2,1 T pada tahun ini masih jauh tertinggal dari BSDE, CTRA dan SMRA. Namun, kami menilai investor perlu mencermati PANI dari aspek lainnya, yaitu market cap. Dengan skala proyek PIK 2 yang masif, PANI berpotensi menjadi emiten properti terbesar di IHSG. Market cap PANI saat ini yang sudah mencapai Rp24,4 T, per 4 Agustus 2023, menjadikan perseroan sebagai emiten properti terbesar ke-2 di IHSG secara market cap setelah BSDE. Potensi peningkatan NAV dari lahan tambahan akan semakin memperbesar market cap PANI dan menjadikannya emiten properti terbesar.

Dengan menjadi salah satu emiten properti terbesar di IHSG, ke depannya PANI berpeluang untuk dimasukkan ke dalam indeks saham, yang mana akan meningkatkan daya tarik perseroan bagi investor. Selain market cap, tentunya terdapat kriteria penilaian lain dalam perhitungan indeks, yakni likuiditas saham, free float, dan fundamental perusahaan. 

Saat ini, tidak ada satupun emiten properti yang masuk ke dalam indeks utama seperti LQ45, IDX30, dan MSCI Indonesia. Sebelumnya, BSDE dan PWON sempat menghuni indeks LQ45, tetapi kemudian dikeluarkan sejak Februari 2022. PANI sendiri saat ini masih memiliki likuiditas, free float, dan partisipasi investor publik – baik individual maupun institusi – yang lebih rendah dibandingkan peers-nya. Sebagai contoh, PANI saat ini hanya memiliki ~6.000 pemegang saham dibandingkan ~24.000 pada BSDE. Seiring meningkatnya optimisme investor dari peningkatan value perusahaan, aspek-aspek kepemilikan di atas dapat membaik, sehingga meningkatkan peluang PANI dimasukan ke dalam indeks.

Dari sisi fundamental perusahaan, seiring meningkatnya kinerja perusahaan ke depan, hal tersebut juga berpotensi memperluas opsi pendanaan perusahaan seperti penerbitan obligasi atau pinjaman perbankan yang dapat meningkatkan return (ROE) kepada investor.

Pic: Market cap per 4 Agustus 2023 dan target marketing sales 2023 emiten properti.
Sumber: Company, Stockbit analysis
Pic: Kepemilikan saham PANI berdasarkan jenis investor.
Sumber: Stockbit
Pic: Kepemilikan saham BSDE berdasarkan jenis investor.
Sumber: Stockbit

Dengan prospek dan risiko yang ada, apakah saham PANI layak dibeli? We provide, you decide


Apendiks: Detail Mengenai Right Issue

Pada 20 Agustus 2022, perusahaan menuntaskan right issue dengan total pendanaan sebesar Rp 6,56 T. Sebagian besar dana tersebut digunakan untuk mengakuisisi 755 hektare lahan PIK 2 melalui penyertaan atas 104.082 (51%) saham baru yang diterbitkan oleh PT Bangun Kosambi Sukses (BKS), perusahaan terafiliasi di bidang usaha real estate. Selanjutnya BKS akan melakukan investasi dan pengembangan bisnis melalui MAS, CKI, CGIC dan FCS, masing-masing sebesar 51%. Lahan 755 hektare tersebut tersebar di antara entitas-entitas ini.

Setelah transaksi, berikut adalah struktur kepemilikan PANI:

Pic: Struktur kepemilikan PANI dan entitas anak
Sumber: Presentasi perusahaan, Stockbit analysis

________________
Penulis: 

Edi Chandren, Lead Investment Analyst

Arvin Lienardi, Research Associate

Editor:

Vivi Handoyo Lie, Head of Investment Research

Aulia Rahman Nugraha, Sr. Investment Journalist

Copyright 2023 Stockbit, all rights reserved.

Disclaimer: 

Semua konten dalam artikel ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

PT Stockbit Sekuritas Digital (β€œStockbit”),  Perusahaan efek yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. 

Selanjutnya, semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah β€œhttps://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri β€œ@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.

πŸ’­ BTPS: Valuasi Murah di Tengah Pemulihan Segmen Ultra-mikro by Hendriko Gani

πŸ‘‹ Stockbitor!

Harga saham Bank BTPN Syariah ($BTPS) telah mengalami penurunan signifikan sejak pandemi, dengan koreksi sebesar -59% dari titik tertingginya di Rp5.125/saham pada 27 Januari 2020. Padahal, secara kinerja, laba bersihnya berhasil pulih dengan cepat dengan tumbuh +71,4% YoY dan +21,5% YoY pada 2021 dan 2022 dan bahkan telah melebihi  level pra-pandemi (2019).

Penurunan harga saham BTPS sejak awal 2020 secara umum disebabkan oleh pandemi Covid-19 dan lonjakan inflasi sepanjang tahun lalu, yang menekan ekonomi segmen ultra-mikro selaku target pasar BTPS sehingga menurunkan kualitas aset kredit perseroan. Selama 1H23, BTPS mencatatkan penurunan laba bersih sebesar -12,1% YoY akibat kenaikan beban provisi. 

Meski demikian, kami memprediksi bahwa kinerja BTPS berpotensi pulih ke depannya, seiring perbaikan kualitas aset yang akan didorong oleh pemulihan ekonomi segmen ultra-mikro serta upaya perseroan untuk meningkatkan repayment rate. Adapun risiko utama BTPS ke depan adalah tetap tingginya beban provisi yang berpotensi menekan laba bersih. Selain itu, BTPS juga menghadapi persaingan yang semakin ketat di segmen ultra-mikro, dengan kompetitor terdekat adalah PNM Mekaar milik Bank Rakyat Indonesia ($BBRI).

Namun, jika dilihat dari segi valuasi, saham BTPS yang saat ini diperdagangkan dengan PBV 1,91x, sudah berada di level terendah sejak perseroan pertama kali IPO. Dibandingkan dengan bank lain yang memiliki ROE setara dengan perseroan dan potensi perbaikan kualitas aset ke depan, kami menilai valuasi ini menarik


Bank Ultra-mikro dengan Profitabilitas Tinggi yang sedang Pulih


Dengan bermain di segmen yang berisiko tinggi, BTPS memiliki tingkat profitabilitas yang lebih tinggi dibandingkan peers-nya. Hal ini terlihat dari Net Operating Margin (NOM) perseroan – biasa disebut Net Interest Margin (NIM) di bank konvensional – yang mencapai 7,7–13,6% selama 2017–2022 (vs. NIM bank konvensional: 3,8–7,9%). NIM yang tinggi ini, ditambah dengan level NPF yang rendah sebelum pandemi, membuat profitabilitas BTPS dari sisi Return-on-Equity (ROE) jauh melampaui bank-bank lainnya.

Pic: Net Interest Margin dan Net Operating Margin bank besar yang tercatat di BEI pada 2017–2022.
Source: Company data, Stockbit analysis
Pic: Non Performing Financing (NPF) dan Non Performing Loan (NPL) bank besar yang tercatat di BEI pada 2017–2022.
Source: Company data, Stockbit analysis
Pic: Return on Equity (ROE)  bank besar yang tercatat di BEI pada 2017–2022.
Source: Company data, Stockbit analysis
Pic: Profitabilitas bank besar yang tercatat di BEI per 1H23.
Source: Company data, Stockbit analysis

Penurunan Kualitas Aset saat Pandemi dikompensasi Dengan Efisiensi sehingga Laba Bersih Tetap Tumbuh

Pandemi Covid-19 pada 2020 membuat industri perbankan, termasuk BTPS, mengalami permasalahan kredit macet (Non Performing Loan/NPF). Akibatnya, emiten perbankan ramai-ramai menaikkan beban provisi mereka.

Tren tersebut berubah pada 2022, ketika industri perbankan mulai mengurangi beban provisi mereka. Bank besar seperti $BBCA, $BBRI, $BBNI, dan $BMRI telah mencatatkan penurunan beban provisi sebesar 17,5–51,5% YoY pada FY22. Sementara itu, BTPS justru menaikkan beban pencadangan pada 2022 sebesar +30% YoY, kendati pada 2021 mencatatkan penurunan beban provisi sebesar -14,3% YoY. Manajemen BTPS juga memberikan guidance bahwa beban provisi pada 2023 naik +37,6% YoY menjadi Rp1,3 T, sehingga menimbulkan pertanyaan dari para investor terkait kualitas dari portofolio pinjaman perseroan ke depannya. 

Kendati mengalami kenaikan beban provisi yang signifikan, BTPS tetap dapat membukukan kenaikan laba bersih. Pada 2022, laba bersih BTPS mencapai Rp1,78 T, yang menandai level tertinggi sejak IPO pada 2017. Dalam 3 tahun terakhir (2019–2022), BTPS mencatat rata-rata pertumbuhan penyaluran dana sebesar +6,4% (CAGR 3Y), sementara bagi hasil untuk pemilik dana investasi mengalami penurunan sebesar -13% (CAGR 3Y), sehingga pendapatan setelah distribusi bagi hasil tumbuh sebesar +8,5% (CAGR 3Y).

Selain itu, penurunan biaya operasional yang dilakukan oleh BTPS menciptakan efisiensi yang lebih baik. Hal tersebut terlihat dari Cost to Income Ratio (CIR) yang terus menurun. CIR sendiri dihitung dengan membagi semua biaya operasional di luar CKPN dengan total pendapatan.

Pic: Profitabilitas bank besar yang tercatat di BEI per 1H23.
Source: Company data, Stockbit analysis

Perbaikan kualitas aset menjadi kunci

Inisiatif perusahaan: meningkatkan repayment rate

Pada 2023, BTPS akan berfokus pada peningkatan kualitas aset mereka, terutama pada portofolio piutang yang diberikan pasca-pandemi. Manajemen BTPS juga memberikan guidance pertumbuhan yang lebih konservatif pada 2023, meski tidak merinci detailnya lebih lanjut. 

Pada 1H23, BTPS membukukan laba bersih sebesar Rp752,5 M, turun -12,1% YoY dari Rp856,3 M pada 6M22. Meskipun pendapatan margin mengalami peningkatan sebesar +10% YoY, penurunan laba bersih disebabkan oleh kenaikan beban provisi sebesar +76% YoY menjadi Rp681 M. 

Meskipun write off telah mengalami peningkatan sebesar +48,8% YoY menjadi Rp625 M pada 1H23, namun BTPS masih mencatatkan kenaikan Gross NPF sebesar 50 bps YoY ke level 3% (vs. FY22: 2,6%; vs. FY19: 1,36%). Hal ini menunjukan walaupun BTPS telah melakukan write off yang signifikan, kualitas aset BTPS (yang digambarkan dengan kenaikan NPF Gross) masih mengalami penurunan

Pertumbuhan laba bersih BTPS ke depan akan dipengaruhi oleh tren beban provisi perseroan. Pada 1H23, beban provisi merepresentasikan 32,1% dari total beban BTPS, sehingga penurunan beban provisi ke depan dapat memperbaiki pertumbuhan laba bersih.

Pic: Portfolio financing BTPS per 1H23.
Source: LK BTPS 1H23
Pic: Repayment rate BTPS pada 2018–2Q23.
Source: Company data BTPS

Berdasarkan laporan keuangan pada 1H23, BTPS masih mengalami penurunan kinerja yang disebabkan oleh turunnya kualitas aset pada piutang murabahah. Manajemen BTPS mengatakan dalam analyst meeting bahwa penurunan piutang ini disebabkan oleh rendahnya tingkat pembayaran kembali (repayment rate), terutama dari customer yang diakuisisi perseroan selama 3 tahun terakhir atau sejak pandemi Covid-19. Per 2Q23, BTPS hanya mencatatkan repayment rate sebesar 92,8%, terendah sejak 2018. 

Penurunan tingkat repayment rate disebabkan oleh rendahnya tingkat kehadiran customer dalam meeting 2 mingguan sejak pasca-pandemi. Kebiasaan meeting online semasa pandemi telah membuat customer merasa nyaman dengan meeting online, sehingga BTPS mengalami kesulitan untuk mendisiplinkan customer untuk hadir dalam meeting tersebut. Dengan rendahnya tingkat kehadiran customer, sanksi sosial ketika customer tidak membayar pembiayaan yang diberikan oleh BTPS menjadi lemah dan berujung pada rendahnya tingkat pembayaran kembali.

Untuk mengatasi masalah tersebut, manajemen BTPS berencana untuk kembali mendisiplinkan customer untuk hadir dalam meeting 2 mingguan. BTPS juga bermaksud untuk menjadikan tingkat kehadiran customer dalam meeting 2 mingguan sebagai salah satu indikator dalam menganalisis kelayakan customer yang ingin mengajukan kredit baru ataupun kenaikan plafon pinjaman. Dengan strategi ini, tingkat repayment rate berpotensi kembali meningkat. Pada 2Q23 sendiri tingkat kehadiran customer telah meningkat ke level 65–67% (vs. 1Q23: 62–65%). 

Pic: Tingkat kehadiran customer BTPS dalam meeting 2 mingguan pada 2019–2Q23.
Source: Company data BTPS


Selain itu, BTPS juga berencana menambah jumlah community officer (CO) serta melakukan pelatihan tentang bisnis model perusahaan. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan kedisiplinan dari para customer yang bersifat kelompok, sehingga pada akhirnya dapat menaikan tingkat repayment rate. Pada 2023, BTPS berencana menambah 57 tim CO, dengan realisasi per 1H23 telah mencapai 98%. 

Tren inflasi yang melandai

Hal lain yang memengaruhi tingkat repayment rate dari customer BTPS adalah rendahnya daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah pasca-pandemi dan lonjakan inflasi dalam setahun terakhir. Meskipun ekonomi Indonesia telah mengalami pemulihan ekonomi pasca-pandemi dan tren inflasi yang sudah mulai melandai belakangan ini, pemulihan di segmen menengah ke bawah masih tergolong lemah mengingat segmen inilah yang paling terdampak ketika situasi ekonomi sedang sulit. Hal ini juga terlihat dari Indeks keyakinan konsumen (IKK) pada kelompok pengeluaran 1–2 juta, yang notabene merupakan segmen customer BTPS, masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata IKK sejak 2022. Per Juni 2023, IKK untuk kelompok pengeluaran 1–2 juta berada di level 117,8, terendah jika dibandingkan dengan kelompok pengeluaran lain yang lebih tinggi. 

Seiring terus melandainya inflasi dan potensi pertumbuhan konsumsi sebelum pemilu 2024, pemulihan pada segmen menengah ke bawah termasuk ultra-mikro akan lebih cepat dan dapat menjadi sentimen positif bagi BTPS.

Pic: IKK Konsumen kelompok pengeluaran 1-2jt vs blended IKK Jan’20-Jun’23
Source: Badan Pusat Statistik (BPS), stockbit research
Pic: IKK per kelompok pengeluaran pada Juni 2023.
Source: Badan Pusat Statistik (BPS)

Risiko: Persaingan semakin intensif dan rencana pemberian kredit 0% dari pemerintah

Selain faktor internal seperti kenaikan NPF yang menyebabkan peningkatan biaya provisi, tantangan lain yang perlu dihadapi oleh BTPS adalah persaingan dengan perusahaan pembiayaan lain di kategori ultra-mikro. Kami mengesampingkan Bank Syariah Indonesia ($BRIS) sebagai kompetitor BTPS, mengingat BRIS berfokus pada segmen mikro (UMKM) dan bukan ultra-mikro. Keduanya merupakan segmen yang berbeda. 

Menurut Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu), segmen ultra mikro merupakan segmen yang berada di lapisan terbawah, yang belum bisa difasilitasi perbankan melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Segmen ini mendapatkan fasilitas pembiayaan maksimal Rp10 juta per nasabah, dengan mayoritas pemberi fasilitas kredit terdiri dari Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) seperti PT Pegadaian (Persero), serta PT Bahana Artha Ventura.

Selain ketiga nama diatas, pemain di segmen pembiayaan ultra-mikro juga diisi oleh PT Permodalan Nasional Madani (PNM), yang merupakan perusahaan pembiayaan syariah milik Bank Rakyat Indonesia ($BBRI). Di dalam PNM sendiri, terdapat program pemberdayaan Mekaar dan ULaMM, serta PT AMAAN Indonesia Sejahtera (AMAAN).

Setiap proyek pembiayaan ultra-mikro milik BBRI memiliki perbedaan bisnis model. Misalnya, PNM ULaMM menyasar segmen ultra mikro yang usahanya minimal telah berjalan selama 1 tahun dan tidak memperhatikan jenis kelamin, asalkan berada pada usia 21–65 tahun. Sementara itu, PT Pegadaian yang mewajibkan agunan berupa BPKB Kendaraan Bermotor. Adapun PT AMAAN berfokus pada platform digital dalam proses peminjaman dan tidak terbatas pada laki-laki ataupun perempuan.

Program pembiayaan milik BBRI yang memiliki bisnis model mendekati BTPS adalah PNM Mekaar. Sama seperti BTPS, PNM Mekaar juga menyasar pemberdayaan ibu rumah tangga dan menyalurkan kredit secara tanggung renteng 

PNM Mekaar diluncurkan pada 2015 dengan target nasabah perempuan pelaku usaha mikro dengan kondisi keluarga dengan pendapatan per kapita maksimal sebesar Rp800 ribu per bulan. Hingga akhir 2022, PNM Mekaar telah memiliki 9,9 juta nasabah dengan total number of account (NoA) sebanyak 13,8 juta nasabah (vs. BTPS per 1H23: 4,3 juta active customer dengan jumlah total 6 juta customer). Kami menilai bahwa dengan masih besarnya potensi pasar ultra-mikro yang dapat dilayani, BTPS dan PNM Mekaar dapat hadir dan tumbuh bersama. Tentunya, perkembangan kompetisi di segmen ini perlu terus diperhatikan oleh investor.

Selain potensi persaingan yang semakin ketat tersebut, BTPS juga menghadapi tantangan berupa rencana pemerintah yang hendak memberikan kredit 0% bagi UMKM dalam negeri yang sempat diusulkan oleh Kementerian BUMN pada awal 2023. Rencana tersebut membuat banyak Stockbitor berpendapat bahwa pemberian kredit 0% bagi UMKM dapat membuat calon nasabah dan nasabah BTPS berpindah ke bank yang menawarkan kredit 0%, sehingga menggerus pertumbuhan BTPS. Meski demikian, rencana kredit 0% tersebut masih wacana dan belum jelas skemanya.


Valuasi

Per 4 Agustus 2023, BTPS ditutup di harga Rp2.090/saham, sehingga mengimplikasikan PBV 1,91x atau mendekati level -2x PBV Std. Deviation Band-nya. Ini merupakan level PBV terendah dalam sejarah BTPS. Padahal, jika dibandingkan dengan peers-nya, BTPS memiliki tingkat profitabilitas (ROE) yang lebih tinggi dengan valuasi yang tergolong murah.

Pic: BTPS 5Y PBV Deviation band
Source: stockbit 
Pic: Perbandingan PBV dan ROE bank besar di Indonesia per 4 Agustus 2023
Source: Stockbit analysis

Lantas, dengan prospek dan risiko yang akan dihadapi ke depan, apakah saham BTPS menarik untuk dikoleksi di tengah valuasinya yang murah saat ini? We provide, you decide


________________
Penulis: 

Hendriko Gani, Investment Analyst

Editor:

Edi Chandren, Investment Analyst Lead

Aulia Rahman Nugraha, Sr. Investment Journalist

Copyright 2023 Stockbit, all rights reserved.

Disclaimer: 

Semua konten dalam artikel ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

PT Stockbit Sekuritas Digital (β€œStockbit”),  Perusahaan efek yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. 

Selanjutnya, semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah β€œhttps://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri β€œ@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.

🍿 CNMA: Tumbuh Pesat Seiring Pemulihan Industri Film by Guest User

πŸ‘‹ Stockbitor!

Nusantara Sejahtera Raya ($CNMA) siap menjadi 'blockbuster' baru di BEI. Operator Cinema XXI ini merupakan pemain terbesar di industri bioskop di Indonesia, dengan jumlah layar bioskop yang lebih banyak dibandingkan gabungan 4 pemain terbesar lainnya. Pada 2022, perseroan telah kembali mencatatkan laba bersih sebesar Rp460 M (vs. 2021: rugi Rp351 M), bahkan ketika pendapatan dari segmen film baru pulih ~61% dari realisasi pra-pandemi.


Dengan status market leader dan model bisnis yang unik (high operating leverage dan margin yang stabil), kinerja CNMA berpotensi tumbuh pesat seiring pemulihan penjualan tiket dan produksi film pasca-pandemi. Selain itu, keberadaan afiliasi GIC sebagai pemegang saham perseroan dan potensi munculnya investor strategis dapat menjadi sentimen positif IPO CNMA. Meski demikian, CNMA memiliki risiko berupa sensitivitas yang besar terhadap kinerja pendapatan dan meningkatnya penggunaan layanan streaming film.


CNMA dan Pemulihan Industri Film


Pemulihan industri film dan bioskop
pasca-pandemi berpotensi menguntungkan CNMA yang merupakan market leader di Indonesia. Per 2021, CNMA memiliki pangsa pasar gross box office sebesar 69,7%, dengan pangsa pasar tiket dan layar masing-masing sebesar 68,8% dan 57,7%.

Per akhir 2022 sendiri, CNMA mengoperasikan 225 bioskop dengan total 1.216 layar di 55 kota di seluruh Indonesia. Sebagian besar bioskop tersebut berlokasi di kota Tier 1 seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan kota-kota besar lain.

Dalam rantai pasok industri film, bioskop berperan sebagai penghubung antara rumah produksi dan konsumen. Oleh karena itu, kinerja industri bioskop akan bergantung dan sejalan dengan kinerja industri film.


Sebelum pandemi, industri film di Indonesia terus mengalami peningkatan. Jumlah film domestik mencapai 130 film pada 2019 (vs. 2017: 114 film), sementara jumlah tiket terjual naik dari 134,8 juta pada 2017 menjadi 163,9 juta pada 2019. Kinerja industri film kemudian anjlok saat pandemi pada 2020–2021, di mana produksi film domestik turun menjadi masing-masing 35 (2020) dan 36 (2021), dengan jumlah penjualan tiket menyusut menjadi 29,8 juta (2020) dan 32,5 juta (2021).

Pic: Perbandingan 5 pemain terbesar industri bioskop di Indonesia per 2021
Sumber: Prospektus IPO CNMA
Pic: Jumlah penjualan tiket film di Indonesia pada 2017–2027E
Sumber: Prospektus IPO CNMA

Pada 2022, kinerja industri film dan bioskop perlahan mulai bangkit, meskipun belum sepenuhnya kembali ke level pra-pandemi. Berdasarkan prospektus IPO dari CNMA, omzet bruto industri bioskop pada 2022 diperkirakan baru mencapai 63% dari realisasi pada 2019.

Omzet industri bioskop diperkirakan baru akan melampaui level pra-pandemi pada 2024, lebih cepat dibandingkan pemulihan penjualan tiket yang diestimasikan baru akan terjadi pada 2025. Pada 2027, omzet diperkirakan mencapai Rp20,6 T atau tumbuh dengan CAGR +25,1% pada 2022–2027, salah satunya didorong oleh pendapatan gross box office yang diperkirakan akan tumbuh dengan CAGR +23,7%. Sementara itu, pendapatan F&B diperkirakan akan melampaui level pra-pandemi pada 2023, dengan CAGR +26,3% pada 2022–2027.

Pic: Omzet bruto industri bioskop di Indonesia pada 2017–2027E
Sumber: Prospektus IPO CNMA

Model Bisnis Bioskop: β€˜High Fixed Costs with Stable Margin’

Model bisnis CNMA dapat dikatakan mirip dengan model bisnis perusahaan ritel dalam hal struktur biaya dan key driver pendapatan. Perbedaannya, CNMA memiliki tingkat inventory yang relatif kecil (Rp96 M dari total aset Rp6,76 T per 2022), sehingga risiko inventory – seperti stok tidak laku, kerusakan barang, dan beban pengelolaan persediaan – jauh lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan ritel. Inventory CNMA kemungkinan berasal dari segmen F&B, sementara segmen film tidak memerlukan inventory karena perseroan hanya membeli lisensi pemutaran film selama masa penayangan saja.

Struktur biaya CNMA didominasi oleh beban operasional (opex) seperti gaji karyawan, repair and maintenance, utilitas, sewa ruangan dan beban depresiasi. Opex dan depresiasi bersifat tetap (fixed costs) dan masing-masing berkontribusi rata-rata 34% dan 25% terhadap total beban.

Besarnya proporsi fixed costs terhadap total beban menandakan bahwa CNMA merupakan perusahaan dengan operating leverage yang tinggi. Artinya, besar kecilnya pendapatan akan memainkan peran penting bagi profitabilitas perseroan.

Dalam kondisi normal dan bisnis berjalan lancar seperti pada 2019, porsi fixed costs terhadap pendapatan CNMA hanya 35%. Artinya, perseroan dapat menghasilkan pendapatan yang cukup untuk menutupi biaya operasional minimum dan mencetak laba. Namun, tidak demikian duduk perkaranya saat kondisi sedang sulit seperti saat pandemi pada 2020, di mana pendapatan CNMA turun -82% YoY sehingga porsi fixed costs terhadap pendapatan melonjak hingga 112,3% (alias melebihi pendapatan dan merugi).

Pic: Porsi fixed costs dari pendapatan CNMA pada 2019–2022
Sumber: Stockbit analysis

Sebagai contoh, segmen film CNMA masih mencatatkan kerugian pada 2022, kendati secara keseluruhan perseroan telah mencatat laba bersih. Segmen film CNMA sebenarnya memiliki margin laba kotor yang sangat stabil di level 50% karena model bagi hasil antara rumah produksi dan operator bioskop dibagi rata sebesar 50:50. Namun, pendapatan segmen film pada 2022 baru mencapai ~61% dari realisasi pada 2019, sehingga besarnya porsi fixed costs menyebabkan kerugian.

Oleh karena itu, penting bagi investor untuk memperhatikan metrik terkait top line ketika menganalisis perusahaan dengan operating leverage tinggi. Di sini, kami menggunakan metrik pendapatan per bioskop dan pendapatan per layar untuk menilai kinerja CNMA dari tahun ke tahun.

Berdasarkan kedua metrik tersebut, CNMA mencatatkan pertumbuhan kinerja sebesar ~230% pada 2022 seiring pelonggaran mobilitas. Walaupun naik signifikan, realisasi segmen film pada 2022 masih belum kembali ke level 2019 (pra-pandemi). Ini berarti kinerja CNMA masih berpotensi tumbuh besar ke depan, mengingat omzet industri bioskop diproyeksikan akan melampaui level pra-pendemi pada 2024.

Pic: Financial metrics CNMA pada 2019–2022
Sumber: Prospektus IPO CNMA, Stockbit analysis


Selain pendapatan bioskop, pertumbuhan jumlah penonton akan memberikan multiplier effect bagi CNMA melalui lini bisnis lain, yakni makanan dan minuman (F&B). Cinema XXI melarang penontonnya untuk membawa makanan dan minuman dari luar, sehingga jumlah penonton merupakan faktor utama yang akan mempengaruhi kinerja segmen F&B CNMA.

Pada 2022, segmen F&B hanya berkontribusi ~32% dari total pendapatan CNMA (vs. segmen film: ~61%). Meski demikian, segmen F&B merupakan penopang laba bersih CNMA karena profitabilitasnya lebih tinggi, dengan margin laba kotor (GPM) berkisar 65–72%.

Secara historis, belanja F&B rata-rata per penonton CNMA menunjukkan tren kenaikan dari Rp17.615 pada 2019 menjadi Rp23.447 pada 2022. Rasio jumlah transaksi F&B terhadap jumlah penonton bioskop juga meningkat dari 19,7% pada 2019 menjadi 22,9% pada 2022. Artinya, semakin banyak penonton yang membeli makanan dan minuman ketika menonton film.

Secara industri, pendapatan F&B diperkirakan terus meningkat ke depan dengan CAGR +26,3% per tahun menjadi Rp7,1 T pada 2027. Porsi pendapatan F&B terhadap pendapatan gross box office juga diperkirakan meningkat dari 51,3% pada 2022 menjadi 57% pada 2027.

Pic: Segmen bisnis CNMA dan kontribusinya terhadap pendapatan 2019–2022
Sumber: Prospektus IPO CNMA
Pic: Pendapatan F&B industri bioskop pada 2017–2027E
Sumber: Prospektus IPO CNMA

Prospek dan Risiko Industri Bioskop ke Depan

Penetrasi Bioskop di Indonesia Masih Rendah

Sebesar 65% dari dana hasil IPO CNMA akan digunakan untuk ekspansi jaringan bioskop, terutama di kota Tier 2 dan 3. Kota-kota tersebut dapat menjadi pendorong pertumbuhan CNMA ke depan, khususnya jika melihat penetrasi bioskop yang masih rendah di Indonesia.

Dalam jangka panjang, besarnya demand dalam industri bioskop masih belum sepadan dengan supply-nya. Hal ini terlihat dari penetrasi layar bioskop per satu juta penduduk di Indonesia yang diperkirakan baru mencapai 7,6 pada 2022. Jumlah tersebut masih relatif rendah dibandingkan dengan regional maupun global peers.

Menurut Gabungan Pengelola Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI), jumlah ideal bioskop di Indonesia sekurang-kurangnya 15 ribu layar, sedangkan per 2022 baru ada sekitar 2.100 layar. Artinya jumlah layar bioskop baru sekitar 14% dari jumlah kebutuhan ideal.

Untuk menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi pertumbuhan industri bioskop, pemerintah telah membatasi tarif pajak hiburan yang dikenakan pada bioskop dari 35% menjadi maksimum 10%. Hal ini diharapkan dapat membantu meningkatkan industri dengan mengurangi biaya pajak dan menyederhanakan negosiasi operasional.

Pic: Penetrasi bioskop di Indonesia vs. peers pada 2017, 2021, dan 2022E
Sumber: Prospektus IPO CNMA
Pic: Sebaran bioskop dan layar bioskop per tier kota
Sumber: Prospektus IPO CNMA

Selain potensi pertumbuhan penonton dari kota-kota Tier 1, prospek CNMA ke depan juga akan dipacu oleh pertumbuhan penonton di kota-kota Tier 2 dan 3 yang masih kurang terpenetrasi. Secara industri, porsi bioskop di kota-kota Tier 2 dan 3 hanya setara 20,7% dan 13,6% dari total bioskop di Indonesia per 2021.

Sementara itu, Euromonitor memproyeksikan bahwa 4 dari 6 kota kunci pertumbuhan disposable income – yakni, pendapatan yang siap dibelanjakan – selama 2022–2027 adalah kota-kota Tier 2 dan 3 seperti Batam, Denpasar, Banjarmasin, dan Tasikmalaya. Pertumbuhan disposable income yang tinggi berpotensi mendorong pengembangan mal baru di kota-kota Tier 2 dan 3, sehingga dapat membuka peluang ekspansi lebih lanjut bagi operator bioskop di Indonesia.

Saat ini, 67% dari jumlah bioskop, layar, dan pendapatan bioskop CNMA berasal dari kota Tier 1, terutama di Jakarta dan kota-kota besar lain di Pulau Jawa. Ke depannya CNMA berencana memperkuat penetrasinya di kota Tier 2 dan 3. Pada 2023 dan 2024, CNMA berencana menambah masing-masing 34 (+14%) dan 50 (+18%) layar baru di kota Tier 2, sedangkan di kota Tier 3 rencana penambahannya sebanyak 8 (+5%) dan 42 (+26%) layar baru. Dengan demikian, porsi layar di kota Tier 2 dan 3 akan naik menjadi 37% (vs. 2022: 33%).

Pic: Rencana penambahan layar CNMA per tier kota pada 2023–2024
Sumber: Prospektus IPO CNMA
Pic: Perbandingan metrik bioskop CNMA per tier kota
Sumber: Stockbit analysis

Jika dihitung menggunakan metrik jumlah bioskop dan layar, memang terdapat perbedaan tingkat pendapatan operasional bioskop dan layar antara kota Tier 1 dan Tier 3. Pendapatan per bioskop di kota Tier 1 mencapai Rp18,93 M/tahun pada 2022, tidak berbeda jauh dengan kota Tier 2 sebesar Rp18,85 M/tahun. Namun, dibandingkan dengan kota Tier 3 sebesar Rp15,12 M/tahun, terdapat perbedaan sekitar 25%.

Euromonitor mencatat bahwa harga tiket bioskop di kota-kota Tier 3 cenderung lebih murah karena menyesuaikan kecenderungan segmen konsumen pendapatan rendah dalam membayar tiket bioskop. Selain itu, jumlah penonton per layar di kota Tier 3 masih lebih rendah dibandingkan kota Tier 1 dan 2. Jadi, meski peluang pertumbuhannya lebih besar dibanding pertumbuhan kota Tier 1, ekspansi jaringan bioskop ke kota Tier 2 dan 3 mengandung risiko dari segi sensitivitas penetapan harga tiket dan jumlah penonton.

Apalagi, pengembangan jaringan layar memerlukan investasi yang besar pada tahap awal. Sebagai gambaran, dengan asumsi belanja modal rata-rata per layar adalah sekitar US$500.000 (Rp7,5 M) dan laba tunai tahunan per layar sekitar US$100.000, artinya dibutuhkan waktu 5 tahun untuk sebuah layar bioskop mencapai breakeven.

Risiko dari Layanan Streaming, Kawan atau Lawan?

Peningkatan penggunaan saluran distribusi film alternatif dan hiburan lain dapat menurunkan kunjungan ke bioskop, membatasi harga tiket, dan berdampak negatif pada pendapatan CNMA.

Persaingan yang semakin ketat berasal dari saluran over-the-top (OTT) yang menawarkan film langsung kepada penonton maupun penayangan konten original. Misalnya, Netflix dan Disney+ memfasilitasi rilis film tidak lama setelah dirilis di bioskop, sehingga penggemar film dapat memilih untuk menunggu rilis film di platform streaming daripada menonton di bioskop.

Selain itu, bioskop juga bersaing dengan bentuk hiburan lainnya untuk memperebutkan waktu dan disposable income pelanggan, seperti konser, acara olahraga, taman hiburan, dan media sosial.


IPO CNMA dan Jejak GIC Singapura

Selain prospek kinerja ke depan, IPO saham CNMA juga berpotensi mendapatkan sentimen positif dari keberadaan afiliasi Government of Singapore Investment Corporation (GIC) dalam susunan pemegang saham dan potensi masuknya investor strategis melalui private placement sebesar 10%. Sebab, investor besar seperti GIC biasanya berinvestasi untuk jangka panjang, yang mengindikasikan bahwa CNMA memiliki potensi pertumbuhan ke depannya.

Saat IPO, Salween Investment Private Limited (SIP) – yang merupakan afiliasi GIC – memiliki opsi untuk membeli total 18,75 miliar saham yang dimiliki pengendali CNMA, PT Harkatjaya Bumipersada, dan PT Adi Pratama Nusantara. Jika opsi pembelian dilakukan seluruhnya, SIP akan membelinya dengan harga Rp270/saham dan kepemilikannya akan bertambah dari 0,01% menjadi 22,51%.

Jejak GIC dalam struktur pemegang saham CNMA bermula pada Desember 2016. Ketika itu, GIC menandatangani kerja sama strategis senilai US$265 juta (Rp3,5 T) untuk mendukung ekspansi jaringan bioskop CNMA di seluruh Indonesia.

Pic: Struktur kepemilikan CNMA setelah IPO, ESA, Private Placement, dan Call Option
Sumber: Prospektus IPO CNMA

Valuation: Is CNMA a Regular, Deluxe, or Premiere?

Sejauh ini, terdapat 3 emiten di BEI yang bergerak di industri film, yakni $BLTZ (pengelola jaringan bioskop CGV), $FILM (rumah produksi), dan $RAAM (rumah produksi dan pengelola jaringan bioskop Platinum Cineplex). Dari ketiganya, emiten yang head-to-head secara langsung dengan CNMA adalah BLTZ, yang merupakan pemain terbesar ke-2 di industri bioskop.

Pada 2022, pendapatan BLTZ telah mencapai ~75% dari realisasi pada 2019. Namun, BLTZ masih membukukan rugi baik pada 2022 (Rp59 M) maupun sepanjang 1Q23 TTM (Rp29 M), sehingga komparasi menggunakan PE Ratio tidak dapat digunakan.

Secara EV/EBITDA per 1Q23 (TTM), valuasi CNMA (16,5x) lebih premium dibandingkan BLTZ (5,8x). Hal tersebut dapat dijustifikasi mengingat market share CNMA jauh melampaui baik BLTZ maupun kombinasi 4 pemain terbesar lain di industri bioskop, termasuk RAAM.

Lini bisnis bioskop RAAM, dengan 10 jaringan dan 44 layar, berkontribusi ~13,6% terhadap pendapatan RAAM per 2022. Dengan kontribusi bisnis bioskop yang lebih kecil, valuasi PE Ratio RAAM mencapai 47,2x.

Yang perlu diingat adalah bahwa pendapatan CNMA pada 2022 baru mencapai ~64% dari level 2019. Menurut proyeksi Euromonitor, omzet industri bioskop diperkirakan pulih secara perlahan dibandingkan level pada 2019, yakni mencapai 82,8% pada 2023 dan 115,8% pada 2024.

Dengan asumsi pendapatan dan laba bersih CNMA kembali ke level pra-pandemi pada 2024 (sejalan dengan industri), maka mengimplikasikan valuasi PE Ratio sebesar 22,6x pada 2023 dan 16,2x pada 2024 (vs. 1Q23 TTM: 46,5x). Nilai tersebut kurang lebih setara dengan median valuasi global peers.

Namun, dengan dominasi market share CNMA yang begitu besar dan potensi pertumbuhan industri bioskop di Indonesia, CNMA layak jika ke depannya dihargai premium dibandingkan global peers. Sebagai perbandingan, AMC yang merupakan jaringan bioskop terbesar di AS memiliki sekitar 8.000 layar (market share ~20%), sementara Cineworld di Inggris memiliki market share sekitar 23%.

Pic: Perbandingan valuasi CNMA dengan global peers
Source: Bloomberg, Stockbit analysis (CNMA)

Dengan statusnya sebagai pengelola jaringan bioskop terbesar di Indonesia, valuasinya, serta potensi dan risiko industri bioskop ke depan, apakah menurutmu IPO CNMA menarik untuk dilirik? We provide, you decide.


________________
Penulis: 

Bayu Santoso, Investment Analyst

Editor:

Vivi Handoyo Lie, Head of Investment Research

Edi Chandren, Investment Analyst Lead

Aulia Rahman Nugraha, Sr. Investment Journalist

Copyright 2023 Stockbit, all rights reserved.

Disclaimer: 

Semua konten dalam artikel ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

PT Stockbit Sekuritas Digital (β€œStockbit”),  Perusahaan efek yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. 

Selanjutnya, semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah β€œhttps://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri β€œ@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.

πŸͺ™ Jajaki Ekspor, Kilau Emas HRTA sampai di Negeri India by Michael Owen Kohana

πŸ‘‹ Stockbitor!

Hartadinata Abadi ($HRTA) adalah satu-satunya perusahaan penjual perhiasan emas yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sejak awal 2023, harga saham HRTA naik cukup signifikan sebesar +109% YTD per 14 Juli 2023. 

Kenaikan harga saham HRTA tersebut terjadi seiring munculnya berbagai perjanjian ekspor yang diteken oleh perseroan sejak awal tahun. Saat ini, HRTA memiliki 4 perjanjian ekspor dari 3 perusahaan perhiasan emas asal India, dengan total volume penjualan sebesar 13,5–14,5 ton hingga akhir 2023

Perjanjian ekspor tersebut menandai pertama kalinya HRTA melakukan ekspor sejak melantai di BEI. Dampak positif dari perjanjian ekspor ini bagi kinerja HRTA mulai terlihat pada 1Q23 di mana pendapatan tumbuh +53,8% YoY dan laba bersih naik +37,8% YoY. Namun, dampak penuh dari perjanjian ekspor baru mulai akan terlihat mulai dari 2Q23 hingga akhir tahun, karena perjanjian ekspor baru diteken pada Maret 2023.

Di pasar dalam negeri, HRTA terus berinovasi dengan menciptakan berbagai produk baru emas berkadar 24 karat (logam mulia) seperti micro gold dan memperluas jaringan distribusinya melalui kolaborasi dengan Ranch Market, Matahari, dan Alfamart. Alhasil, perseroan mencatatkan pertumbuhan total volume penjualan emas dalam satuan emas murni dengan CAGR 5Y (2017–2022) sebesar +7,53% dan market share tumbuh dari 11,5% pada 2017 menjadi 15,5% pada 2022

Di segmen perhiasan emas, pangsa pasar HRTA di dalam negeri naik dari 11,48% pada 2017 menjadi 15,5% pada 2022, meskipun pelemahan permintaan perhiasan di Indonesia sejak 2017 menekan volume penjualan perseroan dengan CAGR 5Y (2017–2022) sebesar -0,17%. 

Lantas, bagaimana prospek dan tantangan yang akan dihadapi HRTA ke depannya? Apakah ekspor emas dapat mendorong pertumbuhan kinerja HRTA pada tahun ini? Bagaimana valuasi saham HRTA dibandingkan peers global? Yuk kita bahas satu per satu.


Model Bisnis HRTA


HRTA
merupakan perusahaan produsen perhiasan emas mulai dari kadar 8 karat (~33%) hingga 24 karat (99,99%). Selain memproduksi emas, perusahaan yang berdiri sejak 1989 ini juga memiliki beberapa unit usaha, antara lain penjualan logam mulia, toko perhiasan online dan offline, dan memiliki toko gadai (pawn shop). Oleh karena itu, HRTA merupakan perusahaan mid-to-downstream di bisnis perhiasan.

Berdasarkan laporan keuangan per 1Q23, lebih dari 92% pendapatan HRTA berasal dari penjualan perhiasan dan emas 24 karat (logam mulia) ke wholesalers atau distributor. Sementara itu, penjualan langsung ke toko retail berkontribusi lebih dari 6,6% total pendapatan pada 1Q23.

Pic: Pendapatan HRTA berdasarkan segmen per 1Q23.
Sumber: Company presentation, Stockbit analysis

Perhiasan Emas dan Logam Mulia

Berdasarkan presentasi perusahaan pada 1Q23, HRTA mendistribusikan produk perhiasannya ke 80 wholesalers dan lebih dari 900 toko retail. HRTA sendiri mengoperasikan 77 toko perhiasan, di mana 28 toko di antaranya menyasar segmen mid-to-low income.

Umumnya, pembayaran yang dilakukan wholesalers kepada HRTA tidak diberikan dalam bentuk uang cash, melainkan melalui skema pay gold with gold. Melalui skema ini, wholesalers atau distributor membayar perhiasan emas dari HRTA dengan menukarkan emas dari perhiasan yang sudah tidak layak pakai (scrap gold).

Skema transaksi pay gold with gold tersebut dilakukan dengan perbandingan gramasi sebesar 1:1,1. Sebagai contoh, jika distributor A membeli 1 kg emas dari HRTA, maka distributor A perlu membayar 1,1 kg emas dalam bentuk scrap gold ke HRTA. Lebih lanjut, semua perhitungan emas dalam transaksi pembelian dari distributor ke HRTA menggunakan standar kadar murni atau 24 karat. Jadi, jika distributor A tidak memiliki scrap gold berkadar 24 karat sebanyak 1,1 kg untuk membeli 1 kg emas berkadar 24 karat dari HRTA, distributor A masih dapat membayarnya dengan scrap gold berkadar 8 karat sebanyak 3,3 kg.

Selain perhiasan emas, HRTA juga menjual emas 24 karat (logam mulia) dalam berbagai bentuk dengan berat mulai dari 0,1 gram hingga 1 kg. HRTA memiliki beberapa merek dalam logam mulia, yakni Emasku dan EmasKITA. Dalam proyek ini, HRTA bekerja sama dengan PT Emas Antam Indonesia (EAI), yang merupakan anak usaha dari Aneka Tambang ($ANTM).

Perbedaan paling mencolok dari Emasku dan EmasKITA adalah gramasi yang ditawarkan. Emasku menawarkan produk emas batangan dengan gramasi yang relatif lebih besar mulai dari 250 gram, 500 gram, hingga 1.000 gram. Sementara itu, EmasKITA menawarkan logam mulia dengan gramasi yang relatif lebih kecil mulai dari 0,1 gram (micro gold) hingga 100 gram dengan model press

Produk EmasKITA hadir dengan sertifikasi internasional Bullion Protect yang menjamin keaslian logam mulia tersebut. Selain dijual kepada distributor, HRTA juga bekerja sama dengan Ranch Market, Matahari, dan Alfamart untuk menjual produk EmasKITA.

Pada Juli 2023, pihak HRTA mengatakan kepada tim Stockbit bahwa margin penjualan perhiasan berkisar antara 7–17%, tergantung dari kadar karat perhiasan. Semakin rendah karat perhiasan, maka semakin tinggi margin keuntungan. Adapun margin untuk produk logam mulia berkisar antara 4–35%. Semakin kecil gramasi logam mulia, maka semakin tinggi margin keuntungan.

Pic: Logam mulia EmasKU EmasKITA.
Sumber: Company Presentation

Gadai

HRTA juga memiliki unit bisnis gadai melalui 83 cabang gerai di 5 provinsi di Indonesia per 1Q23. Pihak HRTA mengatakan bahwa saat ini mayoritas barang yang digadaikan oleh konsumen adalah perhiasan. Namun, ke depannya HRTA berencana untuk menerima barang-barang lain, misalnya alat elektronik. 

Pihak HRTA mengatakan kepada tim Stockbit bahwa bunga yang diberikan kepada penggadai berkisar antara 1,5–1,7% per bulannya. Pendapatan HRTA dari segmen gadai tergolong masih kecil, hanya 0,72% dari total pendapatan pada 1Q23.


Peluang dan Risiko dari Ekspor

Pada 1H23, HRTA melakukan beberapa perjanjian ekspor emas dengan perusahaan asal India, yakni:

  • Perjanjian ekspor perhiasan emas berkadar 22 karat sebesar 400–500 kg per bulan dengan Kundan Care Product Ltd. Perjanjian dengan jangka waktu 1 tahun ini diperkirakan bernilai sekitar 25–31 juta dolar AS per bulan.

  • Penandatanganan nota kesepahaman ekspor perhiasan emas dengan Bright Metal Refiners sebanyak 2 ton emas dan 4,5 ton emas. Total nilai transaksi diperkirakan mencapai 385,95 juta dolar AS atau ~5,75 triliun rupiah.

  • Penandatanganan nota kesepahaman ekspor perhiasan emas sebanyak 3 ton dengan LP Commodities Private Limited, dengan jangka waktu 3 bulan pada 25 Mei–25 Agustus 2023. Nilai transaksi diperkirakan mencapai 177,82 juta dolar AS atau ~2,66 triliun rupiah.

Ketiga perjanjian ekspor tersebut menandai untuk pertama kalinya HRTA melakukan ekspor perhiasan emas sejak IPO. Perjanjian tersebut juga melanjutkan sejumlah aksi korporasi yang dilakukan HRTA pada 2022, antara lain: 

  • Menandatangani perjanjian kredit sindikasi yang dipimpin oleh Bank Negara Indonesia ($BBNI) sebesar 2,4 triliun rupiah. Dana ini akan digunakan oleh HRTA untuk pelunasan take over bank BJB, Bank Woori, obligasi, dan sisanya untuk tambahan modal kerja. Menurut pihak HRTA, perjanjian kredit sindikasi ini merupakan milestone karena menandakan bahwa bank percaya dengan kualitas aset atas inventori perseroan.

  • Berkolaborasi dengan Alfamart ($AMRT) untuk menghadirkan produk logam mulia micro gold (0,1–0,5 gram) di lebih dari 1.300 outlet Alfamart.

  • Berkolaborasi dengan Ranch Market ($BELI) dan Matahari Department Store ($LPPF) dengan membuka total 28 pop up stores untuk memasarkan produk dari HRTA. 

Lantas, apa dampak aktivitas ekspor bagi kinerja HRTA ke depannya?

Potensi Pertumbuhan dari Ekspor

Secara keseluruhan, total volume ekspor yang ditandatangani oleh HRTA mencapai 13,5–14,5 ton emas hingga akhir 2023. Jumlah tersebut sudah melebihi target perseroan yang mengincar ekspor sebesar 10 ton perhiasan selama 2023. 

Berdasarkan data dari World Gold Council per 2021, India merupakan negara terbesar kedua dalam pembelian perhiasan emas, dengan total mencapai 611 ton per tahun. Adapun posisi pertama ditempati oleh China dengan jumlah sebesar 673 ton per tahun.

Ekspor yang dilakukan HRTA ke India berpotensi masih akan bertumbuh ke depannya, mengingat permintaan perhiasan emas India relatif lebih besar dibandingkan dengan total ekspor yang dilakukan oleh HRTA. 

Pihak HRTA mengatakan bahwa kenaikan pajak impor emas batangan dari 10,75% menjadi 15% yang diterapkan oleh pemerintah India sejak pertengahan 2022 lalu dapat memberikan dampak positif bagi perseroan. Sebab, kenaikan pajak impor emas batangan menyebabkan perusahaan penjual emas di India lebih memilih untuk mengimpor emas dalam bentuk perhiasan, yang notabene merupakan salah satu keahlian HRTA.

Pic: Negara dengan permintaan emas terbesar pada 2021.
Sumber: World Gold Council
Pic: Permintaan emas di India berdasarkan event penting.
Sumber: World Gold Council

Mayoritas masyarakat India membeli perhiasan emas dengan kadar minimal sebesar 18 karat. Permintaan emas di India umumnya didorong oleh 3 acara besar, yakni pernikahan, festival keagamaan, dan musim panen. Oleh karena itu, permintaan emas di India akan mencapai puncaknya ketika ketiga event besar tersebut terjadi, yakni pada April–Juni dan September–Desember.

Dengan melakukan ekspor, HRTA berpotensi mendiversifikasi pendapatannya berdasarkan bulan dan event. Permintaan perhiasan emas di Indonesia sendiri umumnya cenderung meningkat ketika mendekati bulan Ramadan, yang dalam beberapa tahun terakhir berlangsung pada paruh pertama tahun. Melalui ekspor, HRTA bisa mendapatkan permintaan emas pada semester kedua dari luar negeri, sementara permintaan pada semester pertama didorong oleh permintaan domestik.

Perlu dicatat, eksportir menggunakan skema pembayaran cash dan bukan pay gold with gold. Pihak HRTA juga mengatakan kepada tim Stockbit bahwa margin dari ekspor kurang dari 4%, relatif lebih kecil dibandingkan dengan penjualan domestik. Meski demikian, pertumbuhan pesat dari pasar ekspor tetap akan menghasilkan kontribusi yang positif terhadap pertumbuhan laba bersih HRTA ke depannya.

Aktivitas ekspor juga dapat mengisi sisa kapasitas pabrik emas HRTA yang masih belum terpakai seluruhnya. Per 2022, tingkat utilisasi pabrik HRTA hanya sekitar 44%. Jika total kapasitas produksi per 2022 sebesar 30 ton per tahun, maka HRTA masih dapat memproduksi lebih dari 16 ton hingga utilisasi pabriknya mencapai 100%. Dengan asumsi bahwa total kapasitas yang terpakai pada 2023 sama dengan 2022, serta memperhitungkan total volume ekspor pada tahun ini, maka HRTA masih memiliki sisa kapasitas sekitar 1,5–2,5 ton emas hingga akhir 2023.

Risiko dari Ekspor

Pihak HRTA mengatakan bahwa umumnya kontrak ekspor yang diperoleh perseroan adalah kontrak jangka pendek berdurasi 3–4 bulan atau 1 tahun. Oleh karena itu, top line perusahaan berisiko terlihat fluktuatif jika importir tidak melakukan pemesanan ulang di masa depan.

Selain itu, HRTA juga memiliki risiko penurunan pangsa pasar ekspor jika kompetitornya di Indonesia yang sempat terjerat dugaan kasus korupsi impor emas dinyatakan tidak bersalah. Jika perusahaan-perusahaan tersebut dinyatakan tidak bersalah, hal ini berpotensi memulihkan nama baik mereka di mata internasional dan mendapatkan kembali porsi ekspornya ke negara lain. HRTA sendiri mendapatkan klien ekspor di tengah kasus dugaan korupsi yang menjerat kompetitornya.

Untuk mengantisipasi risiko tersebut, pihak HRTA mengatakan bahwa pihaknya mencari pasar ekspor selain India, seperti Timur Tengah dan China.

Selain dari sisi ekspor, HRTA juga berpotensi menghadapi ketidakstabilan ketersediaan (supply) emas untuk dalam negeri. Sebab, meski Indonesia dikenal sebagai salah satu penghasil emas terbesar di dunia, mayoritas produk emas tersebut diekspor ke luar negeri.


Kinerja HRTA

Berdasarkan laporan tahunan pada 2022, HRTA memiliki 4 pabrik yang terdiri dari 3 pabrik casting dan 1 pabrik kalung. Casting merupakan salah satu teknik pembuatan produk perhiasan melalui pengecoran atau percetakan. Melalui metode ini, logam dicairkan lalu dituangkan ke dalam cetakan perhiasan dengan model desain yang diinginkan. 

Masing-masing pabrik HRTA memiliki kapasitas dan tingkat utilisasi yang berbeda-beda, dengan detail sebagai berikut:

Pic: Total kapasitas dan tingkat utilisasi pabrik HRTA.
Source: Company presentation, Stockbit analysis

Pada 2020, tingkat utilisasi pabrik HRTA mengalami penurunan akibat pandemi Covid-19. Saat itu, masyarakat mengalami penurunan daya beli dan limitasi mobilitas, sehingga berdampak negatif terhadap penjualan perhiasan di toko-toko retail. Penurunan penjualan toko retail pada akhirnya mengakibatkan penurunan permintaan perhiasan dari wholesalers dan toko retail kepada HRTA. 

Meski sempat turun pada 2020, tingkat utilisasi pabrik HRTA secara keseluruhan mengalami peningkatan dari 31,6% pada 2018 menjadi 43,7% pada 2022.  Peningkatan volume produksi sejak 2018 juga diimbangi oleh kenaikan total penjualan dan pangsa pasar HRTA. 

Pic:Total penjualan emas dan pangsa pasar HRTA.
Sumber: Company Presentation

Pada 2022, total penjualan HRTA mencapai 7,75 ton dalam satuan emas murni, dengan tingkat rata-rata pertumbuhan CAGR 5Y sebesar +11,84%. Pangsa pasar HRTA juga mengalami kenaikan cukup signifikan dari 7,53% pada 2017 menjadi 15,58% pada 2022.

Kenaikan penjualan HRTA pada 2022 mayoritas didukung oleh segmen penjualan emas logam mulia dengan kadar 24 karat. Pada 2017–2022, penjualan HRTA di segmen ini meningkat dengan CAGR 3Y sebesar +368,6% menjadi 3,36 ton, disertai pertumbuhan pangsa pasar dari 0,23% menjadi 15,64%. Produk micro gold – yang biasanya dijadikan sebagai kado pernikahan atau ulang tahun – menjadi terobosan baru bagi HRTA yang mendongkrak pertumbuhan penjualan produk logam mulia.

Di sisi lain, volume tren penjualan emas dalam bentuk perhiasan berada dalam fase stagnan pada 2017–2022, kendati masih meningkat dari sudut pandang pangsa pasar. Penjualan perhiasan HRTA mengalami penurunan dengan CAGR 5Y sebesar -0,17%, tetapi pangsa pasar tumbuh dari 11,48% pada 2017 menjadi 15,54% pada 2022.

Secara keseluruhan, kenaikan penjualan HRTA terjadi di tengah tren penurunan permintaan emas di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Menurut pihak HRTA, 60% permintaan emas di Indonesia didominasi oleh permintaan dari segmen perhiasan.

Dengan kata lain, HRTA secara konsisten berhasil merebut pangsa pasar dari para kompetitornya. Sebagai informasi, beberapa pemain besar di industri perhiasan Indonesia adalah UBS, HWT, dan King Halim.

Pic: Logo UBS, HWT, dan King Halim.
Sumber: Companies website
Pic: Penjualan & Pangsa Pasar penjualan Emas HRTA 2017-2022 serta tren permintaan emas di Indonesia sejak 2010.
Sumber: HRTA Company Presentation

Kinerja solid HRTA pada 2022 berlanjut pada 1Q23, di mana volume penjualan emas meningkat sebesar +39,8% YoY menjadi 2,16 ton. Kenaikan volume penjualan didukung oleh aktivitas ekspor yang mulai dilakukan sejak Maret 2023. Kenaikan juga terjadi pada rata-rata harga jual yang meningkat +10,7% YoY menjadi 970.295 rupiah per gram

Kenaikan volume penjualan dan rata-rata harga jual tersebut berdampak positif terhadap performa HRTA pada 1Q23, dengan pendapatan dan laba bersih meningkat masing-masing +53,8% YoY dan +37,8% YoY menjadi 2,1 triliun rupiah dan 70 miliar rupiah. 

Namun, karena margin ekspor lebih rendah dibanding domestik, HRTA mencatatkan penurunan margin laba kotor menjadi 9,7% pada 1Q23 (vs. 1Q22: 11,9%). Selain itu, margin laba bersih juga turun tipis dari 3,7% pada 1Q22 menjadi 3,4% pada 1Q23. 

Untuk menghindari risiko fluktuasi harga emas, pihak HRTA mengatakan bahwa stok emas yang sudah dibeli oleh pelanggan paling lama kembali distok ulang dalam 2–3 hari kerja. Selain itu, pihak HRTA juga mengatakan bahwa biaya pembelian bahan baku biasanya akan diteruskan kepada pelanggan perseroan.

Dari aspek Cash Conversion Cycle (CCC) – salah satu komponen yang sering diperhatikan oleh investor – HRTA memiliki CCC yang relatif tinggi dibandingkan dengan emiten lain di BEI. Namun, pihak HRTA menjelaskan bahwa perusahaan manufaktur emas dan perhiasan memang cenderung memiliki CCC yang relatif tinggi akibat model bisnisnya itu sendiri

Seperti yang sudah dijelaskan di awal, perusahaan emas seperti HRTA tidak menggunakan uang sebagai alat transaksi, tetapi menggunakan emas berupa scrap gold. Setelah mendapatkan scrap gold, HRTA akan meleburnya menjadi perhiasan atau emas baru yang layak dijual. Proses inilah yang membuat CCC dari HRTA relatif lebih tinggi dibandingkan emiten BEI lain.

Padahal, jika dibandingkan dengan global peers, CCC dari HRTA relatif lebih rendah. Sebagai contoh, Chow Tai Fook – yang merupakan salah satu perusahaan emas dan perhiasan terbesar di dunia – memiliki CCC sebesar 247,87 hari pada 1Q23, sementara HRTA mencatatkan CCC sebesar 173,9 hari

Pic: Cash Conversion Cycle HRTA dan peers.
Sumber: HRTA Presentation

Turunnya Kepemilikan Asabri di HRTA

Selain CCC, salah satu kekhawatiran investor untuk berinvestasi di HRTA adalah keberadaan kepemilikan Asabri yang cukup besar. Asabri sendiri sempat terjerat kasus korupsi dengan terdakwa Benny Tjokrosaputro. 

Menurut pihak HRTA, kepemilikan Asabri di perseroan sudah mengalami penurunan yang signifikan menjadi 1,66% per Mei 2023, setara dengan 76,35 juta saham. Jumlah tersebut turun drastis dibandingkan akhir 2022, di mana Asabri memiliki 306,3 juta lembar saham HRTA atau setara 6,7% dari total saham perseroan. 

Pic:Kepemilikan Asabri di HRTA.
Sumber: Bloomberg

Valuasi

Per penutupan bursa pada 14 Juli 2023, P/E Ratio saham HRTA ada di level 7,19x, atau berada sekitar Mean PE Standard Deviation. Sementara itu, P/BV Ratio saham HRTA berada di level 1,10x, atau sedikit di atas +1 PBV Standard Deviation-nya

Pic: HRTA 5 Yr P/E  Standard Deviation Band.
Sumber: Stockbit Fundachart and Stockbit analysis
Pic: HRTA 5 Yr P/BV  Standard Deviation Band.
Sumber: Stockbit Fundachart and Stockbit analysis


Jika dibandingkan dengan peers
– seperti Chow Tai Fook dari China, Poh Kong dari Malaysia, dan PNJ dari Vietnam – valuasi saham HRTA secara P/E dan PBV Ratio berada di posisi kedua termurah.

Pic: HRTA 5 Yr P/E and P/BV Chart compare to its regional peers.
Sumber: Bloomberg and Stockbit analysis

________________
Penulis: 

Michael Owen Kohana, Investment Analyst

Editor:
Aulia Rahman Nugraha, Sr. Investment Journalist

Edi Chandren, Investment Analyst Lead

Copyright 2023 Stockbit, all rights reserved.

Disclaimer: 

Semua konten dalam artikel ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

PT Stockbit Sekuritas Digital (β€œStockbit”),  Perusahaan efek yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. 

Selanjutnya, semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah β€œhttps://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri β€œ@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.

πŸ€” Aliran Investasi ke Indonesia Makin Tebal, Apa Kabar Properti Industrial? by Syanne Gracetine

πŸ‘‹ Stockbitor!

Tiga emiten properti industrial terbesar di BEI mengalami apresiasi harga saham sejak awal 2023, di mana $SSIA melonjak +57,6% YTD, $BEST naik +33,1% YTD, dan $DMAS menguat +5,0% YTD. Meski telah mengalami kenaikan harga tersebut, valuasi ketiganya masih jauh di bawah rata-rata PBV dalam 10 tahun terakhir.

Apresiasi harga saham properti industrial sendiri tidak terlepas dari prospek menjanjikan industri tersebut. Pada 1Q23, misalnya, total realisasi investasi di Indonesia mencapai 328,9 triliun rupiah, tumbuh +16,5% YoY. Segmen perumahan, kawasan industri, dan perkantoran berkontribusi sebesar 8,5% dari total realisasi investasi tersebut, yang melanjutkan tren segmen-segmen ini masuk ke dalam 5 besar segmen dengan realisasi investasi terbanyak sejak 2020.

Lantas, apakah ketiga saham tersebut masih memiliki potensi kenaikan lanjutan harga saham ke depannya? Seberapa kuat growth yang bisa ditawarkan dan risiko apa saja yang harus diantisipasi oleh investor? Yuk kita bahas satu per satu.


Tren Realisasi Investasi ke Properti Industrial

Target pemerintah yang menaikkan realisasi investasi sebesar +16% YoY menjadi 1.400 triliun rupiah pada 2023F dapat menjadi katalis positif bagi sektor properti industrial. Sebab, sektor properti industrial termasuk dalam segmen perumahan, kawasan industri, dan perkantoran yang secara konsisten menjadi salah satu segmen dengan kucuran realisasi investasi terbesar setiap tahunnya. Pada 2020–2022, segmen tersebut mencatatkan pertumbuhan realisasi investasi sebesar rata-rata +36,03% per tahun.

Pic:  Tren realisasi investasi asing (FDI) dan domestik (DDI) di Indonesia pada 2017–1Q23.
Sumber: BKPM, Stockbit analysis

Secara historis, realisasi investasi di Indonesia setiap tahunnya mengalami pertumbuhan yang berkelanjutan dan mencapai titik tertingginya pada 2022 sebesar 1.207 triliun rupiah. Penanaman modal asing masih menjadi kontributor terbesar, kecuali pada 2020. Dampak dari penanaman modal asing tersebut terlihat dari banyaknya korporasi global yang mendirikan berbagai proyek di tanah air

Pada April 2023, misalnya, perusahaan baterai elektrik asal China, CATL, membangun pabrik sel baterai kendaraan listrik senilai 5,6 miliar dolar AS di Halmahera Timur, Maluku Utara. Selain itu, ada pula perusahaan data center asal Singapura, Princeton Digital Group, yang membangun data center berkapasitas 96 MW di Batam senilai 1 miliar dolar AS pada Februari 2023

Berdasarkan jenis industrinya, ada tiga segmen industri yang mendominasi permintaan lahan industri pada 1Q23, yakni manufaktur (36,31%), data center (31,97%) dan farmasi (13,23%). 

Selain ketiga industri tersebut, permintaan lahan industri di Indonesia juga berpotensi didorong oleh pertumbuhan sektor otomotif. Pada 2022, industri otomotif di Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekspor kendaraan roda 4 sebesar +60,7% YoY sehingga dijuluki sebagai β€˜pahlawan devisa’. Selama 5M23, industri otomotif Indonesia terus melanjutkan pertumbuhan ekspor dengan kenaikan sebesar +29,5% YoY

Angka ekspor tersebut berpeluang terus meningkat ke depannya seiring roadmap agresif dari Toyota Motor Manufacturing Indonesia – salah satu pemain terbesar di sektor ini – yang menargetkan kenaikan ekspor kendaraan dari 22 ribu unit pada 2023 menjadi 40 ribu unit pada 2025. Toyota Motor Manufacturing Indonesia juga menargetkan untuk menaikkan jumlah investasi dari 77,9 triliun rupiah pada 2022 menjadi 100 triliun rupiah pada 2026.

Dengan potensi pertumbuhan industri otomotif tersebut, Indonesia berpeluang menjadi salah satu hub utama perdagangan otomotif antar-negara, yang pada akhirnya berpotensi mendorong kebutuhan permintaan lahan industri.

Pic: Segmen bisnis yang menyerap lahan industri per 1Q23.
Sumber: Colliers

Prospek Industri Indonesia ke Depan 

Selain mengalami pertumbuhan yang konsisten secara historis, potensi realisasi investasi di Indonesia ke depan cukup cerah mengingat pemerintah terus berupaya untuk mempermudah usaha di dalam negeri.

Salah satu upaya pemerintah guna meningkatkan kemudahan berusaha (ease of doing business/EoDB) adalah dengan mengesahkan Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada awal tahun ini. Setidaknya ada dua tujuan utama yang ingin dicapai dari kehadiran UU ini, yakni meningkatkan kemudahan berusaha dan menciptakan ekosistem investasi yang lebih baik.

Pada 2013–2020, skor EoDB milik Indonesia naik signifikan dari 57,8 menjadi 69,6. Hal ini mengindikasikan bahwa pengusaha semakin mudah dan minim hambatan untuk membuka dan menjalankan usahanya di Indonesia. 

Pic: Tren indeks kemudahan berbisnis (EoDB) di Indonesia pada 2013–2020.
Sumber: Statista

Namun, skor 69,6 hanya menempatkan Indonesia di posisi ke-6 sebagai negara dengan kemudahan berusaha tertinggi dari 11 negara ASEAN. Posisi tertinggi diduduki oleh Singapura dengan skor 86,2.

Dengan disahkannya UU Cipta Kerja, kemudahan berusaha di Indonesia berpotensi meningkat ke depannya. Hal ini dapat memberikan dampak positif berupa peningkatan permintaan lahan bagi sektor properti industrial.


Faktor-faktor Penting dalam Analisis Emiten Properti Industrial

Dalam Mini Unboxing Sektor Properti Residensial, salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisis emiten adalah dari marketing sales dan faktor makroekonomi seperti suku bunga acuan dan tingkat bunga KPR. 

Namun, jika kita membahas dari segi properti industrial, maka beberapa faktor ini yang harus diamati investor:

  1. Sumber pertumbuhan permintaan lahan 

Melansir studi dari Colliers pada 1Q23, permintaan lahan industri di area Jakarta dan sekitarnya tercatat sebesar 36,9 hektare dan diestimasikan mencapai 244,2 hektare sepanjang FY23F. Sebaliknya, jumlah pasokan diestimasikan hanya mencapai 220 hektare pada FY23F. Artinya, masih ada selisih lebih permintaan sebesar 24 hektare yang dapat dipenuhi oleh para pemain industrial estate. 

Terdapat 2 segmen yang dapat mendongkrak permintaan lahan, yakni:  

a. Secara lanskap industri, segmen data center yang tergolong ke dalam bisnis new economy dan diekspektasikan akan terus berkembang didorong oleh penetrasi internet secara agresif (vs. 2022: 77,02% vs. 2018: 64,8%). 

Pertumbuhan segmen ini juga diestimasikan akan semakin agresif pada 2025 dengan CAGR 5Y sebesar +22,3%. Apalagi, masuknya Google, Alibaba, dan AWS untuk menggarap potensi cloud business di Indonesia hingga 1,2 miliar dolar AS menjadi sinyal awal bahwa pemain global memandang Indonesia sebagai wilayah yang potensial.

Pic: Proyeksi pertumbuhan bisnis data center hingga 2025.
Sumber: Presentasi emiten DCII

b. Segmen kendaraan listrik yang tingkat adopsinya sedang dioptimalkan oleh pemerintah, dengan target 2 juta unit mobil listrik dan 13 juta unit motor listrik mengaspal pada 2030F (vs. Maret 2023: 12.405 mobil listrik dan 40.312 motor listrik). 

Pic: Proyeksi pengembangan kendaraan listrik di Indonesia hingga 2025F
Sumber: Bisnis Indonesia

2. Ketersediaan Lahan

Pic: Sebaran lahan industri yang aktif dan dalam pengembangan per 1Q23.
Sumber: Colliers

Karakteristik dari industrial estate adalah ketersediaan lahannya relatif didominasi oleh wilayah yang baru dikembangkan (newly developed). Kondisi tersebut berbeda dengan properti residensial yang cenderung mengoptimalkan lahan existing

Dengan demikian, daerah yang masih memiliki lahan lebih lapang untuk dikembangkan akan relatif lebih unggul. Sebab, daerah tersebut relatif memiliki keunggulan dari segi fleksibilitas pemenuhan ukuran permintaan lahan, potensi harga lahan yang lebih bersaing, dan ketersediaan sumber tenaga kerja yang pada akhirnya bisa menarik lebih banyak investor.

Berdasarkan data ketersediaan lahan aktif per 1Q23, terdapat 374 hektare lahan yang dipersiapkan menjadi ready-to-build land sejak 2022, yang terdiri dari: 

- 74 hektare di wilayah timur Jakarta, yakni Bekasi dan Karawang 

- 300 hektare di wilayah barat Jakarta, yakni Serang

Jika melihat dari segi lahan existing, Bekasi menjadi wilayah yang paling diminati, sehingga ketersediaan lahannya sudah sangat minim. Artinya, kondisi ini membuka peluang bagi lahan di area lain – seperti Subang – yang juga sedang aktif dikembangkan melalui 2 industrial estate, yakni Taifa dan Subang Smartpolitan. 

Tak hanya itu, Subang kini juga mengembangkan 2 lahan industri lainnya, yakni Grand Rebana dan Patimban milik SSIA.

3. Volume penjualan lahan lebih penting dibandingkan harga jual lahan

Secara rata-rata, wilayah Bogor-Sukabumi tercatat memiliki harga lahan yang tertinggi pada 1Q23 dibandingkan wilayah lainnya. Sementara itu, wilayah dengan maintenance cost bulanan yang paling tinggi adalah Karawang dan Bekasi

Harga jual lahan juga tak hanya dipengaruhi oleh permintaan, namun juga kelengkapan infrastruktur di dalamnya – seperti listrik, internet, pengolahan limbah, dll. – serta jarak dengan fasilitas seperti pelabuhan, tol, dan sebagainya. 

Pic: Daftar harga lahan industri di 5 wilayah per 1Q23.
Sumber: Colliers
Pic: Perubahan harga lahan industri pada 2016–1Q23.
Sumber: Colliers

Pada 2016–2018, lahan di Bogor-Sukabumi mengalami kenaikan harga paling cepat dibandingkan dengan wilayah lainnya. Namun, sejak 2019 hingga sekarang, pergerakan harga lahan di berbagai wilayah cenderung stagnan

Mengingat perubahan harga lahan yang relatif cukup lambat, hal ini mengindikasikan bahwa aspek penting yang harus dipacu oleh para pemain industrial estate yakni dari segi volume penjualan lahan


Komparasi Emiten Properti Industrial

Terdapat beberapa pemain besar industrial estate di Indonesia dengan lahan industri unggulan masing-masing. Sepanjang 1Q23, Karawang New Industrial City (non-listed) yang dikelola oleh China Fortune Land Development menempati posisi pertama sebagai lahan industri dengan serapan paling banyak, didominasi oleh industri yang berhubungan dengan kendaraan listrik.

Lantas, bagaimana dengan pemain yang telah melantai di BEI? 

Pic: Daftar serapan lahan industri tertinggi per 1Q23.
Sumber: Colliers
Pic: Daftar pemain industrial estate dan lahan yang dimiliki
Sumber: Stockbit Research

DMAS: Greenland International Industrial Center (GIIC) 

Kawasan GIIC milik DMAS dengan luas ~2.200 hektare merupakan kawasan dengan tingkat permintaan cukup tinggi, terlihat dari konsistensinya yang selalu masuk dalam 3 besar lahan industri dengan serapan tertinggi dalam 3 tahun terakhir. Saat ini, sudah ada 170 tenant di GIIC yang didominasi oleh perusahaan Jepang. Selain itu, GIIC juga menjadi bagian dari Kawasan Industri Langsung Konstruksi (KLIK). 

Segmen data center memang menjadi core competence dari DMAS, mengingat infrastruktur di kawasan ini sudah lebih lengkap, antara lain:

- Pasokan listrik yang telah β€˜terjamin’ dari PLN 

- Pasokan gas dari Perusahaan Gas Negara ($PGAS)

- Jaringan telekomunikasi serta fiber optic dari Telkom ($TLKM) dan MyRepublic 

Kekuatan di segmen data center juga tampak dari tren penjualan lahan untuk data center yang terus meningkat dari 190 hektare atau 11% dari total land sales pada 2020 menjadi 214 hektare atau 30% dari total land sales pada 2022

Selama 1Q23, marketing sales tercatat sebesar 598 miliar rupiah atau ~33,2% dari target 2023 sebesar 1,8 triliun rupiah. Penjualan lahan industri menjadi kontributor terbesar marketing sales dengan penjualan sebesar 11,8 hektare yang sebagian besar berasal dari data center. Sebagai informasi, rata-rata harga jual lahan ke segmen data center sebesar ~3 juta rupiah per meter persegi, lebih tinggi ~50% dibandingkan industri konvensional lainnya. 

DMAS masih memiliki permintaan lahan sebesar 90 hektare hingga akhir 2023, yang didominasi dari segmen data center. Oleh karena itu, target marketing sales pada 2023 masih memungkinkan untuk direalisasikan. 

Pada 1Q23, kontribusi penjualan lahan industri ke pendapatan sebesar 75,8% (vs. 1Q22: 69,4%) dengan marjin laba kotor mencapai 68,4% (vs. 1Q22: 72,6%).  Volume penjualan selama 1Q23 memang mengalami penurunan. Namun, jika melihat adanya requirement sebesar 90 hektare, maka penjualan pada 2023 diestimasikan melampaui 2022. 

Dari segi land bank per 31 Desember 2022, persediaan lahan untuk segmen industrial mencapai 372 hektare atau setara dengan kecukupan selama ~5 tahun. Namun, manajemen DMAS mengungkapkan bahwa untuk keperluan pengembangan lanjutan, alternatif yang bisa dilakukan yakni dengan mengkonversi lahan lain untuk keperluan industri. DMAS sendiri masih memiliki land bank per 1Q23 dari segmen komersial sebesar 373 hektare dan residential sebesar 173 hektare.  

Tak ketinggalan, DMAS sebagai emiten yang juga loyal dan royal dalam membagikan dividen dengan rata-rata yield sebesar 14,2% pada 2018–2022, sehingga menjadi daya tarik tambahan bagi investor. 

BEST: MM2100

Lahan industri MM2100 milik BEST berlokasi di Jabodetabek dengan luas 25 ribu meter persegi. Lahan tersebut kini telah ditempati oleh 350 tenant yang didominasi oleh perusahaan di bidang pergudangan atau logistik serta otomotif. Bangunan yang disediakan di MM2100 sendiri umumnya merupakan bangunan pabrik standar untuk industri ringan dan sedang, dengan luas ukuran rata-rata per unit sebesar 1.000 meter persegi.

Salah satu keunggulan dari MM2100 antara lain aksesibilitas dengan jarak 35 km ke Pelabuhan Tanjung Priok, 11 km ke pusat kota Bekasi, dan langsung terkoneksi dengan pintu tol Cibitung di Jalan Tol Jakarta-Cikampek

Wilayah sekitar Jalan Tol Jakarta-Cikampek merupakan area dengan populasi padat dan biaya upah relatif lebih tinggi, sehingga menjadi salah satu alasan mengapa BEST mencatatkan harga jual lahan yang tertinggi dibandingkan kawasan lain. Beberapa infrastruktur pendukung yang tersedia, antara lain: 

- Pasokan listrik dari Cikarang Listrindo ($POWR)

- Pasokan air dari sungai setempat dan fasilitas pengolahan air limbah 

- Komunikasi atau saluran telepon oleh PT Telecom

- Pasokan gas alam oleh Perusahaan Gas Negara ($PGAS)

Pada 1Q23, BEST mencatatkan marketing sales terkecil dibandingkan peers sebesar 51 miliar rupiah atau setara 7,8% dari target 2023 sebesar 651 miliar rupiah. Realisasi tersebut mengimplikasikan rata-rata harga jual sebesar 2,9 juta rupiah per meter persegi. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan capaian 1Q22 sebesar 8 hektare dengan harga jual 3,3 juta rupiah per meter persegi atau ~264 miliar rupiah. Perlu diakui, tren penjualan lahan MM2100 cukup fluktuatif seperti yang tergambar berikut: 

Pic:Tren marketing sales BEST 2019 - 1Q23
Sumber: Materi presentasi BEST 1Q23

Pada 1Q23, kontribusi penjualan lahan industri ke pendapatan sebesar 79,4% (vs. 1Q22: 48,3%) dan marjin laba bersih mencapai 58,2% (vs. 1Q22: 21,6%). Perbedaan marjin laba yang signifikan ini disebabkan oleh turunnya beban keuangan per 1Q23 yang bersifat sebagai pengurang pendapatan penjualan lahan.  

Volume penjualan lahan BEST per 1Q23 memang mengalami perlambatan, tetapi pergerakan harga lahan relatif solid. Selain itu, jika target marketing sales 2023 tercapai dengan asumsi average selling price (ASP) sebesar 2,9 juta rupiah per meter persegi, maka marketing sales bisa mencapai ~25 hektare (vs. 2022: 16 hektare). Hal menarik lain yang dapat diperhatikan adalah terdapat beberapa nama pelanggan dengan porsi penjualan lebih dari 10% per 1Q22–1Q23 yang bergerak di bisnis yang sedang bertumbuh, antara lain: 

- PT Jasa Yasuda Indonesia (bergerak di bidang logistik)

- PT Multi Cita Rasa (bergerak di bidang F&B)

- PT OCWSB Pratama Indonesia (bergerak di bidang supporting alat militer)

- PT Istana Tiara (bergerak di bidang sparepart otomotif)

Terkait land bank, persediaan lahan yang tersedia pada 1Q23 sebesar 688 hektare (nett). Artinya, jika menggunakan asumsi ASP yang tetap sebesar 3 juta rupiah per meter persegi, maka potensi Net Asset Value dari BEST mencapai 20,6 triliun rupiah.

SSIA: Suryacipta City of Industry Karawang dan Subang Smartpolitan

SSIA memiliki 2 portofolio lahan industri yang terdiri dari Suryacipta City of Industry Karawang dan Subang Smartpolitan.

Suryacipta City of Industry Karawang merupakan lahan industri yang dikembangkan sejak 1991 dengan luas 1.400 hektare. Meskipun serapan pada 1Q23 tertinggal dibandingkan dengan lahan industri yang lain, daerah Karawang masih menjadi wilayah dengan tingkat permintaan tertinggi ketiga setelah Bekasi dan Serang. Keunggulan Suryacipta City adalah lokasi yang sangat strategis, antara lain: 

- Hanya berjarak 40 km dengan Pelabuhan Patimban yang dicanangkan akan menjadi pelabuhan terbesar kedua setelah Tanjung Priok 

- Berjarak 70 km ke Bandara Kertajati dan 90 km ke kota Jakarta

Lahan industri kedua yang dikembangkan SSIA adalah Subang Smartpolitan. Lahan yang dibangun sejak 2014 dan memiliki luas 2.717 hektare ini ditujukan untuk industri besar dengan fokus utama sektor otomotif dan suku cadang. Subang Smartpolitan dijuluki sebagai smart city dengan berbagai keunggulan, antara lain: 

- Dekat dengan lebih dari 10 ribu perusahaan manufaktur jaringan pemasok 

- Memiliki akses langsung ke Jalan Tol Trans Jawa

- Memiliki akses langsung ke Pelabuhan Patimban

- Memiliki akses langsung ke Bandara Kertajati 

- Terhubung ke akses Kereta Api Cepat Jakarta-Surabaya

Subang Smartpolitan akan dikembangkan dalam 4 tahap. Untuk tahap I part 2, handover mulai dilakukan pada 3Q23 dan masa operasi ditargetkan akan dimulai per 3Q24 dengan kapasitas terminal kontainer sebesar 3,75 juta TEUs dan terminal mobil sebesar 600 ribu CBU. Adapun tahap II dan III diestimasikan akan dimulai pada 2024–2027

Pada 1Q23, penjualan lahan SSIA hanya sebesar 1,0 hektare dengan nilai 18,1 miliar rupiah yang berasal dari Suryacipta Karawang. Sementara itu, permintaan lahan yang berhasil diamankan sebesar 2,1 hektare dengan nilai 39,1 miliar rupiah. Jika diakumulasi, total penjualan lahan sebesar 3,1 hektare tersebut masih jauh dari target marketing sales pada 2023 yang mencapai 30 hektare. 

Kontribusi penjualan lahan industri ke pendapatan SSIA pada 1Q23 sebesar 0,54% (vs. 1Q22: 0,35%) dengan marjin laba kotor dari segmen ini mencapai 55,7% (vs. 1Q22: 80,7%). Volume penjualan memang tercatat masih lemah, tetapi dari harga lahan tercatat mengalami kenaikan tipis sebesar +1,9% YoY dari 1,78 juta rupiah per meter persegi menjadi 1,81 juta rupiah per meter persegi. 

Sebagai informasi, kontribusi penjualan lahan industri di SSIA masih sangat kecil dan penopang utama kinerja perseroan berasal dari segmen konstruksi melalui anak usahanya, Nusa Raya Cipta ($NRCA). Meski demikian, marjin laba segmen konstruksi sangatlah kecil, hanya 10,9% per 1Q23 (vs. 1Q22: 11,5%). 

Pic: Proyeksi marketing sales 2023F (Suryacipta & Subang Smartpolitan)
Sumber: Materi presentasi SSIA 

Di sisi lain, belum tercatat penjualan lahan dari wilayah Subang Smartpolitan pada 1Q23. Padahal, SSIA menargetkan marketing sales sebesar 60 hektare dari wilayah ini. Perlu diakui, target 2023 tergolong agresif mengingat total marketing sales pada 2022 hanya 12,5 hektare dan saat pra-pandemi (2019) hanya 17,8 hektare. Namun, seperti yang sempat dibahas di awal, handover tahap I part 2 kawasan Subang Smartpolitan pada 3Q23 diekspektasikan bisa mendukung capaian target 2023F.

Sementara itu, persediaan lahan di Suryacipta Karawang saat ini hanya tersisa sebesar 89 hektare dari 1.400 hektare, sehingga kehadiran Subang Smartpolitan diestimasikan dapat menjadi penopang dari segmen bisnis properti, khususnya untuk lahan industri. 

AKRA: Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE)

JIIPE dimiliki oleh AKR Corporindo ($AKRA) dan berlokasi di Gresik, salah satu pusat industri paling strategis di Indonesia. Kawasan terintegrasi ini memiliki luas area 3.000 hektare dan terdiri dari kawasan industri, pemukiman, logistik, tempat rekreasi, dan pelabuhan. Dari total luas tersebut, sebanyak 1.761 hektare ditujukan untuk kawasan industri, 400 hektare untuk pelabuhan, dan 800 hektare untuk pemukiman. 

Keunggulan dari kawasan JIIPE antara lain: 

-Utilitas lengkap (listrik, gas, air, hingga waste management)

-Terdapat koneksi ke jalan tol utama dari Surabaya dan akses ke kereta api 2 jalur yang menghubungkan Pulau Jawa

-Terdapat gudang berikat hingga layanan perizinan berinvestasi 3 jam

Segmen yang mendominasi permintaan lahan di JIIPE adalah industri yang berhubungan dengan keperluan hilirisasi, produksi bahan kimia, hingga pengembangan bahan baku pendukung produksi baterai kendaraan listrik.

Pada 1Q23, AKRA mencatatkan marketing sales sebesar 19,6 hektare atau sekitar 26–28% dari target 2023 sebesar 70–75 hektare. Penjualan lahan tersebut dikontribusikan oleh Zhejiang Hailiang Co. Ltd., produsen tembaga kelas atas asal China untuk pembukaan pabrik produksi copper foil. Hailiang juga menandatangani  perjanjian jual beli dengan PT Berkah Manyar Sejahtera – perusahaan patungan AKR dan Pelindo III – untuk penyediaan utilitas pada 29 Maret 2023.

Pada 1Q23, kontribusi penjualan lahan industri ke pendapatan sebesar 4,6% (vs. 1Q22: 0,54%) dengan marjin laba bersih dari segmen ini mencapai 40,2% (vs. 1Q22: 31,6%).  Volume penjualan mengalami kenaikan dan didukung dengan harga lahan yang stabil.  

Guna mencapai target pada 2023, AKRA dapat mengandalkan penjualan lahan dan pendapatan sewa tanah dari PT Freeport Indonesia yang juga sedang membangun pabrik smelter dan pengolahan konsentrat. Pabrik tersebut diestimasikan beroperasi secara komersial pada Desember 2023, sehingga bisa dijadikan sumber recurring income hingga 2–3 tahun ke depan. 

AKR telah merancang strategi monetisasi dari JIIPE yang terbagi menjadi 2, yaitu: 

- 8–10 tahun monetisasi diperoleh dengan penjualan dan penyewaan lahan (harga jual minimal 150 dolar AS per meter persegi)

- Monetisasi jangka panjang yang diperoleh dari recurring income atas utilitas (listrik, air, pengelolaan limbah, gas dan perawatan) 

Dari segi dividen, AKRA rutin membagikan dividen dengan rata-rata yield sebesar 8,2% pada 2018–2022.

Pic: Roadmap monetisasi AKRA pada 2022–2027. 
Sumber: Materi presentasi AKRA

Risiko dan Valuasi

Meski memiliki prospek yang menjanjikan, bisnis lahan industri tetap memiliki risiko meliputi waktu tunggu yang lama untuk menjual lahan, volume permintaan lahan yang tidak bisa naik signifikan dengan cepat, hingga perubahan harga lahan yang relatif lambat. Risiko inilah yang sering kali membuat estimasi atas volume penjualan lahan relatif lebih sulit untuk dilakukan

Menimbang prospek dan risiko tersebut, Subang Smartpolitan milik SSIA berada pada posisi yang cukup terdepan untuk menikmati benefit dari aliran investasi yang agresif. Kekuatan lahan industri ini bersumber dari beberapa hal:

  • Lokasi terletak di daerah Subang, Jawa Barat, yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi agresif dengan CAGR 5Y sebesar +10,9%. Tak hanya itu, Jawa Barat juga mencetak kenaikan ekonomi tertinggi dibandingkan provinsi lain di Pulau Jawa yakni sebesar +5,45% pada 2022 (vs. rata-rata 5 provinsi: +5,21%).

  • Subang Smartpolitan masih menjadi pemain tunggal yang memiliki akses langsung ke Pelabuhan Patimban, yang merupakan pelabuhan terbesar kedua di Indonesia setelah Tanjung Priok. Hal ini memungkinkan Subang Smartpolitan untuk mendapatkan permintaan lahan secara masif ketika aktivitas ekspor kendaraan Indonesia terus meningkat. Pelabuhan Patimban sendiri dipersiapkan untuk menjadi export hub otomotif terbesar di Indonesia.

  • Ketersediaan land bank di Subang Smartpolitan menjadi yang terbesar dan rata-rata tingkat upah yang terendah dibandingkan kawasan industri lainnya. Kondisi tersebut dapat mengundang minat lebih besar untuk para investor dalam mendirikan berbagai pabrik maupun industri manufaktur lainnya. 

Jika dilihat dari Price-to-Book Value (PBV) Ratio, valuasi BEST, SSIA, dan DMAS – yang merupakan pemain murni di bidang properti industrial – masih berada di bawah rata-rata 10 tahun terakhir seperti yang terlihat dalam PBV Band berikut ini: 

Pic: PBV Band per 10 Juli 2023. Valuasi saham AKRA dieliminasi karena bisnis utama emiten adalah perdagangan dan distribusi BBM & bahan kimia.
Sumber: Stockbit

Posisi valuasi tersebut sangat menarik di tengah prospek permintaan lahan industri akibat pertumbuhan bisnis data center, otomotif, hingga pengembangan kendaraan listrik. Target penjualan lahan yang lebih kuat pada 2023, didukung dengan harga lahan yang berada dalam tren bias ke atas, juga mengindikasikan sinyal optimisme pelaku usaha atas outlook dari bisnis ini.

Jadi, saham emiten properti industrial apa yang menurutmu menarik? We provide, you decide.




________________
Penulis: 

Syanne Gracetine, Investment Analyst

Editor:
Aulia Rahman Nugraha, Sr. Investment Journalist

Edi Chandren, Investment Analyst Lead

Copyright 2023 Stockbit, all rights reserved.

Disclaimer: 

Semua konten dalam artikel ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

PT Stockbit Sekuritas Digital (β€œStockbit”),  Perusahaan efek yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. 

Selanjutnya, semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah β€œhttps://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri β€œ@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.

πŸ—Ό Komparasi TOWR, TBIG, MTEL: Siapa yang Paling Menarik? by Hendriko Gani

πŸ‘‹ Stockbitor!

Masifnya pertumbuhan konsumsi internet di Indonesia khususnya pasca-pandemi dapat menjadi peluang bagi penyedia infrastruktur digital, salah satunya industri menara telekomunikasi. Meski demikian, 3 saham emiten menara telekomunikasi terbesar yang melantai di BEI – yakni Tower Bersama Infrastructure ($TBIG), Sarana Menara Nusantara ($TOWR), dan Dayamitra Telekomunikasi ($MTEL) – saat ini diperdagangkan dengan valuasi yang lebih rendah dari rata-rata Forecast EV/EBITDA  mereka dalam 3 tahun terakhir.

Penurunan valuasi tersebut terjadi seiring efisiensi dan konsolidasi base transceiver station (BTS) milik Indosat ($ISAT) dan Hutchison 3 Indonesia yang merger pada awal 2022, yang mengakibatkan turunnya pertumbuhan penyewa (tenant) bagi emiten menara. Di sisi lain, pemain menara telekomunikasi memprediksi bahwa efisiensi dan konsolidasi yang dilakukan kedua provider telekomunikasi tersebut hanya akan berlangsung selama kurang lebih 2 tahun.

Terlepas dari tantangan tersebut, industri menara telekomunikasi masih memiliki berbagai karakteristik yang dapat menjadi daya tarik bagi investor dalam jangka panjang. Industri ini umumnya memiliki arus kas yang stabil dan mudah diprediksi, serta entry barrier dan tingkat profitabilitas yang tinggi. Selain memberikan keamanan dalam sisi keuangan, arus kas yang stabil juga membuat emiten menara telekomunikasi memiliki kemampuan untuk memperoleh pendanaan melalui utang yang besar dengan suku bunga yang bersaing, sehingga dapat meningkatkan Return on Equity (ROE) perseroan.

Industri menara telekomunikasi juga dihadapkan dengan potensi pertumbuhan rata-rata harga sewa yang lebih baik, seiring menurunnya tingkat perang harga pada sektor provider telekomunikasi dan kebutuhan struktur jaringan ke depan.

Dengan segala potensi serta tantangan yang dihadapi industri menara telekomunikasi saat ini, apakah saham emiten di dalamnya masih menarik untuk dikoleksi? Emiten mana yang masih memberikan potensi keuntungan ke depan?


Karakteristik Utama Sektor Menara Telekomunikasi

Industri menara telekomunikasi merupakan salah satu industri padat modal dengan entry barrier yang tinggi, mulai dari tingginya investasi awal yang harus dikeluarkan hingga perlunya pengalaman yang mendalam terkait izin serta negosiasi penyewaan tanah. Sebagai gambaran investasi awal yang harus dikeluarkan dalam industri ini, emiten menara telekomunikasi independen per 2021 membutuhkan modal sekitar 1,1 miliar rupiah untuk membangun 1 menara

Perusahaan menara telekomunikasi sendiri memerlukan jumlah menara yang banyak agar dapat beroperasi secara maksimal. Sebab, pelanggan menara telekomunikasi biasanya menyewa menara dalam jumlah besar. Dalam hal ini, skala ekonomi yang kecil akan membuat perusahaan menara telekomunikasi kesulitan dalam menawarkan portofolio menaranya kepada pelanggan.

Selain entry barrier yang tinggi, emiten menara telekomunikasi existing juga memiliki return keuntungan yang cukup besar dengan arus kas yang relatif stabil.

Dari sisi pendapatan, biasanya emiten menara telekomunikasi akan menyewakan area menara mereka kepada pelanggannya – yakni operator telekomunikasi seperti $TLKM, $ISAT, $EXCL, dan $FREN – dalam kontrak jangka panjang sekitar 8–10 tahun yang tidak dapat dibatalkan. Mayoritas pelanggan pun umumnya akan melakukan perpanjangan kontrak di akhir masa sewa. Kondisi ini memberikan tingkat kepastian arus kas yang tinggi bagi perusahaan.

Dari sisi biaya, emiten menara telekomunikasi umumnya memiliki beban operasional yang relatif rendah. Per 1Q23, biaya operasional di luar depresiasi hanya mengisi sekitar 16,4–20,1% dari total biaya –  yang terdiri dari beban operasi, beban penyusutan, beban keuangan, beban pajak dan pajak final, serta beban lainnya – sehingga emiten menara telekomunikasi dapat memiliki margin EBITDA yang relatif tinggi mencapai 81,5–86,2%.

Semakin tinggi margin EBITDA, berarti semakin besar arus kas dari aktivitas operasional yang dapat dihasilkan dari pendapatan perseroan. Hal ini juga yang membuat emiten menara telekomunikasi dapat menggalang dana dari utang lebih tinggi dari rata-rata industri lain.

Pic: Beban operasional dibandingkan total beban dan margin EBITDA dari MTEL, TOWR, dan TBIG.
Sumber: Stockbit analysis

Emiten menara telekomunikasi dapat meningkatan pendapatan hingga 2x lipat dengan biaya ekstra yang relatif kecil. Sebab, emiten bisa menyewakan menara secara kolokasi atau kepada lebih dari 1 pelanggan. 

Berdasarkan perhitungan yang dirilis TOWR, jika tenant di sebuah menara bertambah dari 1 menjadi 2, maka pendapatan menara tersebut akan meningkat hingga 2x lipat dengan kenaikan margin EBITDA sebesar +3,5% dan durasi pengembalian modal (payback period) menurun hingga -50%.

Pic: Simulasi dampak kolokasi menara.
Sumber: TOWR analyst’s presentation

Selain jumlah menara dan tenant, salah satu faktor penting lain yang perlu diperhatikan untuk menganalisis emiten menara telekomunikasi adalah lokasi persebaran menara milik perseroan. Jika perusahaan memiliki lokasi menara yang sesuai dengan minat ekspansi provider telekomunikasi, maka perusahaan tersebut berpotensi mendapatkan lebih banyak tenant ke depannya.

Per 1Q23, berikut data persebaran menara milik TOWR, TBIG, dan MTEL:

  • MTEL: 41,9% di Pulau Jawa dan 58,1% di luar Pulau Jawa.

  • TOWR: 53% di Pulau Jawa dan 47% di luar Pulau Jawa.

  • TBIG: Tidak menampilkan lokasi persebaran menara. Namun, berdasarkan wawancara dengan manajemen, 58% pendapatan TBIG berasal dari menara di Pulau Jawa dan Bali.

Pic: Persebaran menara telekomunikasi milik MTEL per 1Q23.
Sumber: Info memo MTEL 1Q23

Tren dalam Industri Menara Telekomunikasi

Pertumbuhan Konsumsi Internet di Indonesia

Menurut data dari Statista, jumlah pengguna internet di Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar +154% dari 82 juta pada 2013 menjadi 224 juta pada 2022. Jumlah tersebut diprediksi meningkat menjadi 269 juta pengguna pada 2028.

Adopsi internet yang kian masif di Indonesia juga terefleksi pada pertumbuhan konsumsi data internet. Jika melihat dari data yang disediakan oleh $ISAT, $TLKM, dan $EXCL, konsumsi data per pelanggan terus mengalami pertumbuhan yang signifikan sebesar +53% per tahun pada 2018–2022.

Pic: Pertumbuhan dan proyeksi pengguna internet di Indonesia.
Sumber: Statista
Pic: Konsumsi data internet per pelanggan dan total penggunaan data.
Sumber: Investor memo, Stockbit analysis

Saat kini, cakupan internet milik provider di Indonesia belum merata dan masih berfokus di Pulau Jawa dan Bali (lihat gambar di bawah). Kondisi ini dapat menjadi keuntungan bagi pertumbuhan TOWR dan TBIG ke depan, di mana mayoritas persebaran menara kedua emiten berada di kedua pulau tersebut.

Meskipun penetrasi internet di Pulau Jawa terlihat sudah penuh, adopsi jaringan internet 5G di Indonesia sejak 2021 berpotensi meningkatkan permintaan penyewaan menara telekomunikasi. Apalagi, jaringan internet 5G membutuhkan transmisi antar-menara yang lebih rapat dibandingkan jaringan internet 4G. 

Sementara itu, cakupan internet di luar Pulau Jawa sendiri didominasi oleh Telkomsel, yang mengindikasikan bahwa terdapat ruang besar bagi provider lain untuk melakukan penetrasi ke daerah-daerah di luar Pulau Jawa. Ekspansi provider ke luar Pulau Jawa berpotensi meningkatkan kebutuhan akan penyewaan menara telekomunikasi – khususnya bagi MTEL karena persebaran menaranya lebih merata.

Pic: Coverage 2G, 3G, 4G dan 5G milik Telkomsel (kiri atas), Smartfren (kanan atas), XL Axiata (kiri bawah), dan Indosat (kanan bawah) di Indonesia per 2021.
Sumber: nperf.com

Kompetisi Tarif Sewa Menara

Di tengah pertumbuhan konsumsi internet di Indonesia, provider telekomunikasi mengalami persaingan harga data internet dalam beberapa tahun terakhir. Kondisi ini berdampak negatif bagi pemain di industri menara telekomunikasi berupa penurunan rata-rata tarif sewa menara (average lease rate).

Sebagai contoh, TOWR dan TBIG mengalami penurunan rata-rata harga sewa masing-masing sebesar -21,2% dan -12,4% pada 2016–2022. Sementara itu, MTEL mengalami penurunan sebesar -14,1% pada 2018–2022

Namun, gap rata-rata tarif sewa menara telekomunikasi milik MTEL, TBIG, dan TOWR mulai menyusut dan masing-masing berada di kisaran 12 juta per bulan per 1Q23. Menipisnya gap tarif sewa antar-emiten menara dapat mengindikasikan bahwa tekanan pada penurunan harga tarif sewa mulai mengecil dan terdapat potensi untuk tarif sewa kembali meningkat ke depannya. 

Di sektor provider telekomunikasi, perang harga data internet juga mulai berkurang, ditandai dengan melandainya gap dari yield data sejak 2018. Ditambah dengan tren merger provider yang memperkuat struktur industri telekomunikasi, hal ini berpotensi memberikan dampak positif bagi harga sewa menara telekomunikasi ke depannya.

Pic: Rata-rata harga sewa menara telekomunikasi milik MTEL, TBIG, dan TOWR. Rata-rata harga sewa menara TOWR pada 2021 disesuaikan dengan akuisisi SUPR pada 4Q21.
Sumber: Info memo, Stockbit analysis
Pic: Yield data 3 operator penyedia jasa telekomunikasi. Rasio ini menunjukkan pendapatan perusahaan dari segmen data per gigabyte internet.
Sumber: Stockbit analysis

Konsolidasi ISAT dan Hutchison 3 Indonesia

Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat, sejumlah provider telekomunikasi melakukan merger guna memperluas pangsa pasar dan meningkatkan efisiensi operasional. Contoh terbaru adalah merger ISAT dan Hutchison 3 Indonesia menjadi Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) pada awal 2022, yang mengakibatkan efisiensi dan konsolidasi portofolio BTS kedua provider tersebut. Efisiensi dan konsolidasi ini pada akhirnya mengakibatkan perlambatan pertumbuhan tenant bagi emiten menara telekomunikasi. 

Sebagai contoh, TOWR – yang 37% dari total pendapatannya berasal dari IOH – mengalami penurunan jumlah tenant sebanyak 1.062 pada 4Q22. Akibatnya, tenancy ratio – yakni perbandingan antara jumlah pelanggan dibandingkan jumlah menara – mengalami penurunan dari 1,88x pada 2021 menjadi 1,81x pada 2022 dan 1Q23.

Hal serupa juga terjadi pada TBIG yang mengalami penurunan tenancy ratio sepanjang 2022. IOH sendiri merupakan salah satu pelanggan terbesar bagi TBIG, dengan kontribusi terhadap pendapatan sebesar 30,18% per 1Q23. Meski tidak mengalami penurunan tenancy ratio pada 1Q23, manajemen TBIG mengatakan dalam press release bahwa perseroan membukukan pertumbuhan jumlah tenant yang lebih rendah secara YoY akibat IOH tidak memperpanjang masa sewa di beberapa menara.

Berbeda dari TOWR dan TBIG, MTEL – yang mayoritas pelanggannya adalah Telkomsel – kurang terpapar oleh dampak efisensi dan konsolidasi BTS milik IOH. Per 1Q23, kontribusi IOH kepada pendapatan MTEL hanya sebesar 18,36%. MTEL memang mengalami penurunan tenancy ratio pada 3Q22, tetapi hal tersebut utamanya disebabkan oleh akusisi 6.000 menara dari Telkomsel pada Agustus 2022 yang rata-rata tenancy ratio-nya lebih rendah dari menara pada portfolio MTEL. Pada 1Q23, MTEL mencatatkan tambahan 1.021 menara dan 1.311 tenant, disokong oleh akuisisi menara Telkomsel sebanyak 997 menara.

Berdasarkan wawancara Stockbit dengan manajemen TOWR pada Juli 2023, perseroan memprediksi bahwa konsolidasi dan efisiensi BTS yang dilakukan IOH akan memakan waktu kurang lebih 2 tahun, sehingga berpotensi selesai dalam waktu dekat. Jika IOH telah mengakhiri periode efisiensi BTS-nya, hal tersebut dapat mendorong pemulihan pertumbuhan tenant dan menara telekomunikasi – khususnya bagi TOWR dan TBIG yang memiliki paparan besar terhadap IOH.

Pic: Tenancy ratio milik MTEL, TBIG, dan TOWR. 

Source: Info memo, Stockbit analysis

Ekspansi Bisnis Fiber Optic

Seiring pertumbuhan konsumsi internet dan bandwidth yang terus meningkat, kebutuhan fiber optic sebagai infrastruktur penunjang menjadi semakin relevan. Baik TOWR, MTEL, dan TBIG juga tengah mengembangkan jaringan fiber optic sebagai salah satu sumber pertumbuhan.

Dibanding MTEL dan TBIG, TOWR saat ini menjadi emiten yang terdepan untuk mengembangkan jaringan fiber optic, baik melalui fiber-to-the-tower (FTTT) yang menggunakan fiber optic ke menara dan fiber-to-the-home (FTTH) yang menggunakan fiber optic ke rumah. TOWR juga tengah mengembangkan bisnis FTTH mereka ke luar Pulau Jawa. Hal ini dapat menjadi sentimen positif bagi TOWR seiring pertumbuhan bisnis fixed mobile convergence (FMC) di Indonesia yang berpotensi untuk terus tumbuh ke depannya.

Pada 2022, TOWR menganggarkan 3,14 triliun rupiah untuk capex pengembangan bisnis fiber optic, meningkat 3x lipat dari ~1,02 triliun rupiah pada 2021 serta hampir menyamai jumlah capex bisnis menara pada 2022 yang sebesar ~3,45 triliun rupiah. Bahkan, capex TOWR untuk bisnis fiber optic telah mencapai 1 triliun rupiah pada 1Q23, lebih tinggi dari capex bisnis menara yang sebesar 605 miliar rupiah. 

Pada 1Q23, jumlah fiber revenue generating dari bisnis FTTT milik TOWR telah mencapai 162.399 km dengan utilization ratio – yakni perbandingan jumlah fiber optic yang telah menghasilkan pendapatan dengan jumlah fiber optic yang terpasang – telah mencapai level 1,75x. Secara total, TOWR mencatatkan fiber optic – termasuk fiber optic pada FTTH dan wireline – sepanjang 179.155 km per 1Q23.

Berdasarkan laporan keuangan pada 1Q23, segmen FTTT berkontribusi terhadap 14,4% dari total pendapatan TOWR, dengan kontribusi segmen connectivity – yang di dalamnya terdapat sub-segmen bisnis FTTH – mencapai 13,6% dari total pendapatan

Pic: Alokasi capex milik TOWR pada 2016–1Q23.
Sumber: TOWR investor presentation
Pic: Tenancy ratio dan utilization ratio milik TOWR pada 2016–1Q23.

Sumber: TOWR investor presentation

Selain TOWR, MTEL dan TBIG juga tengah menggarap bisnis fiber optic untuk memperkuat ekosistem bisnis mereka, kendati kontribusi terhadap pendapatan masih kecil.

Pada 2022, MTEL mulai mengembangkan jaringan fiber optic mereka dan telah memiliki 10.629 km fiber optic yang dibangun sendiri serta mengakuisisi 6.012 km fiber optic. Pada 1Q23, MTEL telah membukukan pendapatan pertama dari segmen fiber optic sebesar 34 miliar rupiah atau setara 1,65% dari total pendapatan.

Sementara itu, segmen fiber optic TBIG berkontribusi sebesar 2,8% dari total pendapatan pada 1Q23.

Pic: Breakdown pendapatan MTEL 1Q23.
Source: MTEL memo
pic: Breakdown pendapatan TBIG 1Q23.

Source: Financial statement TBIG 1Q23

Potensi Pemangkasan Suku Bunga dan Dampaknya terhadap Utang

Salah satu faktor lain yang perlu diperhatikan ketika menganalisis industri menara telekomunikasi adalah potensi pemangkasan suku bunga acuan dari Bank Indonesia yang berada di level 5,75% sejak Februari 2023. Pemangkasan suku bunga acuan akan menjadi katalis positif bagi emiten yang memiliki utang dengan tingkat suku bunga mengambang (floating rate), yang pada gilirannya berpotensi mengurangi beban bunga perseroan.

Per 1Q23, MTEL merupakan emiten menara telekomunikasi yang memiliki porsi utang dengan tingkat bunga floating terbesar, mencapai 93,3% dari total utang. Sementara itu, porsi utang dengan tingkat bunga floating milik TOWR dan TBIG masing-masing berada di level 49,1% dan 12,4% dari total utang mereka.

Dengan porsi tersebut, MTEL berpotensi mengalami penurunan beban bunga yang paling signifikan dibandingkan TOWR dan TBIG jika Bank Indonesia mulai memangkas suku bunga acuan. Sebaliknya, TBIG berpotensi menjadi emiten yang paling kurang diuntungkan dengan sentimen penurunan suku bunga ke depan. Meski demikian, TBIG masih memiliki potensi penurunan beban bunga jika melakukan refinancing atas obligasinya yang jatuh tempo. 

Pic: Perbandingan utang suku bunga tetap dengan utang suku bunga mengambang milik MTEL, TOWR, dan TBIG.
Source: Stockbit analysis

Ancaman dari Teknologi Baru

Salah satu tantangan industri menara telekomunikasi di masa depan adalah perkembangan teknologi internet. Beberapa perusahaan asal luar negeri – seperti Starlink milik SpaceX – terus mengembangkan teknologi satelit internet untuk memberikan layanan internet yang lebih baik di daerah yang belum ter-cover oleh menara telekomunikasi. 

Terbaru, perusahaan AST SpaceMobile dan AT&T telah berhasil menghubungkan perangkat Samsung Galaxy S22 dengan satelit di orbit rendah Bumi untuk menggunakan panggilan telepon 2 arah. Kendati saat ini efeknya masih terlihat minim – di mana internet satelit masih dianggap sebagai pelengkap menara telekomunikasi – bukan mustahil jika perkembangan teknologi tersebut dapat menjadi ancaman bagi industri menara telekomunikasi ke depan.


Komparasi TOWR, TBIG, dan MTEL

Secara operasional, MTEL merupakan emiten menara telekomunikasi dengan jumlah menara terbanyak sebesar 36.439 unit, diikuti oleh TOWR sebanyak 29.757 unit. Namun, jumlah tenant MTEL lebih rendah dibandingkan TOWR, sehingga tenancy ratio MTEL (1,46x) jauh di bawah TOWR yang mencapai 1,81x. Sementara itu, TBIG – yang memiliki jumlah menara dan tenant di posisi ketiga – membukukan tenancy ratio sebesar 1,86x

Tingginya jumlah tenant yang dimiliki TOWR, ditambah dengan rata-rata harga sewa yang lebih tinggi, membuat perseroan membukukan pendapatan yang tertinggi dibandingkan MTEL dan TBIG. Namun, dari sisi profitabilitas, TBIG membukukan Gross Profit Margin (GPM) dan margin EBITDA yang lebih baik ketimbang TOWR dan MTEL. Realisasi tersebut disebabkan oleh tenancy ratio TBIG yang lebih tinggi daripada 2 emiten lain.

Meski GPM dan margin EBITDA-nya tinggi, TBIG mencatatkan Net Profit Margin (NPM) terendah dibandingkan TOWR dan MTEL akibat tingkat leverage yang besar, sehingga perseroan harus membayar bunga utang yang tinggi. Per 1Q23, TBIG mencatatkan Net Debt/EBITDA sebesar 4,6x, lebih tinggi dibanding TOWR dan MTEL yang masing-masing sebesar 4,4x dan 1,4x.

Dalam 3 tahun terakhir, MTEL membukukan pertumbuhan laba bersih tertinggi (+53,5%), didorong oleh pertumbuhan pendapatan (+13,2%) akibat peningkatan jumlah menara dan tenancy ratio yang naik dari 1,26x pada 2018 menjadi 1,46x pada 1Q23.

Pic: Perbandingan metrik operasional dari MTEL, TOWR, dan TBIG per 1Q23.

Source: Stockbit analysis
Pic: Tenancy ratio milik MTEL, TBIG, dan TOWR pada 2018–1Q23.
Source: Stockbit analysis
Pic: Perbandingan metrik finansial milik MTEL, TOWR, dan TBIG 1Q23.
Source: Stockbit analysis

Valuasi

Sebagai salah satu industri padat modal, valuasi saham emiten menara telekomunikasi biasanya dihitung menggunakan rasio EV/EBITDA. Selain itu, EV/EBITDA biasanya juga digunakan untuk mengukur periode balik modal (payback period) dari sebuah investasi. Dengan seringnya akuisisi menara dan perusahaan pada industri menara telekomunikasi, EV/EBITDA merupakan rasio yang paling tepat untuk menghitung valuasi saham emiten di dalamnya.

Dalam 3 tahun terakhir – kecuali MTEL yang baru IPO pada akhir 2021 lalu – ketiga emiten saat ini diperdagangkan di area -1 Std. Deviation EV/EBITDA. Hal ini mengindikasikan bahwa saat ini saham MTEL, TOWR, dan TBIG secara Forecast EV/EBITDA dihargai lebih murah dibandingkan dengan rata-rata valuasinya dalam 3 tahun terakhir. 

Pic: 3 years EV/EBITDA F MTEL
Source: Stockbit analysis
Pic: 3 years EV/EBITDA F TOWR
Source: Stockbit analysis
Pic: 3 years EV/EBITDA F TBIG
Source: Stockbit analysis

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, penurunan valuasi saham emiten menara telekomunikasi terjadi di tengah perlambatan pertumbuhan pendapatan dan laba bersih akibat efisiensi dan konsolidasi BTS milik IOH sejak awal 2022. 

Ke depan, dengan berakhirnya efisiensi dan konsolidasi BTS yang dilakukan oleh IOH dan iklim industri provider telekomunikasi yang lebih sehat, pertumbuhan pendapatan dan laba bersih industri menara telekomunikasi berpotensi pulih dalam bentuk peningkatan jumlah menara dan tenant, serta peningkatan rata-rata tarif sewa.

Lantas, dengan prospek pertumbuhan internet di Indonesia, ekspansi bisnis ke fiber optic, serta pertimbangan kapasitas, leverage, dan keberadaan menara, menurut kamu emiten mana yang paling siap dalam menangkap peluang di masa depan? We provide, you decide.



________________
Penulis: 

Hendriko Gani, Investment Analyst

Editor:
Aulia Rahman Nugraha, Sr. Investment Journalist

Edi Chandren, Investment Analyst Lead

Copyright 2023 Stockbit, all rights reserved.

Disclaimer: 

Semua konten dalam artikel ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

PT Stockbit Sekuritas Digital (β€œStockbit”),  Perusahaan efek yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. 

Selanjutnya, semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah β€œhttps://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri β€œ@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.

πŸ’Έ Akhir Musim Dividen 2023: Pembelajaran dan Peluang by Edi Chandren

πŸ‘‹ Stockbitor!

Menjelang Juli 2023, dapat dikatakan musim pembagian dividen sudah hampir usai. Pada penutupan bursa per 23 Juni 2023, sudah ada ~470 emiten atau ~60% emiten di BEI yang mengumumkan pembagian dividen tahun buku 2022. Sementara itu, ~40% sisanya belum memutuskan untuk membagikan dividen tahun buku 2022 atau tidak.

Tulisan ini terinspirasi dari suatu pertanyaan: di luar penurunan harga yang disebabkan oleh ex dividend, bagaimanakah kinerja harga saham setelahnya? Apakah terdapat suatu tren yang jelas dan konklusif? Adakah peluang yang muncul setelah suatu saham ditinggalkan setelah pembagian dividen, mengingat animo sebagian investor untuk berburu dividen di bursa saham?

Terdapat beberapa temuan penting atau key findings dari hasil analisis musim dividen tahun ini. Sebelum ke pembahasan key findings, berikut beberapa parameter dan informasi mengenai data yang digunakan dalam keperluan analisis ini:

  1. Dividend yield minimal 6%. Angka ini dipilih dengan asumsi bahwa dividend yield sebesar 6% merupakan angka paling minimum yang menarik bagi investor untuk membeli suatu saham dengan tujuan mendapatkan dividennya.

  2. Market cap emiten minimal 500 miliar rupiah.

  3. Perhitungan dividend yield menggunakan data harga saham penutupan pada tanggal dividen diumumkan (declaration date) sebagai denominator.

  4. Perubahan harga saham dihitung sejak declaration date hingga harga penutupan per 23 Juni 2023 (periode analisis).

Pic: Ranking total return analisis dividen. Total return merupakan dividend yield ditambah perubahan harga selama periode analisis, yang mengindikasikan total keuntungan atau kerugian milik investor jika membeli saham tersebut pada declaration date dan hold saham tersebut sampai dengan 23 Juni 2023.
Sumber: Stockbit Analysis, Bloomberg

Key Findings dan Pembelajaran

Beberapa key findings dan pembelajaran dari analisis dataset di atas adalah sebagai berikut:

1. Dividend trap saham-saham batu bara

Terdapat banyak saham terkait batu bara yang mengalami penurunan harga tertinggi setelah pengumuman dividen, seperti $MCOL, $ITMG, $INDY, $PTRO, dan $ADRO. Penurunan harga saham tersebut bahkan melebihi dividend yield yang ditawarkan, sehingga menyebabkan apa yang disebut sebagai dividend trap.


Kendati telah mengalami penurunan harga saham yang drastis, valuasi sejumlah saham batu bara masih belum mencapai level yang tergolong murah secara historis. Contohnya, ADRO dan ITMG yang masih memiliki P/E Ratio di atas level rata-rata historisnya.

Pic: Top 10 saham dengan performa terburuk berdasarkan total return.
Sumber: Stockbit Analysis, Bloomberg

Pembelajaran: Meskipun dividend yield yang ditawarkan sangat besar, investor berisiko mengalami kerugian secara total return jika outlook suatu emiten atau sektor industrinya sedang melemah. Oleh karena itu, investor disarankan untuk tidak mengesampingkan prospek suatu emiten atau industri hanya karena iming-iming nominal dividen yang besar. Sebab, dividen besar bisa saja tidak cukup untuk menutupi kerugian yang ditimbulkan oleh penurunan harga saham (capital loss). 

Pic: ADRO 1-Year Forward P/E Ratio
Sumber: Chartbit
Pic: ITMG 1-Year Forward P/E Ratio
Sumber: Chartbit

2. Return fantastis dari duo mid-banks

Tidak semua saham yang memiliki dividend yield besar akan mengalami penurunan harga saham. Contohnya adalah saham $BNGA dan $NISP, di mana keduanya menawarkan dividen yang besar dan juga mengalami apresiasi harga saham yang signifikan selama periode analisis.

BNGA memiliki dividend yield sebesar 8,8% dengan kenaikan harga saham sebanyak +19,5%, sehingga menghasilkan total return sebesar +28,4%. Sementara itu, dividend yield NISP tercatat di angka 6,9% dengan apresiasi harga saham sebesar +34,4%, yang menyebabkan total return mencapai +41,2%.

Realisasi tersebut menjadikan kedua emiten perbankan ini sebagai saham dengan performa terbaik selama periode analisis. Return yang fantastis tersebut tentu tidak terlepas dari kinerja baik yang dibukukan oleh BNGA dan NISP. Pertumbuhan laba double digit yang dicatatkan pada 2022 – di mana BNGA sebesar +19,6% YoY dan NISP sebesar +32% YoY – masih berlanjut pada 1Q23.

Pic: Top 10 saham dengan performa terbaik berdasarkan total return.
Sumber: Stockbit Analysis, Bloomberg
Pic: Kinerja BNGA pada 1Q23.
Sumber: Presentasi Perusahaan
Pic: Kinerja NISP pada 1Q23.
Sumber: Presentasi Perusahaan

Outlook sektor perbankan juga masih tergolong cerah kendati ruang pertumbuhannya berpotensi lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Pembahasan lebih detail dapat dibaca di Unboxing Sektor Perbankan melalui link berikut ini. Selain itu, Stockbit juga akan mengadakan Emiten Talk bersama BNGA pada 5 Juli 2023, yang dapat memberikan gambaran prospek pertumbuhan yang dimiliki bank swasta terbesar kedua ini menurut manajemen. Saksikan Emiten Talk dengan BNGA di Youtube Stockbit!


3. Peluang: Dua Saham Menarik

MPMX - Reliable dividend play

$MPMX mengalami penurunan harga saham sebesar -15,8% selama periode analisis, sementara dividend yield yang ditawarkan sebesar 11,2%. Meski demikian, MPMX  secara historis selalu berhasil menutup gap penurunan harga saham setelah pengumuman dividen dalam 3 tahun terakhir (2020–2022). 

Dengan tren seperti itu, artinya pemegang saham berpotensi mendapatkan dividen yang besar secara gratis – dalam arti penurunan harga saham yang terjadi setelah dividen akan dapat ter-cover ketika harga saham kembali ke level sebelum penurunan. Selain itu, terdapat juga kesempatan untuk trading, di mana trader dapat membeli saham ketika harganya turun setelah pembagian dividen dan menjualnya ketika harganya kembali naik ke level sebelum penurunan ex dividend.

Secara fundamental, MPMX memiliki kinerja yang stabil dengan pertumbuhan laba bersih yang moderat dalam 3 tahun terakhir. Bahkan, MPMX hanya mencatatkan rugi bersih pada 1 kuartal saja selama periode pandemi Covid-19, yakni pada 2Q20 yang juga merupakan puncak dari larangan mobilitas (PSBB). Menurut kami, faktor kestabilan ini jugalah yang berkontribusi terhadap kemampuan perusahaan untuk secara konsisten memberikan dividen.

Pic: Laba Bersih MPMX secara kuartalan sejak 1Q20.
Sumber: Stockbit

2022: Harga saham berhasil rebound ke level harga sebelum pembagian dividen di bulan April 2023 (~10 bulan)

Pic: Pergerakan harga saham MPMX pada 2022–Juni 2023.
Sumber: Chartbit

2021: Harga saham berhasil rebound ke level harga sebelum pembagian dividen di bulan Nov21 (~5 bulan)

Pic: Pergerakan harga saham MPMX selama 2021.
Sumber: Chartbit

2020: Harga saham berhasil rebound ke level harga sebelum pembagian dividen di bulan Des20 (~6 bulan)

Pic: Pergerakan harga saham MPMX selama 2020.
Sumber: Chartbit

LPPF - Selling Overdone?

Di sektor retail, $LPPF merupakan saham yang paling underperform dalam 3 bulan terakhir dengan penurunan harga sebesar -24% (vs. ACES: +49% vs. MAPI: +14% vs. ERAA: -5%). Selama periode analisis sendiri, harga saham LPPF turun sebanyak -29,6%, jauh lebih banyak dibandingkan dividend yield yang ditawarkan di level 10,6%.

Isu spesifik perusahaan (company-specific issue) dapat berperan dalam turun atau naiknya harga suatu saham. Underperformance harga saham LPPF terhadap peers-nya bisa saja disebabkan karena hal ini.

Pic: Laba/rugi usaha LPPF secara kuartalan sejak 1Q20.
Sumber: Stockbit
Pic: Laba/rugi bersih LPPF secara kuartalan sejak 1Q20.
Sumber: Stockbit

Namun, jika dilihat dari sisi valuasi, saham ini menarik karena saat ini LPPF diperdagangkan dengan P/E Ratio (1-Year Forward) sebesar 5,9x, yang tergolong sangat rendah secara historis di luar periode pandemi. Secara historis, P/E Ratio LPPF berkisar 5,5–15,5x, kecuali saat pandemi di mana P/E Ratio turun hingga ~2,5x. 

Pada FY20 atau ketika pandemi baru muncul, LPPF mencatatkan kerugian bersih sebesar 873 miliar rupiah, dengan kerugian bersih dibukukan pada setiap kuartal tahun tersebut. Namun, pada 2021–2022 kinerja LPPF sudah kembali pulih dan perusahaan telah kembali mencatatkan keuntungan bersih, walaupun pada 1Q23 jumlahnya menurun dibandingkan 1Q22. Mempertimbangkan valuasi dan kinerjanya, kami menilai LPPF memiliki risk/reward ratio yang menarik.

Pic: LPPF 1-Year Forward P/E Ratio
Sumber: Bloomberg


________________
Penulis: 

Edi Chandren, Lead Investment Analyst

Editor:
Aulia Rahman Nugraha, Sr. Investment Journalist

Rahmanto Tyas Raharja, Investment Analyst Lead

Copyright 2023 Stockbit, all rights reserved.

Disclaimer: 

Semua konten dalam artikel ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

PT Stockbit Sekuritas Digital (β€œStockbit”),  Perusahaan efek yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. 

Selanjutnya, semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah β€œhttps://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri β€œ@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.

🌊CLEO: Tumbuh & Ekspansi dalam Industri yang Terfragmentasi by Guest User

πŸ‘‹ Stockbitor!

Sekilas Industri AMDK di Indonesia


Industri
air minum dalam kemasan (AMDK) di Indonesia merupakan salah satu industri yang pasarnya sangat terfragmentasi. Menurut data Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), terdapat 1.032 perusahaan AMDK di Indonesia dengan 7.780 produk terdaftar. Sementara itu, Asosiasi Perusahaan AMDK Indonesia (Aspadin) mencatat bahwa ada 700 perusahaan AMDK di Indonesia yang menjadi anggota asosiasi tersebut, dengan 85% di antaranya merupakan industri kecil dan menengah (IKM).

Dengan persaingan yang sangat ketat dan karakteristik produk AMDK yang cenderung homogen, peningkatan ketersediaan produk (product availability) melalui perluasan jaringan distribusi menjadi kunci pertumbuhan dalam industri ini. Salah satu emiten AMDK yang getol dalam melakukan ekspansi tersebut adalah Sariguna Primatirta ($CLEO), dengan rata-rata pertumbuhan jaringan distribusi sebesar +35% per tahun pada 2016–2022.

Dari segi industri, konsumsi AMDK di Indonesia masih tergolong rendah dan memiliki disparitas yang besar antara Jakarta dan wilayah di luar Jakarta. Kondisi tersebut menandakan bahwa potensi pertumbuhan industri AMDK masih sangat besar, kendati pemain di dalamnya sangat banyak.

Lantas, bagaimana prospek dan risiko CLEO ke depan? Strategi apa yang digunakan manajemennya guna meraup potensi besar industri AMDK di Indonesia? Bagaimana valuasi sahamnya dibandingkan local dan global peers? Yuk kita bahas satu per satu.


CLEO: Ekspansi adalah Kunci

Jumlah jaringan distribusi CLEO telah meningkat dari 47 pada 2016 menjadi 290 pada 2022, atau rata-rata naik +35% per tahun. Perluasan jaringan distribusi ini juga didukung oleh ekspansi pabrik yang terus dilakukan.

Per Maret 2023, CLEO telah memiliki total 28 pabrik di seluruh Indonesia dan berencana menambah 4 pabrik baru pada 2023, yakni di Palangkaraya, Palembang, Lampung, dan Manado. Dari 4 pabrik baru tersebut, pabrik di Palangkaraya dan Palembang sudah selesai dibangun dan sedang menunggu izin operasi.

Jika melihat lokasi 4 pabrik baru tersebut, semuanya berada di luar area Jawa dan Bali. Pabrik-pabrik tersebut dapat menjadi penopang pertumbuhan CLEO ke depan, mengingat wilayah di luar Jawa dan Bali baru menyumbang 12–13% dari penjualan perseroan. Selain itu, tingkat konsumsi air mineral per kapita di luar Jawa dan Bali masih lebih rendah sehingga potensi pertumbuhannya masih cukup terbuka.

Di Pulau Jawa sendiri, tingkat konsumsi air mineral di kota besar seperti Jakarta jauh melampaui wilayah lain di pulau tersebut. Pembahasan terkait tingkat konsumsi air mineral per kapita berdasarkan wilayah dapat kamu simak lebih lanjut di bagian β€˜Industri AMDK di Indonesia’ dalam artikel ini.

Pic: Perkembangan Jaringan Distribusi CLEO 2016–2022
Source: Presentasi CLEO
Pic: Segmen Geografis Penjualan CLEO 1Q22 vs 1Q23
Source: Presentasi CLEO

Kapasitas produksi CLEO mencapai 4,3 miliar liter per tahun pada 2022, naik +7,5% YoY. Pada akhir 2023, CLEO menargetkan kapasitas produksinya akan naik +30% menjadi ~5,6 miliar liter. Di sisi lain, tingkat utilisasi pabrik masih berkisar di 30% saat ini. Meningkatnya volume produksi menghasilkan efisiensi biaya, terlihat dari proporsi total beban terhadap penjualan – yang terdiri dari COGS, beban penjualan, serta beban umum dan administrasi – yang turun dari 87,4% pada 2017 menjadi 77,2% per 1Q23.

Efisiensi biaya tersebut pada akhirnya menyebabkan profitabilitas CLEO meningkat. Hal ini ditandai dengan margin laba bersih (NPM) yang naik dari 8% pada 2017 menjadi 14% pada 2022. Selain itu, CLEO juga mencatatkan rata-rata pertumbuhan (CAGR) laba bersih sebesar +31,3% pada 2017–2022, jauh melampaui rata-rata pertumbuhan penjualan (+17,2%) dan laba kotor (+18,3%).


Catatan historis kinerja CLEO tersebut menunjukkan bahwa tanpa marketing spend yang agresif pun, perseroan tetap dapat terus tumbuh dan meningkatkan profitabilitas asalkan ketersediaan produknya baik. Pada 2023, perseroan menargetkan pertumbuhan penjualan dan laba bersih double digits, yang antara lain dapat didorong oleh momentum penyelenggaraan pemilihan umum pada tahun depan.

Pic: Cost Breakdown CLEO 2017–1Q23
Source: Presentasi CLEO
Pic: Rata-rata Pertumbuhan Penjualan, Laba Kotor, EBITDA, dan Laba Bersih CLEO 2017–2022
Source: Presentasi CLEO

Industri AMDK di Indonesia: Prospek dan Tantangan ke Depan

Dari banyaknya jumlah pemain dan produk dalam industri, Aqua sebagai pionir bisnis AMDK di Indonesia menguasai 50% pangsa pasar. Sementara itu, beberapa merek produk lokal seperti Le Minerale, Cleo, Club, Prima, 2Tang, Oasis, dan Super O2, masing-masing hanya menguasai 1–5% pangsa pasar. Sisanya diisi oleh ribuan pemain lain dengan pangsa pasar sangat kecil, termasuk pemain lokal yang hampir ada di setiap daerah.

Pic: Pangsa Pasar AMDK di Indonesia
Source: Diolah dari berbagai sumber

Terlepas dari industrinya yang terfragmentasi, terdapat sejumlah grup konglomerat lokal dan global yang juga ikut mencecap segarnya bisnis AMDK di Indonesia. Beberapa grup konglomerat lokal tersebut antara lain Tancorp melalui merek Cleo, Salim melalui Club, Sinar Mas melalui Pristine, Orang Tua melalui Crystalin, Mayora melalui Le Minerale, Sosro melalui Prima, hingga Charoen Pokphand Indonesia ($CPIN) melalui Frozen. Sementara itu, grup konglomerat global di antaranya adalah Danone melalui Aqua dan Vit, Nestle melalui PureLife, dan Coca-Cola melalui Ades.

Banyaknya jumlah pemain dalam industri AMDK mengindikasikan keyakinan mereka atas prospek industri yang cerah, tetapi di sisi lain menyebabkan tingkat persaingan menjadi sangat ketat.

Tren Konsumsi AMDK: Dari Barang Mahal menjadi Produk Massal

Cikal bakal industri AMDK di Indonesia berawal dari ide Tirto Utomo yang pada 1973 mendirikan PT Golden Mississippi, produsen air mineral Aqua. Perkembangan awal industri ini cukup lambat, di mana baru terdapat 5 perusahaan AMDK di Indonesia hingga 1983. Pada waktu itu, AMDK merupakan produk yang relatif mahal mengingat kemasannya masih menggunakan botol kaca dan kondisi masyarakat belum siap menerima konsep air mineral yang dikemas.

Namun, dalam kurun waktu 7 tahun kemudian, jumlah perusahaan AMDK melonjak menjadi 122. Pertumbuhan tersebut seiring dengan pengenalan kemasan botol plastik polyethylene terephthalate (PET) pada 1980-an, yang membuat produk AMDK lebih aman dikonsumsi. Sejak tahun 2000-an, semakin banyak jumlah perusahaan AMDK yang bermunculan dan tumbuh subur di Indonesia.

Perkembangan industri AMDK yang pesat juga dipengaruhi oleh pembangunan yang sangat masif di wilayah perkotaan seperti Jakarta. Dengan berkurangnya lahan terbuka hijau, air bersih layak konsumsi menjadi sulit diperoleh, sehingga peluang bagi industri AMDK semakin terbuka lebar. Selain itu, AMDK cenderung praktis dan mudah diperoleh, suatu nilai tambah yang sangat bermanfaat bagi kaum urban.

Sebagai salah satu kebutuhan paling dasar, konsumsi air minum akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Selain itu, kenaikan pendapatan per kapita dan kesadaran akan gaya hidup sehat juga dapat turut mengubah preferensi konsumen dari mengonsumsi air leding ke AMDK sehingga dapat mendorong demand.

Konsumsi AMDK di Indonesia sendiri terus naik dari tahun ke tahun. Pada 2014, Statista mencatat volume AMDK mencapai 21,28 miliar liter dan naik menjadi 26,25 miliar liter pada 2019, menunjukkan pertumbuhan rata-rata sekitar +4,3% per tahun. Volume sempat turun pada 2020 akibat pandemi. Namun, volume diproyeksikan meningkat ke depannya menjadi ~27 miliar liter pada 2027.

Di sisi lain, tingkat konsumsi AMDK masih cenderung didominasi wilayah urban seperti DKI Jakarta dengan tingkat konsumsi 88,2 liter per kapita per tahun, jauh melampaui wilayah lain yang hanya berkisar antara 8,8–13,5 liter per kapita per tahun, menurut laporan Nielsen per September 2018. Oleh karena itu, tingkat pertumbuhan di wilayah lain masih cukup tinggi, misalnya Jawa di luar Jakarta +14% dan Kalimantan +11% (vs. Jakarta +6%).

Tingkat konsumsi di Indonesia sendiri masih jauh lebih rendah dibandingkan 2 pasar AMDK terbesar di dunia, yakni Amerika Serikat dan China. Konsumsi AMDK di Amerika Serikat mencapai ~171 liter (45,2 galon) per kapita per tahun pada 2020. Di China, tingkat konsumsi mencapai 84,2 liter per kapita per tahun pada 2019.

Indonesia sendiri termasuk dalam 5 pasar AMDK terbesar di dunia dengan market size sebesar 10,2 miliar dolar AS atau 151 triliun rupiah, menurut data Statista per 2022. Market size AMDK di Indonesia diprediksi tumbuh dengan rata-rata +4% per tahun pada 2023–2027 menjadi 13 miliar dolar AS. Dari segi volume, pasar AMDK di Indonesia dengan kapasitas 31 miliar liter per tahun berkontribusi sekitar 9% dari total pasar AMDK global dengan volume sekitar 350 miliar liter.

Pic: Market Size Industri AMDK di Indonesia 2014–2022 dan Proyeksi 2023–2027
Source: Statista, Presentasi CLEO

Strategi CLEO dalam Persaingan Industri AMDK

Meskipun prospeknya masih cukup menjanjikan, persaingan di industri AMDK sangat ketat akibat banyaknya jumlah pemain dan brand. Selain itu, meski merupakan salah satu jenis produk fast moving consumer goods (FMCG), produk AMDK memiliki perbedaan yang cukup mendasar dengan produk FMCG lainnya.

Produk FMCG biasanya dikenal oleh masyarakat melalui brand equity yang membedakannya dengan produk kompetitor. Sebuah brand mi instan, misalnya, dapat mendiferensiasikan produknya melalui varian rasa, tekstur mi, hingga harga jual.

Terkait harga jual, produk FMCG dengan brand equity yang kuat – misalnya ditandai dengan market share yang unggul dari kompetitor – dapat memiliki pricing power lebih besar. Artinya, perusahaan dapat memiliki keleluasaan dalam menentukan harga jual, tanpa khawatir akan berdampak pada permintaan produk.

Memang, produk AMDK juga memiliki brand dan banyak di antaranya sudah dikenal luas oleh konsumen, seperti Aqua yang market share-nya mencapai 50% dan brand-nya sudah menjadi istilah umum (metonimia) bagi produk AMDK. Namun, brand equity produk AMDK dapat dikatakan tidak sekuat pada produk FMCG lainnya, mengingat karakteristik produk AMDK yang cenderung homogen atau tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara satu dengan yang lain.

Ibarat kata, produk AMDK bagai pinang dibelah dua: serupa tapi tak sama. Akibatnya, konsumen cenderung tidak memiliki brand loyalty dan dapat beralih ke brand lain dengan relatif mudah, tanpa kehilangan kepuasan (utility) dari mengonsumsi produk alternatif tersebut.

Di tengah kompetisi yang sangat ketat dan sifat produk yang cenderung homogen, bagaimana perusahaan AMDK dapat bersaing, merebut pangsa pasar, dan terus berkembang? Kami mengambil contoh strategi yang diterapkan brand Le Minerale dan Cleo sebagai studi kasus untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Le Minerale mulai diluncurkan pada 2015 dan kini telah menduduki posisi pangsa pasar terbesar ke-2 di Indonesia. Pendekatan yang diambil Le Minerale adalah menggencarkan marketing melalui iklan untuk membangun brand awareness konsumen bahwa air mineralnya berbeda dengan tagline β€˜ada manis-manisnya’.

Cleo, di sisi lain, menempuh jalur yang sedikit berbeda. Dari segi marketing, Cleo tergolong tidak seagresif Le Minerale. Proporsi beban iklan dan promosi terhadap penjualan Cleo bahkan turun dari sekitar 3,2–4,1% pada 2018–2020 menjadi hanya 2–2,2% pada 2021–2022.

Jika dirata-rata, proporsi beban iklan dan promosi terhadap penjualan CLEO hanya 3,1% pada 2018–2022. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan emiten FMCG lain pada periode yang sama, di mana proporsi beban iklan dan promosi terhadap penjualan Mayora Indah ($MYOR) sebesar 11,7%, Sido Muncul ($SIDO) sebesar 10,7%, Unilever ($UNVR) sebesar 10%, dan Kalbe ($KLBF) sebesar 7,4%.

Meski tidak agresif dalam promosi, CLEO gencar melakukan ekspansi pabrik dan memperluas jaringan distribusi. Selain mendorong pertumbuhan melalui penetrasi pasar, strategi ini juga menghasilkan efisiensi biaya seiring meningkatnya volume produksi, yang pada akhirnya meningkatkan profitabilitas perseroan.


Tantangan Emiten AMDK ke Depan

Tantangan mendasar dalam industri AMDK adalah pasarnya yang terfragmentasi ke dalam ribuan pemain sehingga persaingan menjadi sangat ketat. Beberapa grup konglomerat dalam industri ini yang memiliki pangsa pasar dan skala bisnis besar dapat menikmati keuntungan.

Di sisi lain, 85% pemain adalah industri kecil dan menengah (IKM), seperti pemain lokal yang pangsa pasarnya kecil. Tidak jarang mereka menghadapi perang harga yang menggerus margin dan menyebabkan kerugian. Bahkan, ALTO yang notabene bukan pemain kecil juga masih terus merugi.

Selain antar-brand AMDK, persaingan juga dapat berasal dari air mineral isi ulang yang harga per galonnya jauh lebih murah. Menurut data BPS yang dilaporkan oleh Katadata, air isi ulang masih menjadi sumber air minum utama yang paling banyak digunakan oleh rumah tangga di Indonesia dengan persentase 29,1% pada 2020. Angka tersebut hampir 3x lipat dibandingkan air kemasan bermerek sebesar 10,23%.

Tantangan lain adalah terkait struktur biaya, yang didominasi beban bahan baku plastik untuk botol dan galon. Bijih plastik adalah turunan dari minyak bumi dan kebanyakan masih diimpor. Akibatnya, fluktuasi harga komoditas minyak bumi dan nilai tukar rupiah dapat berdampak pada kinerja perusahaan.

Kenaikan harga BBM dan tingkat upah juga dapat berdampak pada kinerja mengingat beban distribusi adalah salah satu komponen biaya utama selain bahan baku plastik.


Pesta Demokrasi: Waktunya AMDK Beraksi?

Momentum pemilihan umum (pemilu) dapat mendorong peningkatan konsumsi AMDK di dalam negeri. Hal ini mengingat kegiatan pengerahan massa seperti kampanye, yang marak dilakukan menjelang dan saat pemilu, akan membutuhkan banyak air minum kemasan.

Apalagi, ajang pemilu 2024 berpotensi menjadi jauh lebih β€˜meriah’ karena dilakukan untuk pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang akan diselenggarakan pada Februari 2024, serta pemilihan kepala daerah (pilkada) untuk seluruh provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia yang direncanakan digelar secara serentak pada November 2024.

Dengan agenda pemilihan yang serentak, anggaran penyelenggaraan pemilu 2024 mencapai 76,6 triliun rupiah, jauh lebih besar dibandingkan 25,6 triliun rupiah pada pemilu 2019 dan 15,6 triliun rupiah pada pemilu 2014. Rinciannya, 8,1 triliun rupiah untuk tahun 2022, sebesar 23,8 triliun rupiah di 2023, dan 44,7 triliun rupiah di tahun 2024.

Jika melihat periode pemilu sebelumnya pada 2019 dan 2014, secara umum kinerja emiten AMDK cenderung menunjukkan kenaikan pada tahun dilangsungkannya pemilu dibandingkan kinerja pada 1–2 tahun sebelumnya.

Segmen AMDK dari ADES, misalnya, mencatatkan pertumbuhan penjualan +1,4% YoY pada 2019 dan +2,3% YoY pada 2018, berbalik dari penurunan -14,2% YoY pada 2017. Pada 2014, segmen AMDK ADES juga mencatatkan pertumbuhan penjualan yang cukup signifikan sebesar +33,5% YoY, lebih tinggi dari +9,2% YoY pada 2013 dan +8,3% YoY pada 2012.

Kinerja CLEO dan ALTO juga cenderung menunjukkan pola yang mirip. Penjualan CLEO tumbuh +31% YoY pada 2019 dan tumbuh +35,2% YoY pada 2018, lebih tinggi dibandingkan +17,3% YoY pada 2017. Penjualan ALTO masing-masing tumbuh +18,5% YoY dan +10,7% YoY pada 2019 dan 2018, berbalik dari penurunan -11,6% YoY pada 2017.


Valuasi: Is CLEO Worth It?

Dengan prospek jangka panjang melalui ekspansi dan potensi katalis jangka pendek dari pemilu, apakah secara valuasi CLEO masih β€˜worth it’ untuk dicermati?

Sejak Aqua Golden Mississippi go private pada 2011, hingga saat ini hanya terdapat empat emiten AMDK di BEI: $CLEO, $ADES, $ALTO, dan $SOUL.

SOUL merupakan emiten yang baru melantai pada 6 Januari 2023. Namun, harga sahamnya sudah turun cukup signifikan sekitar -75% dari harga IPO di 110 rupiah per saham. Market cap-nya juga sangat kecil hanya 21 miliar rupiah.

ALTO yang sudah melantai sejak 2012 juga kinerjanya cenderung kurang baik. Secara tahunan, perseroan masih terus membukukan rugi bersih sejak 2014–2022. Harga saham perseroan juga telah bertengger di 50 rupiah (gocap) sejak Desember 2022, dengan likuiditas perdagangan yang rendah.

ADES dapat dikatakan memiliki kinerja yang baik. Namun, selain bisnis minuman, ADES juga memiliki lini bisnis kosmetik melalui brand Makarizo. Segmen tersebut berkontribusi 50% terhadap penjualan ADES pada 2022, dengan tingkat CAGR 2019–2022 sebesar +35% dan GPM ~60%, jauh lebih tinggi dibandingkan segmen minuman dengan CAGR +8,7% dan GPM ~44%.

Jika melihat segmen AMDK saja, ADES memiliki 2 pabrik dengan kapasitas produksi sebesar 600 juta liter per tahun, jauh lebih kecil dibandingkan CLEO yang memiliki 28 pabrik dengan kapasitas mencapai ~5 miliar liter per tahun.

Jadi, dapat dikatakan CLEO adalah satu-satunya pemain dengan core business AMDK, yang tingkat pertumbuhan kinerjanya tinggi dan likuiditas perdagangan sahamnya cukup baik. Dengan sedikitnya pilihan emiten dan keunggulan CLEO tersebut, dapat dijustifikasi jika secara valuasi CLEO dihargai premium.

Namun, strategi CLEO untuk terus berekspansi menyebabkan kebutuhan belanja modal (capex) akan cenderung besar. Akibatnya, perseroan sering membukukan free cash flow (FCF) negatif.

Pic: Ringkasan Perbandingan Emiten AMDK di BEI
Source: Stockbit analysis
Pic: Free Cash Flow (FCF) CLEO 2017–2022
Source: Fitur Financials Stockbit

Jika dibandingkan dengan beberapa perusahaan beverages global, valuasi CLEO memang termasuk premium, tetapi juga memiliki tingkat pertumbuhan pendapatan dan profitabilitas lebih tinggi. Dari segi valuasi, median P/E ratio perusahaan beverages global sebesar 20,51x vs. CLEO 33,56x. Namun, pertumbuhan pendapatan CLEO sebesar +23,12% lebih tinggi dari median sebesar +16,19%. Selain itu, ROE CLEO sebesar 20,56% juga unggul dari median sebesar 15,36%.

Pic: Global Beverages Players Comparison
Source: Bloomberg

Dengan berbagai potensi, risiko, valuasi, serta statusnya sebagai satu-satunya emiten AMDK murni berkinerja baik di BEI, apakah menurutmu $CLEO menarik untuk dilirik? We provide, you decide.


________________
Penulis: 

Bayu Santoso, Investment Analyst

Editor:
Aulia Rahman Nugraha, Sr. Investment Journalist

Edi Chandren, Investment Analyst Lead

Copyright 2023 Stockbit, all rights reserved.

Disclaimer: 

Semua konten dalam artikel ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

PT Stockbit Sekuritas Digital (β€œStockbit”),  Perusahaan efek yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. 

Selanjutnya, semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah β€œhttps://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri β€œ@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.

πŸ₯‚ Analisis Emiten Minuman Alkohol, Siapa yang Menonjol? by Rahmanto Tyas Raharja

πŸ‘‹ Stockbitor!

Pembukaan kembali industri pariwisata pasca-pandemi membuat investor mencari proxy investasi untuk menuai keuntungan dari reopening tersebut. Selain dari sektor pariwisata dan transportasi, industri minuman alkohol juga menjadi salah satu alternatif proxy yang dapat dilirik investor. 

Namun, investor di Indonesia memiliki keterbatasan pilihan untuk berinvestasi pada industri minuman alkohol. Sebab, sejak 1980-an hingga 2022, hanya ada 2 emiten minuman alkohol di BEI, yakni Multi Bintang Indonesia ($MLBI) dan Delta Djakarta ($DLTA).

Pada Januari 2023, tren tersebut berubah. BEI kedatangan 2 emiten produsen minuman alkohol baru, yakni Jobubu Jarum Minahasa ($BEER) dengan total pendanaan IPO senilai 176 miliar rupiah dan Hatten Bali ($WINE) dengan total pendanaan IPO senilai 88 miliar rupiah.

Produk minuman beralkohol itu sendiri tidak sama dan memiliki segmennya masing-masing. Lantas, emiten mana yang paling menarik? Bagaimana prospek dan risiko saham emiten minuman alkohol ke depan?

Di artikel ini, Stockbit akan membahas perkenalan tentang industri minuman alkohol, perbedaan produk masing-masing emiten di industri minuman alkohol, potensi dan risiko industri minuman alkohol, hingga performa keuangan dan valuasinya.


Sekilas Industri Minuman Alkohol di Indonesia


Berdasarkan PMK No. 158 Tahun 2018, minuman beralkohol dibagi menjadi 3 golongan berdasarkan kadar alkoholnya, yakni:

Pic: Penggolongan minuman beralkohol berdasarkan kadar alkohol.
Source: PMK No. 158 Tahun 2018, Stockbit analysis

Mengutip data Statista, pasar minuman beralkohol di Indonesia memiliki tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 9,8% pada 2014–2019. Meski pertumbuhan tersebut sempat terhenti pada masa pandemi Covid-19, pasarnya telah berangsur pulih dan diperkirakan  memiliki nilai lebih dari 13 miliar dolar AS pada 2022. Berdasarkan volume, penjualan minuman alkohol diperkirakan mencapai 715 juta liter pada 2022, yang didominasi oleh produk bir dan wine.

Pic: Data penjualan dan konsumsi alkohol di Indonesia
Source: Statista

Sekilas tentang Emiten: MLBI, DLTA, BEER, dan WINE

$MLBI: Multi Bintang Indonesia bergerak di bidang produsen minuman alkohol jenis bir di Indonesia, dengan pabrik berlokasi di Tangerang dan Mojokerto. MLBI tidak hanya memproduksi dan menjual berbagai produk minuman beralkohol, tetapi juga masuk ke bisnis minuman tanpa alkohol (non-alkohol) sejak 2014. 

Beberapa merek yang diproduksi dan dijual oleh MLBI adalah Bintang, Heineken, Guinness, dan Green Sands (non-alkohol). Pemegang saham pengendali dengan 89,3% kepemilikan saham MLBI adalah Heineken International B.V, perusahaan asal Belanda sekaligus pemegang lisensi induk bir dengan merek Heineken secara internasional.

$DLTA: Delta Djakarta memproduksi dan menjual minuman alkohol jenis bir dengan merek Anker, Carlsberg, San Miguel, dan Kuda Putih. Bir dengan merek San Miguel dan Carlsberg adalah merek internasional, di mana DLTA mendapatkan lisensi tersebut dari San Miguel Brewing International Limited dan Carlsberg International.

Pabrik perusahaan berlokasi di Bekasi. Pemegang saham terbesar DLTA adalah San Miguel Malaysia dengan 58,33% kepemilikan, serta Pemerintah Daerah DKI Jakarta dengan kepemilikan 26,25%.

$BEER: Jobubu Jarum Minahasa adalah perusahaan minuman beralkohol asal Minahasa, Sulawesi Utara, yang memiliki kapasitas dan izin khusus untuk memproduksi minuman beralkohol full-spectrum (dari kadar alkohol 0–55%). Dengan kata lain, BEER dapat membuat alkohol dari seluruh golongan, yaitu Golongan A, Golongan B, maupun Golongan C. 

Saat ini, BEER memiliki 3 merek produk, yakni Cap Tikus 1978, Daebak Soju, dan Daebak Spark. Penjualan BEER per 5M22 didominasi oleh produk Daebak Soju dengan proporsi sebesar 80%, dan 20% sisanya adalah kontribusi dari penjualan Cap Tikus 1978.

BEER mengeklaim bahwa perusahaan adalah pemegang izin usaha industri minuman beralkohol dengan kuota tertinggi ke-2 di Indonesia. Selain itu, BEER juga mengeklaim baru memakai kurang dari 5% dari izin produksi yang dimiliki perusahaan sebesar 90 juta liter. Sebagian kecil (5,3%) dari dana IPO dialokasikan untuk ekspansi guna membangun fasilitas produksi di Semarang, Jawa Tengah.

Pemegang saham pengendali BEER adalah PT Maju Minuman Minahasa dengan ~80% kepemilikan.

$WINE: Hatten Bali adalah produsen minuman alkohol yang memiliki kilang anggur (winery) di Bali. WINE menjual minuman beralkohol jenis wine (anggur) dengan merek Hatten, Dragonfly, dan Two Islands

Selain wine, WINE juga menjual minuman alkohol lokal atau khas Indonesia, yaitu arak dan brem Bali dengan merek Dewi Sri. Pemegang saham terbesar WINE adalah PT Gotama Putra dan Ida Bagus Rai Budarsa – direktur utama WINE – yang masing-masing memiliki 37,5% saham. Penjualan WINE per 6M22 didominasi oleh penjualan wine dengan proporsi sebesar 91,2% dan 8,8% sisanya disumbang oleh penjualan arak Bali. 

Berdasarkan informasi dari manajemen, saat ini WINE memiliki kuota produksi sebesar ~2,3 juta liter per tahun dengan tingkat produksi di kisaran ~1,5–1,7 juta liter per tahun, sehingga masih terdapat kapasitas yang bisa digunakan.


Perbandingan Produk dan Kompetisi di Industri Minuman Alkohol

Seperti yang telah disebut di awal artikel ini, tidak semua produk minuman alkohol itu sama. Masing-masing emiten memiliki ceruk dan jenis minuman beralkohol yang berbeda-beda. 

Berdasarkan riset lapangan yang dilakukan oleh Stockbit, berikut adalah penggolongan dan kompetisi antar produk minuman alkohol secara garis besar:

  • Minuman alkohol di golongan A dapat dikategorikan menjadi bir putih, bir hitam, dan bir atau minuman alkohol campuran dengan rasa buah.

  • Minuman alkohol di golongan B memiliki variasi yang lebih banyak. Jika mengacu pada produk yang dikeluarkan emiten yang melantai di bursa, maka golongan ini mencakup minuman alkohol berjenis anggur atau wine (baik merah maupun putih) dan soju.

  • Minuman alkohol di golongan C juga memiliki variasi yang banyak, tetapi didominasi oleh produk impor dari luar negeri seperti vodka, gin, hingga whiskey. Adapun produk di golongan ini yang diproduksi dan dijual oleh emiten di bursa adalah liquor atau minuman alkohol dengan β€˜kearifan lokal’, yaitu cap tikus, arak Bali, dan brem Bali.

Secara garis besar, jika kita mengacu kepada penggolongan minuman beralkohol berdasarkan kadarnya, berikut adalah mapping perbandingan produk dan head-to-head kompetisi dari emiten di industri minuman alkohol:

Pic: Perbandingan produk emiten minuman alkohol di BEI.
Source: Stockbit analysis

Berikut ini ringkasan penjelasan dari produk minuman alkohol masing-masing emiten: 

$MLBI:

  • Heineken dan Guinness adalah bir dengan merek internasional. Heineken fokus pada produk berjenis bir putih, sedangkan Guinness berjenis bir hitam.

  • Bintang berfokus pada bir putih (Pilsener dan Crystal) dan bir dengan rasa buah (Radler).

$DLTA:

  • Anker: bir putih (Pilsener), bir hitam (Stout), dan bir rasa buah (Lychee).

  • San Miguel dan Carlsberg adalah bir dengan merek internasional.

  • Kuda Putih: bir β€˜ekonomis’ dan terjangkau.

$BEER:

  • Golongan C: Cap Tikus, minuman alkohol lokal khas Minahasa, dengan kadar alkohol 43–45%.

  • Golongan B: Daebak Soju, memiliki kadar alkohol 12–19,9% sehingga termasuk ke dalam minuman alkohol golongan B. Saat ini, Daebak Soju memiliki 6 jenis varian rasa.

  • Golongan A: Diluncurkan sejak Oktober 2022, Daebak Spark adalah  produk minuman beralkohol rasa teh dan buah yang dapat digolongkan sebagai minuman alkohol dengan jenis bir dengan rasa buah-buahan. Daebak Spark memiliki kadar alkohol 4,3–5%. Saat ini, Daebak Spark memiliki 6 jenis varian rasa.

  • BEER telah memiliki izin untuk nantinya memproduksi produk-produk lain yang berada dalam ketiga golongan minuman alkohol. Produk yang dapat diproduksi ke depannya termasuk namun tidak terbatas pada bir (putih dan hitam) untuk minuman alkohol golongan A, wine dan sake untuk minuman alkohol golongan B, serta whisky, gin, vodka, dan brandy untuk minuman alkohol golongan C.

$WINE:

  • Golongan B: Wine dengan merek Hatten, Dragonfly, dan Two Islands.

  • Golongan C: Arak dan brem Bali dengan merek Dewi Sri. 

Berikut tabel harga eceran beberapa produk dari masing-masing emiten minuman alkohol yang disadur Stockbit berdasarkan beberapa e-commerce:

Pic: Perbandingan harga minuman alkohol dari emiten di BEI.
Sumber: Diolah Stockbit dari berbagai e-commerce

Berdasarkan mapping tersebut, persaingan atau head-to-head antar emiten minuman alkohol di bursa dapat kami simpulkan menjadi:

 1. Golongan B dan C:  WINE vs. BEER

  • Wine milik WINE vs. soju milik BEER

  • Arak Bali dan brem bali milik WINE vs. Cap Tikus milik BEER 

2. Golongan A: MLBI vs. DLTA vs. BEER

  • Persaingan di golongan ini adalah persaingan produk bir, baik bir putih, bir hitam, maupun bir dengan rasa buah-buahan.

    • Bir merek internasional (high segment): Heineken milik MLBI vs. San Miguel dan Carlsberg milik DLTA

    • Bir putih lokal: Bintang milik MLBI vs. Anker dan Kuda Putih milik DLTA

    • Bir dengan cita rasa buah: Bintang Radler milik MLBI vs. Anker rasa buah milik DLTA. Di segmen ini, BEER juga masuk melalui Daebak Spark yang menurut kami mungkin head-to-head dengan bir dengan rasa buah milik MLBI dan DLTA.

Selain itu, emiten di industri minuman alkohol juga menghadapi kompetisi baik dari pemain lokal privat maupun pemain dari global. Berdasarkan riset lapangan dari Stockbit, berikut beberapa produk dan kompetitor non-listed dari emiten minuman alkohol di bursa:

  • Anggur Orang Tua Group: memproduksi minuman alkohol golongan A, B, dan C

    • Golongan A: Mix Max, Prost, Singaraja

    • Golongan B: Berbagai jenis minuman anggur, seperti Anggur Merah dan Anggur Putih

    • Golongan C: Batavia (whisky), Manta (rum), Iceland (vodka)

  • Kompetisi di golongan B, terutama untuk produk anggur: Sababay dan Cape Discovery

  • Kompetisi di golongan C: Berbagai jenis minuman alkohol dari luar negeri, seperti Absolut Vodka, JΓ€germeister, Gordon’s Gin, dan lain-lain.


Tren Perubahan Konsumsi Produk Minuman Alkohol


Salah satu tema besar yang dapat menjadi perhatian industri alkohol adalah peningkatan porsi masyarakat menengah-ke-atas di Indonesia, yang berpotensi membawa perubahan minat dan konsumsi minuman alkohol ke produk yang lebih premium dengan kadar yang lebih tinggi.

Berdasarkan riset dari Boston Consulting Group, beberapa dekade terakhir terdapat tren pertumbuhan kelas menengah. Seiring dengan pertumbuhan PDB suatu negara, kelas menengah ini mulai beranjak naik ke kelas menengah-ke-atas atau biasa disebut sebagai mass affluent. Pertumbuhan dari kelas mass affluent ini lebih tinggi dibandingkan kelas lainnya dan diproyeksikan akan semakin cepat ke depannya. 

BCG memproyeksikan peningkatan segmen mass affluent di Indonesia akan bertumbuh dengan CAGR hingga 8% per tahun hingga 2030, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan sebesar 4% untuk segmen kelas menengah. Selain itu, kelas mass affluent di Indonesia diproyeksikan akan memiliki proporsi dari total populasi dari 9% menjadi 21%.

Perubahan ini dapat menyebabkan β€˜premiumisasi konsumsi’, yaitu perubahan atau peningkatan konsumsi ke produk yang dianggap lebih premium. Dari sisi produk minuman alkohol, perubahan tersebut berpotensi mengubah preferensi konsumen minuman alkohol dari bir (golongan A), ke minuman alkohol dengan kadar yang lebih tinggi seperti spirit (golongan B dan C). 

Dari sini, dapat  disimpulkan bahwa seiring dengan meningkatnya perekonomian Indonesia, ada potensi pergeseran preferensi minuman alkohol dari golongan A ke golongan yang lebih tinggi, yaitu golongan B dan C.

Pic: Perubahan minat segmen mass affluent ke minuman alkohol dengan kadar alkohol lebih tinggi.
Sumber: BCG

Namun, bukan berarti minuman alkohol golongan A akan ditinggalkan oleh konsumen. Peningkatan kekayaan masyarakat masih meningkatkan konsumsi minuman alkohol golongan A seperti bir, tetapi peningkatan tertinggi berpotensi terjadi untuk produk yang lebih premium seperti alkohol spirit (golongan B dan C).

Bir masih meningkat secara stabil, paralel dengan peningkatan pendapatan dari masyarakatnya. Namun, alkohol spirit meningkat secara drastis ketika pendapatan masyarakat naik dari middle-class menjadi mass affluent. Simak gambar di bawah ini.

Pic: Premiumisasi konsumsi produk berdasarkan jenis produk dan kekayaan penduduk.
Sumber: BCG 

Potensi dan Risiko Industri Minuman Alkohol

Strengths (Kekuatan)

Salah satu keunggulan utama dari industri minuman alkohol adalah tingkat profitabilitas (marjin) yang tinggi. Berdasarkan kinerja emiten minuman alkohol di BEI pada 1Q23, keempatnya secara rata-rata memiliki Gross Profit Margin (GPM) sebesar 62,2% dan Net Profit Margin (NPM) sebesar 27,3%

Mengutip dari prospektus dari BEER, secara umum minuman alkohol golongan C memiliki margin lebih tinggi dari golongan B. Demikian juga, marjin minuman alkohol golongan B cenderung lebih tinggi dari golongan A. Merujuk pada performa keuangan pada 1Q23, BEER – yang memiliki izin produksi untuk ketiga golongan minuman alkohol – memiliki margin tertinggi dibandingkan peers-nya dengan GPM sebesar 75,8% dan NPM sebesar 32%.

Pic: Perbandingan tingkat profitabilitas emiten minuman alkohol 1Q23
Source: Company, Stockbit

Selain profitabilitas yang tinggi, emiten minuman alkohol – khususnya yang telah lama melantai di bursa – dikenal rutin membagikan dividen dengan rasio pembayaran (payout ratio) yang tinggi

Sebagai gambaran, dalam 5 tahun buku terakhir, MLBI selalu rutin membagikan dividen dengan rata-rata payout ratio sebesar 131% dan rata-rata dividend yield sebesar 3,2%. DLTA juga tidak pernah absen membagikan dividen pada periode tersebut dengan rata-rata payout ratio sebesar 123% dan rata-rata dividend yield mencapai 7,2%.

Emiten pendatang baru seperti BEER dan WINE juga telah mengungkapkan kebijakan dividen yang tertuang dalam prospektus IPO-nya. BEER berencana untuk membagikan dividen maksimum 20% dari laba bersih mulai dari tahun buku 2022, sedangkan WINE berencana membayarkan dividen tunai sebanyak-banyaknya 35% mulai dari tahun buku 2023.

Bagi perusahaan minuman alkohol existing, mereka memiliki keunggulan besar karena industri ini tergolong memiliki high entry barrier. Menurut keterangan pelaku industri, pemerintah saat ini sudah tidak menerbitkan izin produksi untuk minuman beralkohol, di mana hal ini membuat izin yang telah diberikan menjadi sangat berharga. Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian yang disadur dari prospektus IPO BEER, hanya ada 4 perusahan yang mempunyai izin untuk memproduksi lebih dari 10 juta liter minuman beralkohol per tahun. 

Weaknesses (Kelemahan)

Salah satu hal yang menjadi kelemahan industri minuman alkohol di Indonesia adalah demografi penduduknya yang mayoritas tidak mengkonsumsi alkohol. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi alkohol oleh penduduk berusia di atas 15 tahun justru mengalami penurunan secara stabil dari 0,48 liter per tahun pada 2018 menjadi 0,33 liter per tahun pada 2022.

Hal lain yang berpotensi menjadikan investasi di saham emiten minuman alkohol menjadi kurang menarik adalah sifat inheren kegiatan usahanya yang tergolong tidak sesuai dengan prinsip syariah. Hal ini menjadikan sahamnya tidak dapat dimasukkan ke dalam Daftar Efek Syariah, serta tidak dapat memenuhi kriteria investasi bagi kalangan investor yang menganut prinsip syariah, seperti Reksa Dana Syariah.

Sebagai gambaran, berdasarkan data OJK per April 2023, jumlah reksa dana syariah mencapai 269 produk (13,6% dari total jumlah reksa dana), dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) sebesar 43,47 triliun rupiah (8,7% dari total NAB reksa dana).

Opportunities (Peluang)

Terlepas dari profil demografi, industri minuman alkohol di Indonesia masih memiliki berbagai faktor pendukung yang berpotensi untuk melanjutkan pertumbuhan ke depan, salah satunya adalah normalisasi aktivitas pasca-pandemi Covid-19.

Pelonggaran kegiatan atau aktivitas umum menjadi katalis positif bagi industri minuman alkohol. Sebab, penjualan minuman alkohol di Indonesia didominasi oleh penjualan secara offline. Berdasarkan data Statista, segmen offline konsisten berkontribusi di atas 99% dari total penjualan minuman alkohol setiap tahunnya. Selain itu, semakin banyak event seperti konser musik yang dijadwalkan dan lebih banyaknya hari libur pada 2023 berpotensi memiliki imbas positif bagi penjualan minuman alkohol.

Katalis lain yang mendukung pertumbuhan industri minuman alkohol adalah pembukaan kembali (reopening) sektor pariwisata yang sempat dibatasi selama pandemi. Data Kemenparekraf menunjukkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara mengalami kenaikan tajam sebesar +567% YoY pada Februari 2023.

Sebagai negara yang memiliki banyak destinasi wisata, Indonesia memiliki daya tarik tersendiri bagi turis mancanegara yang umumnya memiliki tradisi lebih kuat dalam mengkonsumsi minuman beralkohol. Hal ini menjadi faktor positif bagi perusahaan minuman alkohol seperti WINE, yang memiliki porsi penjualan berpusat di Pulau Bali. 

Pic: Data kunjungan wisatawan mancanegara. 
Source: Kemenparekraf

Selain itu, pertumbuhan pengeluaran (spending) untuk layanan terkait gaya hidup (lifestyle) juga berpotensi menjadi kunci pertumbuhan industri minuman alkohol.

Berdasarkan data Euromonitor Passport Database, pengeluaran konsumen di Indonesia untuk makanan dan catering diperkirakan tumbuh sebesar 6,7% pada periode 2019–2025. Di sisi lain, tingginya tarif impor bagi produk minuman beralkohol berpotensi menjadikan konsumen beralih ke produk lokal yang harganya lebih bersaing. Sebagai contoh, mengutip prospektus IPO BEER, produk wine seharga 2 euro (32 ribu rupiah) di Eropa dapat dijual seharga 300 ribu rupiah di Indonesia.

Pic: Data dan proyeksi pengeluaran terkait layanan gaya hidup.
Source: Euromonitor

Threats (Ancaman)

Tantangan utama terhadap industri minuman alkohol di Indonesia adalah regulasi yang ketat. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 74 Tahun 2013 dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 20 Tahun 2014, semua pedagang ritel dan distributor harus mendapatkan surat izin khusus untuk menyimpan, mendistribusikan, dan menjual bir. Gerai-gerai off-premise seperti supermarket, hypermarket dan toko bahan makanan diwajibkan memiliki tempat dan rak terpisah di toko mereka untuk memajang minuman beralkohol serta harus memiliki ruang penyimpanan khusus.

Di beberapa daerah, lokasi penjualan minuman alkohol juga dilarang berdekatan dengan area publik seperti sekolah, kantor pemerintahan, atau rumah ibadah. Selain itu, sebagaimana layaknya negara lain, Indonesia juga memiliki aturan usia minimum (21 tahun) untuk mengonsumsi minuman alkohol.

Aturan mengenai minuman alkohol juga rentan mengalami perubahan. Pada 2015 lalu misalnya, pemerintah secara resmi melarang penjualan minuman alkohol di minimarket melalui Permendag No. 6 Tahun 2015. Kemudian pada 2021, Presiden Jokowi mencabut lampiran Perpres No. 10 Tahun 2021, yang membuka investasi pada industri minuman keras di beberapa provinsi seperti Bali, NTT, Papua, dan Sulawesi Utara. Keputusan ini diambil untuk merespons penolakan yang datang dari berbagai kalangan masyarakat.


Kinerja Keuangan dan Valuasi

Pic: Ringkasan kinerja keuangan emiten minuman alkohol di BEI.
Source: Stockbit analysis

Pada FY22, seluruh emiten minuman alkohol mencatatkan pertumbuhan yang sehat, seiring dengan pemulihan pasca-pandemi Covid-19. Pertumbuhan paling pesat ditunjukkan oleh WINE yang mampu membukukan revenue growth di atas +100% serta pembalikan kinerja (turnaround) dari 2021 yang masih merugi.

Namun pada 1Q23 terlihat ada perlambatan pertumbuhan terutama bagi produsen golongan A, di mana pendapatan dan laba bersih MLBI hanya tumbuh single digit, sementara DLTA justru mencatatkan kinerja negatif.

Performa lebih baik dialami oleh produsen golongan B dan C, di mana WINE masih melanjutkan turnaround-nya, sedangkan BEER – meski hanya membukukan pertumbuhan pendapatan sebesar +5,4% – laba bersihnya masih dapat tumbuh low double digit (13,5%).

Pic: Ringkasan valuasi dan kinerja  emiten minuman alkohol di BEI. Data berdasarkan penutupan harga per 16 Juni 2023.
Source: Stockbit analysis

Untuk melakukan komparasi valuasi emiten minuman alkohol yang melantai di BEI, akan lebih tepat jika kita membandingkannya dengan emiten yang memiliki produk di golongan yang sama. Oleh karena itu, kinerja MLBI akan lebih tepat jika dikomparasikan dengan DLTA, sementara WINE dengan BEER. 

MLBI memiliki nilai kapitalisasi pasar jauh lebih besar (17,9 triliun rupiah) dengan rasio P/BV jauh lebih tinggi (14x). Valuasi MLBI yang lebih premium ini tentu terlihat wajar mengingat MLBI juga memiliki tingkat ROE yang tinggi (73%) dengan rata-rata Dividend Payout Ratio (DPR) dalam 5 tahun terakhir mencapai 131%.

Di sisi lain, DLTA – yang merupakan kompetitor langsung dari MLBI – memiliki valuasi yang lebih rendah mengingat tingkat ROE-nya yang hanya sebesar 22%. Namun, jika mempertimbangkan faktor dividen, DLTA terlihat cukup menarik karena memiliki rata-rata dividend yield lebih tinggi (7,2%) dalam 5 tahun terakhir.

Di segi emiten minuman alkohol golongan B dan C, valuasi P/E dan P/S dari BEER lebih tinggi dibandingkan WINE, meskipun secara P/BV saham BEER lebih rendah dibandingkan WINE. Valuasi yang lebih premium ini berpotensi disebabkan karena:

  1. BEER memiliki marjin profitabilitas (GPM, OPM, dan NPM)  yang lebih tinggi dibandingkan WINE.

  2. BEER juga memiliki balance sheet yang bebas dari utang.

  3. BEER masih memiliki kuota produksi minuman alkohol yang banyak, di mana perseroan saat ini hanya memakai 5% dari kuota produksinya.

Meski begitu, tingkat pertumbuhan pendapatan dari WINE pada 1Q23 sebesar +136% YoY terlihat jauh lebih tinggi dibandingkan BEER yang hanya mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar +5% YoY pada periode yang sama. Selain itu, ROE dan ROA WINE jauh lebih tinggi dibandingkan BEER.

So, setelah membaca dan mempertimbangkan segala perbandingan produk, potensi dari industri minuman alkohol, hingga valuasinya, menurut kamu emiten minuman alkohol mana yang paling menarik? We provide, you decide.


________________
Penulis: 

Rahmanto Tyas Raharja, Investment Analyst Lead

Anggaraksa Arismunandar, Sr. Investment Analyst

Editor:
Aulia Rahman Nugraha, Sr. Investment Journalist

Edi Chandren, Investment Analyst Lead

Copyright 2023 Stockbit, all rights reserved.

Disclaimer: 

Semua konten dalam artikel ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

PT Stockbit Sekuritas Digital (β€œStockbit”),  Perusahaan efek yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. 

Selanjutnya, semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah β€œhttps://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri β€œ@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.

⚑ IMAS: Turnaround dari Pertumbuhan Mobil Listrik? by Michael Owen Kohana

Harga saham Indomobil Sukses Internasional ($IMAS) telah naik +140,7% YTD, melonjak dari performanya yang turun -1,13% YoY selama 2022. Peningkatan harga tersebut kemungkinan didorong oleh sejumlah katalis positif ke depan, mulai dari perbaikan kinerja segmen otomotif, ekspansi ke penjualan mobil listrik, hingga pertumbuhan segmen lain yang telah menopang kinerja perseroan dalam beberapa tahun terakhir.

Segmen bisnis IMAS di bidang otomotif sendiri telah mencatatkan rugi bersih secara tahunan sejak 2015 hingga akhir 2022 (kecuali 2019 dan 2021). Tren tersebut dipengaruhi oleh penurunan penjualan 2 merek mobil passenger car yang menjadi fokus IMAS selama ini, yakni Suzuki dan Nissan. Di sisi lain, bisnis distribusi kendaraan komersial dan alat berat terus mencatat performa solid. Ditambah dengan rencana perseroan untuk serius merambah bisnis distribusi kendaraan listrik, performa segmen otomotif berpotensi turnaround dari kerugiannya.

Lantas, apa saja katalis yang dimiliki IMAS? Apa rencana perseroan ke depannya untuk mengembalikan kinerja positif segmen otomotif? Yuk mari kita bahas satu per satu.


Posisi IMAS di Pasar Mobil Indonesia


IMAS merupakan distributor mobil Audi, Volkswagen, Nissan, Suzuki, Kia, Jaguar, Land Rover, Citroen, dan Mercedes-Benz. Di antara semua merek tersebut, Suzuki dan Nissan merupakan 2 kontributor terbesar untuk penjualan otomotif IMAS di segmen passenger car.

Pada 2022, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat bahwa total penjualan wholesales mobil di Indonesia mencapai 1,048 juta unit, setara sebelum pandemi Covid-19.

Dari jumlah tersebut, pangsa pasar IMAS untuk penjualan grosir (wholesale) adalah 9,1%. Jumlah tersebut belum menghitung penjualan mobil Mercedes-Benz, yang baru diakuisisi oleh IMAS pada April 2023. Jika penjualan wholesales Mercedes-Benz pada 2022 dihitung ke dalam pangsa pasar IMAS, maka market share perusahaan menjadi 9,4%.

Porsi tersebut membuat IMAS menduduki posisi ke-4 sebagai distributor mobil dengan pangsa pasar terbesar di Indonesia. Sementara itu, posisi pertama ditempati oleh Astra International ($ASII) dengan pangsa pasar sebesar 55%, disusul oleh Honda (12,5%) dan Mitsubishi Motors (9,5%) yang masing-masing berada di urutan kedua dan ketiga.

Pic: Pangsa Pasar Wholesales Mobil di Indonesia 
Sumber:Gaikindo & Stockbit analysis

Menurut Ketua I Gaikindo, Jongkie Sugiarto, target penjualan wholesale mobil di Indonesia pada 2023 adalah 975 ribu unit. Target tersebut di atas target 2022 yang mencapai 900 ribu unit, tapi masih di bawah realisasi 2022. Sekretaris Gaikindo, Kukuh Kumara, mengatakan bahwa penjualan wholesale mobil pada 2022 dapat melebihi target karena dipicu oleh sejumlah insentif dari pemerintah seperti relaksasi PPnBM.

Pada 2023, target Gaikindo relatif lebih konservatif karena relaksasi PPnBm telah berakhir pada September 2022. Selain itu, kondisi supply dan demand yang belum baik serta kondisi perekonomian yang belum stabil berdampak kepada target yang lebih rendah.

Penurunan penjualan wholesales mobil secara nasional dapat berdampak negatif terhadap IMAS. Di sisi lain, IMAS sempat mengalami pertumbuhan market share pada 2020 di tengah penurunan penjualan wholesales mobil secara nasional akibat Covid-19. Pada tahun tersebut, market share IMAS tumbuh menjadi 14,8%, didorong oleh rilis model mobil terbaru dari Nissan, yaitu Livina.

Lantas, mengapa market share IMAS turun dalam 2 tahun terakhir?

Penjualan Suzuki dan Nissan yang Cenderung Turun

Seperti yang sudah disebut di atas, IMAS awalnya berfokus mengembangkan distribusi 2 merek mobil, yakni Nissan dan Suzuki. Namun, penjualan Nissan dan Suzuki ternyata mengalami stagnasi dan cenderung turun dari tahun ke tahun.

Pic: Penjualan Wholesale Suzuki & Nissan tahun 2017-2022
Sumber: Gaikindo & Stockbit analysis

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa penjualan unit mobil Suzuki dan Nissan mengalami penurunan dalam 5 tahun terakhir, dengan CAGR 5Y masing-masing sebesar -3,5% dan -26%. Penurunan penjualan tersebut disebabkan oleh kalah saingnya kedua merek tersebut dengan merek lain seperti Toyota dan Daihatsu.

Faktor utama menurunnya penjualan Nissan adalah kalah saingnya Grand Livina dan Livina di pasar kendaraan Indonesia. Pada 2017, Nissan mencatatkan penjualan 6.204 unit Grand Livina (42,8% dari total penjualan Nissan), sebelum penjualannya menurun -61% YoY pada tahun berikutnya.

Pada 2019 dan 2020, penjualan Nissan kembali meningkat, dipicu oleh meluncurnya model baru Livina yang merupakan mobil bertipe hatchback dengan 5 kursi penumpang, berbeda dari Grand Livina merupakan mobil bertipe MPV dengan 7 kursi. Namun, penjualan kedua model mobil tersebut kembali mengalami penurunan yang cukup signifikan sejak 2021 dan hanya berhasil terjual sebanyak 1.097 unit pada 2022.

Pic:Penjualan Livina & Grand Livina tahun 2017-22
Sumber: Gaikindo & Stockbit analysis

Di sisi lain, merek mobil lain relatif rajin untuk berinovasi dengan meluncurkan model barunya bertipe MPV dari tahun ke tahun.

Sebagai contoh, beberapa mobil yang didistribusikan oleh ASII seperti Avanza dan Xenia hampir setiap tahun melakukan modifikasi, baik dari sisi interior ataupun body luar mobil. Avanza dan Xenia sudah memasuki generasi ke-3 sejak diluncurkan pada 2003 dan 2004. Merek lain seperti Honda juga meluncurkan tipe Mobilio yang mempunyai tren serupa dengan Avanza dan Xenia dengan rajin melakukan inovasi baik dalam bentuk body maupun interior.

Maraknya inovasi dan upgrade mobil MPV dari merek lain memicu tergerusnya pangsa pasar Nissan yang cenderung minim melakukan inovasi. Melihat niat beli masyarakat di Indonesia yang cenderung menurun dari tahun ke tahun, Nissan Global memutuskan untuk menutup pabrik produksi di Indonesia pada 2020 dan mengalihkannya ke Thailand. Meski demikian, PT Nissan Motor Indonesia (NMI) terus melanjutkan dari sisi operasi penjualan dan pelayanan purna jual Nissan di Indonesia. Selain itu, NMI juga berkomitmen untuk menghadirkan model-model mobil baru di Indonesia.

Berbeda dari Nissan yang sempat mengandalkan jenis MPV, Suzuki unggul dalam mobil jenis pick up. Mobil pick up sendiri merupakan kontributor terbesar penjualan wholesale Suzuki dengan berkontribusi sebesar 40–55% dari total penjualan.

Penjualan mobil pick up Suzuki sendiri cenderung stagnan dari ~55 ribu unit pada 2018. Sebaliknya, tren penjualan pick up Daihatsu mengalami kenaikan dari ~42 ribu unit pada 2018 menjadi ~48 ribu pada 2022.

Stagnasi penjualan pick up Suzuki salah satunya disebabkan oleh kurangnya model baru. Hingga akhir 2022, Suzuki hanya memiliki 3 jenis pick up, sedangkan Daihatsu punya 7 jenis mobil pick up.

Pic: Penjualan Suzuki Pickup dan Daihatsu Pickup 2017-2022
Sumber: Gaikindo & Stockbit analysis

Fokus IMAS di Masa Depan: Ekspansi ke Kendaraan Listrik


Manajemen IMAS mengungkapkan kepada tim Stockbit bahwa strategi perusahaan ke depannya, khususnya untuk bisnis otomotif di segmen passenger car, adalah dengan mendiversifikasi merek mobil yang didistribusikan oleh perusahaan. Salah satu cara yang diambil oleh IMAS untuk melakukan diversifikasi tersebut adalah dengan ekspansi ke bisnis distribusi mobil listrik, menyusul tren adaptasi kendaraan listrik yang semakin meningkat.

Manajemen juga mengatakan bahwa perseroan akan mendistribusikan mobil listrik dengan harga yang lebih terjangkau melalui salah satu merek naungannya pada pertengahan 2023. Mobil tersebut akan menyasar segmen mid-to-low yang hadir dengan 5 pintu dan 5 tempat duduk. IMAS juga berkomitmen untuk mendatangkan setidaknya 1 model mobil listrik keluaran Volkswagen pada 2024.

Ketua I Gaikindo, Jongkie Sugiarto, mengatakan dalam acara Emiten Talk dengan Stockbit bahwa idealnya mobil listrik di Indonesia dibanderol dengan harga 350 jutaan rupiah. Jongkie menyebut bahwa jika ada merek yang dapat menawarkan mobil keluarga – yang terdiri dari 5 pintu dan 7 tempat duduk – di rentang harga tersebut, maka mobil listrik tersebut akan laku di pasar Indonesia.

Lalu, bagaimana dengan potensi pasar kendaraan listrik di Indonesia? Apa potensi dan risiko yang akan dihadapi oleh IMAS dalam bisnis tersebut? Yuk kita bahas.

Strategi IMAS menyongsong transisi pasar mobil ke electric vehicle (EV)

Revolusi kendaraan listrik di Indonesia menjadi peluang baru bagi emiten distributor kendaraan. Dengan populasi kendaraan terbesar di Asia Tenggara, pasar kendaraan listrik di Indonesia berpotensi tumbuh cepat dengan target total lebih dari 15 juta kendaraan listrik pada 2030 dengan rincian 2,19 juta unit mobil listrik dan motor listrik sebanyak 13,4 juta unit. Pada 2022, mobil listrik yang terjual di Indonesia mencapai 15,4 ribu unit. Sedangkan motor listrik yang terjual hingga 9M22 mencapai 28 ribu unit.

Selain ASII yang memegang pangsa pasar passenger car terbesar di Indonesia, emiten distributor kendaraan yang berpotensi diuntungkan dari pertumbuhan industri kendaraan listrik di Indonesia adalah IMAS. Pada 2021, perusahaan tersebut telah merilis mobil listrik melalui Nissan Leaf. IMAS juga menaungi sejumlah merek mobil seperti Citroen, Kia, Audi, Volkswagen, dan Mercedes-Benz dan motor seperti Yadea yang produknya mencakup kendaraan listrik.

Sebagai catatan, hampir seluruh merek mobil yang didistribusikan oleh IMAS di Indonesia sudah meluncurkan mobil bertenaga baterai di beberapa negara lain seperti KIA (Niro EV dan EV6), Volkswagen (ID2, ID3, dan ID), Audi (eC3, eC4, dan C5), dan Citroen (A6 dan Q8).

Manajemen IMAS mengungkapkan kepada tim Stockbit bahwa pihak perusahaan tidak mau hanya mengandalkan 1–2 merek mobil saja. Oleh karena itu, perusahaan menjalin kerja sama dengan beberapa merek sebagai contoh kerja sama dengan Kia pada 2019, dilanjut dengan Citroen pada 2022, dan yang terbaru bekerja sama dengan Mercedes-Benz pada awal 2023.

Per akhir 2022, total mobil listrik yang didistribusikan oleh merek naungan IMAS adalah 63 unit yang berhasil terjual lewat Nissan Leaf. Per April 2023, jumlah mobil listrik yang di telah terjual dari merek di bawah naungan IMAS sudah melebihi FY22 sejumlah 66 unit dengan detail Nissan Leaf sebanyak 35 unit, Kia EV 6 sebanyak 20 unit, dan Mercedes-Benz EQS 450+ (V297) sebanyak 11 unit. Sebagai catatan, harga mobil Nissan Leaf dimulai dari 730 ratus juta, Kia EV 6 dimulai dari 1,3 miliar rupiah, dan Mercedes-Benz EQS 450+ (V297) dimulai dari harga 3 miliar rupiah.

Beberapa merek di yang didistribusikan oleh IMAS merupakan salah satu market leaders pada penjualan kendaraan listrik di negara asalnya. Contohnya seperti Kia yang pada 2022 berhasil menjual mobil listrik sebanyak lebih dari 45 ribu unit, kedua terbanyak setelah Hyundai. Jumlah kendaraan listrik yang terjual di Korea Selatan pada 2022 mencapai 120 ribu unit

Contoh lainnya adalah Volkswagen dan Mercedes-Benz yang berhasil menjadi nomor satu dan kedua penjualan mobil listrik di Jerman pada 2022, masing-masing sebanyak 94.067 unit dan 79.553 unit. Total penjualan mobil listrik di Jerman pada 2022 adalah 833 ribu unit.

Manajemen IMAS mengungkapkan bahwa perusahaan masih terbuka untuk menjalin kerja sama dengan produsen mobil, termasuk mobil listrik, yang berpotensi menguntungkan performa perusahaan. Dilihat dari portofolio IMAS saat ini, perusahaan belum menjalin kerja sama dengan merek mobil dari China.

Untuk memasarkan mobil listrik kedepannya, manajemen IMAS mengatakan bahwa perseroan tidak membutuhkan belanja modal (capex) besar. Nantinya, perusahaan akan mengandalkan channel distribusi (dealer) yang sudah ada saat ini, sehingga perusahaan tidak perlu lagi mendirikan dealer baru untuk menjual mobil listrik tersebut.

Belajar dari penurunan penjualan akibat minimnya inovasi dan model baru dari Suzuki dan Nissan, IMAS berencana untuk mengubah strateginya dengan mendistribusikan multi-brand. Manajemen optimis pangsa pasar perseroan dapat mengakhiri tren penurunannya dan meningkat ke depannya, didukung dengan penjualan mobil listrik yang harganya cenderung lebih terjangkau.

Tak hanya mendistribusikan mobil listrik, manajemen IMAS menyebut bahwa perusahaan ke depannya akan merambah bisnis perakitan dan produksi mobil listrik di dalam negeri. IMAS sendiri tidak memerlukan lagi belanja modal (capex) yang besar, menurut manajemen. Sebab, IMAS telah memiliki lahan di Purwakarta yang sebelumnya digunakan untuk memproduksi mobil Nissan, sebelum diberhentikan pada 2020.

Selain mobil, IMAS juga mempunyai rencana untuk menjadi salah satu pemain di distributor motor listrik di Indonesia dengan bekerja sama dengan Yadea pada Februari 2023. Yadea merupakan brand motor listrik dengan pangsa pasar terbesar di China, di mana market share-nya mencapai 61,2% pada 2021 dan telah menjual 13 juta motor listrik di seluruh dunia.

Hingga akhir Februari 2023, Yadea berhasil menjual 1.000 unit motor dan sepeda listrik di Indonesia. Penjualan motor listrik berpotensi meningkat dari tahun ke tahun, didorong oleh insentif pemerintah atas pembelian motor listrik baru. Pemerintah Indonesia mempunyai target atas motor listrik yang mengaspal di Indonesia sebanyak 13,47 juta unit pada tahun 2023, setara 10,7% dari total jumlah motor di Indonesia pada akhir 2022.

Menilik prospek pasar EV dari perkembangan merek lain dan peluang IMAS

Berdasarkan data Gaikindo pada 2022, 2 mobil listrik yang paling laris di Indonesia adalah Ioniq dari Hyundai dan Wuling Air EV dari Wuling, yang masing-masing terjual 1.874 unit dan 8.053 unit. Tren penjualan Ioniq masih berlanjut pada 2023, di mana penjualannya mencapai 1.755 unit per 4M22, setara 93,6% dari penjualan FY22.

Pic:  Penjualan bulanan Mobil Ioniq 2022-2023 
Sumber: Gaikindo & Stockbit Analysis

Di sisi lain, penjualan Wuling Air EV per bulan pada 2023 menurun cukup signifikan jika dibandingkan dengan 2022. Pihak perusahaan mengatakan bahwa penurunan penjualan pada awal tahun disebabkan oleh banyaknya libur pada Januari dan Februari.

Tren perbaikan penjualan Wuling Air EV mulai terlihat pada Maret dan April 2023, menyusul diresmikannya insentif pembelian mobil listrik pada Maret 2023 dan mulai berlaku pada awal April 2023.

Pic: Penjualan Wuling Air EV per bulan 2022-2023
Sumber: Gaikindo & Stockbit Analysis 

Berkaca dari data penjualan pada Wuling dan Ioniq, secara keseluruhan penjualan mobil listrik menunjukan tren positif. Oleh karena itu, rencana IMAS untuk mendistribusikan banyak merek mobil listrik dengan varian harga yang lebih bervariatif berpotensi memberikan dampak positif bagi segmen otomotif perseroan. Pertumbuhan segmen otomotif dapat memberikan dampak positif secara tidak langsung bagi segmen jasa keuangan IMAS akibat naiknya permintaan pembiayaan kendaraan untuk membeli mobil listrik.


Prospek IMAS di Pasar Truk dan Commercial Car

Selain passenger car, segmen kendaraan yang berpotensi mengalami perkembangan adalah kendaraan komersial. Menurut laporan ReportLinker, total kendaraan komersial di Indonesia diproyeksikan akan mencapai 6,5 juta unit pada 2026 (vs. 2021: 4,8 juta unit) atau meningkat CAGR 5Y +5,5%.

Pertumbuhan bisnis kendaraan komersial berpotensi didukung oleh meningkatnya aktivitas tambang yang kembali tumbuh menyusul kenaikan beberapa harga komoditas seperti nikel, minyak sawit, dan lain-lain. Selain itu, program hilirisasi pemerintah juga berpotensi meningkatkan permintaan untuk kendaraan komersial.

Berbeda dengan pasar passenger car, IMAS menjadi salah satu market leader di segmen kendaraan komersial dalam negeri melalui Hino, yang merupakan merek truk dengan market share kedua terbesar di Indonesia per 2022.

Penjualan Hino sendiri meningkat +49,2% YoY menjadi 30,8 ribu unit pada 2022, setara 33,3% dari total penjualan truk di Indonesia. Saingan terbesar Hino dalam segmen ini adalah truk keluaran Mitsubishi, Mitsubishi Fuso, yang mencatatkan penjualan sebesar 37,6 ribu unit pada 2022.

Jika dilihat secara 6 tahun kebelakang, pangsa pasar Mitsubishi Fuso cenderung menurun dari 47% pada 2017 menjadi 41% pada 2022. Sedangkan, pangsa pasar Hino cenderung lebih stabil dengan pangsa pasar di level 33%. Dapat dilihat dari tabel di bawah bahwa pangsa pasar Hino mengalami pemulihan sejak pandemi Covid-19, sedangkan Mitsubishi Fuso mengalami penurunan dari 50% ke 41%.

Pic: Penjualan Truck Indonesia tahun 2017-222.
Sumber: Gaikindo & Stockbit analysis

Selain truk Hino, IMAS juga mendistribusikan beberapa alat berat atau kendaraan komersial lainnya beserta suku cadang dan aksesoris yang dapat digunakan pada sektor pertambangan, perkebunan, maupun alat angkut berat seperti forklift. Beberapa mereknya antara lain Volvo, Renault Truck, Kalmar, Manitou, dan John Deere

Pada 2017–2022, penjualan truk dan alat berat berkontribusi cukup signifikan terhadap total pendapatan perusahaan pada segmen operasi otomotif di level 35–50%.


Bisnis Lain Jadi Penopang Laba IMAS Selama Ini

Segmen otomotif IMAS tercatat mengalami beberapa kali rugi bersih pada 2017–2022, kecuali pada 2019 dan 2021. Sementara kinerja segmen otomotif berfluktuasi, laba bersih IMAS pada periode tersebut didukung oleh segmen jasa keuangan dan sewa kendaraan serta bisnis lain-lain yang terdiri dari distribusi bahan bakar kendaraan dan pelumas.

Laba bersih yang disumbangkan oleh segmen jasa keuangan dan sewa kendaraan relatif stabil. Sedangkan laba bersih dari segmen lain-lain cenderung mengalami tren kenaikan

Pic: Pendapatan, Laba Kotor, dan Laba Bersih Perusahaan Per Segmen 2017-2022 .
Sumber: Laporan tahunan IMAS 2017-2022 & Stockbit Analysis 

Salah satu penyebab segmen otomotif merugi adalah beban keuangan yang cukup signifikan, sekitar 30–40% laba kotor perusahaan. Kondisi tersebut berdampak negatif bagi laba bersih segmen tersebut.

Sementara itu, laba bersih IMAS didukung oleh segmen bisnis lainnya seperti distribusi bahan bakar kendaraan dan pelumas dengan merek Exxon yang terus tumbuh setiap tahunnya sejak 2018. Exxon Mobil mulai bekerjasama dengan PT Indomobil Prima Energi, salah satu anak usaha IMAS sejak tahun 2017. Pendapatan dari segmen ini terus bertumbuh dengan CAGR 4Y sebesar +29,6% menjadi 2,9 triliun rupiah pada 2022.

Sebagai informasi, SPBU Exxon banyak berlokasi pada daerah yang belum terjangkau oleh SPBU Pertamina seperti Purwakarta, Cikarang, Karawang, dan Pandeglang.

Selain bisnis distribusi bahan bakar, laba bersih IMAS didukung oleh segmen bisnis seperti jasa keuangan yang dioperasikan oleh Indomobil Multi Jasa ($IMJS) yang berfokus di bidang multifinance, dan sewa kendaraan serta logistik. Pada 2022, segmen ini memberikan kontribusi sebesar 32% dari total laba bersih IMAS yang mencapai 105 miliar rupiah.

Per 2022, salah satu anak usaha IMJS di bidang penyewaan kendaraan, PT CSM Corporatama, memiliki 21.550 unit armada dengan 78% di antaranya masih berusia di bawah 4 tahun. Perusahaan tidak mencantumkan tingkat okupansi atas sewa kendaraannya.

Jika penjualan mobil listrik khususnya merek yang didistribusikan oleh IMAS sukses seperti di negara asalnya, maka segmen kendaraan otomotif dan bengkel milik IMAS berpotensi mengalami turnaround dan berbalik dari rugi menjadi untung. Jika banyak mobil listrik yang terjual dari IMAS, IMJS selaku multifinance juga dapat diuntungkan sebagai penyedia jasa pengkreditan mobil.


Valuasi

Karena sempat mengalami kerugian pada 2017, 2020, dan 2021, valuasi saham IMAS tidak cocok dihitung menggunakan Price-to-Earnings (P/E) Ratio, dan sebaiknya dihitung menggunakan Price-to-Book Value (P/BV) Ratio atau Price-to-Sales (P/S) Ratio. Valuasi menggunakan P/E Ratio dapat menunjukan hasil yang misleading, sehingga P/BV dan P/S digunakan.

Berdasarkan P/BV Ratio, saham IMAS saat ini diperdagangkan sedikit di bawah mean standard deviation 10 tahunannya di level 0,71x. Jika dibandingkan dengan peers-nya, valuasi IMAS masih berada di bawah valuasi ASII yang memiliki P/BV sebesar 1,31x.

Berdasarkan P/S Ratio, saham IMAS saat ini diperdagangkan sedikit di atas mean standard deviation-nya di angka 0,32x. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan ASII yang diperdagangkan di level 0,84x.

Pic: IMAS 10Yr P/BV Standard Deviation Band 
Sumber: Stockbit Keystats
Pic: IMAS 10Yr P/S Standard Deviation Band 
Sumber: Stockbit Keystats

Nah, dengan potensi ke depan dan valuasinya saat ini, apakah menurut kamu saham IMAS masih menarik untuk dibeli? We provide, you decide.


________________
Penulis: 

Michael Owen Kohana, Investment Analyst

Editor: 

Edi Chandren, Investment Analyst Lead

Rahmanto Tyas Raharja, Investment Analyst Lead

Aulia Rahman Nugraha, Senior Investment Journalist

Copyright 2023 Stockbit, all rights reserved.

Disclaimer: 

Semua konten dalam artikel ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

PT Stockbit Sekuritas Digital (β€œStockbit”),  Perusahaan efek yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. 

Selanjutnya, semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah β€œhttps://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri β€œ@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.

πŸ›’οΈ ELSA: Tumbuh Gesit, Valuasi Irit? by Hendriko Gani

Elnusa ($ELSA) mencatat pertumbuhan pendapatan dan laba yang drastis pada FY22, dengan kenaikan masing-masing sebesar +51,2% YoY dan +247,3% YoY. Tren positif ini berlanjut pada 1Q23, di mana pendapatan tumbuh +28,5% YoY dan laba bersih naik +53,4% YoY. 

Ada 2 penyebab khusus dari pertumbuhan yang cepat ini, antara lain: 

  1. Pemulihan segmen bisnis di bidang hulu migas dan jasa pendukung migas seiring kenaikan investasi di sektor hulu migas Indonesia sebesar +11% YoY pada 2022. Pertumbuhan investasi ini mendorong kenaikan jumlah kegiatan hulu migas mulai dari eksplorasi hingga eksploitasi. Per 1Q23, laba bersih ELSA dari segmen hulu migas mencapai 24 miliar rupiah, lebih tinggi dari realisasi laba bersih segmen tersebut pada FY22 yang mencapai 16,8 miliar rupiah. Pada periode yang sama, segmen jasa penunjang migas mengalami kenaikan laba bersih sebesar +16,7% YoY.

  2. Bisnis distribusi migas yang cenderung stabil juga terus mengalami pertumbuhan. Pada 2012–2022, laba bersih bisnis jasa distribusi dan logistik energi ELSA tumbuh dengan CAGR sebesar +24,4%.

Dengan target pertumbuhan investasi hulu migas yang mencapai +26% YoY menjadi 15,5 miliar dolar AS pada 2023, serta valuasi saham ELSA yang secara P/E Ratio berada di level 5,76x dan mendekati level terendah dalam 5 tahun terakhir, apakah saham ELSA layak dibeli?


Sekilas Tentang ELSA


ELSA merupakan perusahaan minyak dan energi sekaligus anak usaha dari Pertamina Hulu Energi. Saat ini, kegiatan usaha yang dijalankan ELSA meliputi 3 segmen, yaitu:


Jasa Hulu Migas

Menyediakan jasa layanan terpadu dalam aktivitas eksplorasi, eksploitasi, hingga perawatan sumur minyak dan gas (migas). Segmen ini memiliki 2 divisi, yakni divisi upstream services yang melayani jasa pemeliharaan dan pengelolaan lapangan migas dan jasa penyelidikan dan pengolahan jasa seismik, serta divisi engineering, production and construction - operation & maintenance yang melayani perawatan sumur migas yang telah berproduksi.

Performa dari segmen jasa hulu migas sangat bergantung dengan aktivitas hulu migas di Indonesia, mulai dari kegiatan eksplorasi hingga pengeboran sumur baru. Ketika aktivitas hulu migas – seperti eksplorasi pengeboran minyak – sedang aktif atau gencar dilaksanakan, maka kinerja sektor ini berpotensi meningkat dan begitu pula sebaliknya.

Pic: Divisi dan kegiatan usaha jasa hulu migas ELSA.
Sumber: Stockbit analysis

Jasa Penunjang Migas

Segmen jasa penunjang migas menyediakan segala layanan dalam mendukung kegiatan eksplorasi hingga eksploitasi sumur migas, seperti jasa manajemen dan pengelolaan data, kapal penunjang kegiatan lepas pantai (offshore service vessels/OSV), serta fabrikasi dan konstruksi. Dalam menjalankan bisnisnya di segmen ini, ELSA dibantu oleh anak-anak usahanya.

Sama seperti jasa hulu migas, segmen jasa penunjang migas juga sangat dipengaruhi oleh aktivitas pada hulu migas di Indonesia, tetapi dengan volatilitas pendapatan yang lebih rendah secara historis.

Pic: Kegiatan usaha segmen jasa penunjang migas ELSA.
Sumber: Stockbit analysis

Jasa Distribusi dan Logistik Energi

Berbeda dengan 2 segmen lainnya yang sensitif terhadap hulu migas, segmen jasa distribusi dan logistik energi menjalankan kegiatan usaha jasa hilir migas berupa jasa penyimpanan, perdagangan, pendistribusian, dan pemasaran produk migas di Indonesia.

Karena segmen jasa distribusi dan logistik energi bergerak di industri hilir, segmen ini memiliki karakteristik yang cenderung stabil meningkat dibandingkan dengan kedua segmen lainnya.

Pic:Kegiatan usaha segmen jasa distribusi dan logistik energi ELSA.
Sumber: Stockbit analysis

Selama 11 tahun terakhir, kontribusi segmen jasa hulu migas ELSA terus mengalami penurunan kinerja seiring penurunan aktivitas hulu migas di Indonesia. Penurunan volume pekerjaan dan rate penyewaan peralatan juga mengakibatkan turunnya margin laba bersih di segmen ini, sehingga mengalami kerugian pada 2017–2018 dan 2020–2021. Segmen jasa hulu migas ELSA memang memiliki karakteristik margin yang berfluktuasi seiring dengan kenaikan dan penurunan rate penyewaan peralatan dan pekerjaan hulu migas.

Di sisi lain, segmen distribusi dan logistik energi terus mengalami peningkatan pendapatan. Pada 2012–2022, segmen ini mengalami pertumbuhan pendapatan hingga hampir 5x lipat, sekitar +392,7%. Dalam 11 tahun terakhir, segmen ini memiliki margin laba bersih yang berkisar antara 2–7%.

Pic: Breakdown laba bersih ELSA pada 2012-2022.
Sumber: Stockbit analysis

Kinerja Hulu Migas Indonesia: Apa Dampaknya bagi ELSA?


Rendahnya investasi di sektor hulu migas dalam 1 dekade terakhir, diperparah dengan konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina, telah menyebabkan krisis energi di beberapa negara. Kondisi tersebut menyadarkan banyak negara untuk independen dalam menyediakan kebutuhan energi mereka. Akibatnya, aktivitas hulu migas global mengalami peningkatan signifikan sejak 2021 hingga saat ini.

Di Indonesia sendiri, pemerintah Indonesia secara historis selalu berusaha untuk meningkatkan kemandirian energi. Di sisi lain, kebutuhan energi yang tinggi di dalam negeri menyebabkan Indonesia masih perlu mengimpor migas dari negara lain. Pada 2022, Indonesia tercatat mengimpor minyak mentah sebesar 15,26 juta ton, naik +10% YoY dari realisasi 2021.

Segmen jasa hulu migas dan jasa penunjang migas ELSA berpotensi masih terus mengalami pertumbuhan ke depannya. Sebab, SKK Migas memiliki target untuk meningkatkan produksi dalam negeri dengan target lifting migas mencapai 1 juta barel minyak per hari (bopd) dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (bscfd) pada 2030. Sebagai perbandingan, lifting minyak mentah Indonesia pada 2022 hanya sebesar 612.300 bopd, dengan lifting gas sebesar 5.347 juta standar kaki kubik gas per hari (mmscfd).

Pada 2023, SKK Migas menargetkan lifting minyak sebesar 660.000 bopd dan lifting gas sebesar 6.160 mmscfd. Pemerintah juga menargetkan investasi di sektor hulu migas pada 2023 mencapai 15,5 miliar dolar AS (+26% YoY), dengan investasi untuk kegiatan eksplorasi sebesar 3 miliar dolar AS (vs. FY22: 0,7 miliar dolar AS) dan pengeboran sumur pengembangan hingga 919 sumur (vs. FY22: 760 sumur). Target-target ini berpotensi memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan kegiatan hulu migas di Indonesia pada tahun ini.

Per 1Q23, realisasi investasi hulu migas di Indonesia tercatat tumbuh +25,2% YoY menjadi 2,6 miliar dolar AS (vs. 1Q22: 2,1 miliar dolar AS).

Pic:  Realisasi investasi hulu migas per 1Q23
Sumber: SKK Migas
Pic: Capaian dan target pengeboran sumur pengembangan per 1Q23
Sumber: SKK Migas

Optimalisasi Pengadaan dan TKDN: Tailwinds untuk ELSA

Peningkatan aktivitas hulu migas berpotensi meningkatkan volume pekerjaan serta kenaikan rate peralatan yang dimiliki ELSA, sehingga dapat meningkatkan kinerja segmen hulu migas dan jasa penunjang migas milik perseroan. Kedua segmen tersebut memiliki korelasi positif dengan aktivitas hulu migas.

Selain itu, kewajiban Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebesar 57% bagi pengeboran sektor hulu migas juga memberikan jaminan bagi pertumbuhan kinerja ELSA ke depannya. Dengan adanya TKDN ini, para kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) swasta akan melirik ELSA sebagai salah satu penyedia jasa hulu migas yang dapat memenuhi kebutuhan pengadaan keperluan kerja mereka dalam melakukan eksplorasi maupun pengeboran minyak di Indonesia, selagi memenuhi kewajiban minimum TKDN.

Pic: Target dan nilai TKDN SKK Migas per 1Q23
Sumber: SKK Migas

Performa Keuangan ELSA pada 1Q23

ELSA mencatatkan pertumbuhan laba bersih sebesar +53,4% YoY menjadi 115 miliar rupiah pada 1Q23. Pencapaian tersebut didukung oleh pertumbuhan pendapatan sebesar +28,5% YoY menjadi 3,1 triliun rupiah, ditambah dengan ekspansi margin laba sehingga laba bersih dapat bertumbuh lebih signifikan.

Berikut kinerja masing-masing segmen dari ELSA pada 1Q23:

Segmen Jasa Hulu Migas

Jasa hulu migas memberikan kontributor terbesar bagi pertumbuhan laba bersih ELSA. Bahkan, pencapaian laba bersih dari segmen jasa hulu migas ELSA telah berhasil melampaui pencapaian segmen ini selama FY22 yang mencapai 16,7 miliar rupiah.

Segmen jasa hulu migas mencatatkan laba bersih sebesar 24,7 miliar rupiah pada 1Q23, berbalik dari rugi sebesar 6,4 miliar rupiah pada 1Q22. Realisasi ini didorong oleh pertumbuhan pendapatan sebesar +11% YoY menjadi 986 miliar rupiah serta ekspansi margin laba bruto menjadi 11,4% (vs. 1Q22: 5,7%).

Secara kuartalan, walaupun pendapatan mengalami penurunan -21,7% QoQ, penurunan yang lebih signifikan di beban pokok penjualan (-25,3% QoQ) menyebabkan laba bruto masih dapat bertumbuh +25,6% QoQ.

Pendapatan segmen jasa hulu migas berkontribusi sebesar 31% dari total pendapatan ELSA, dengan laba bersih berkontribusi 21,5% dari total laba bersih.

Berdasarkan informasi laporan tahunan ELSA yang menyatakan bahwa utilisasi peralatan sudah hampir mencapai level maksimum, serta capex untuk eksplorasi pada 1Q23 yang belum signifikan, mengindikasikan bahwa kenaikan pendapatan ELSA pada 1Q23 diakibatkan oleh rate penyewaan yang lebih baik, mengakibatkan kenaikan bagi seluruh margin segmen jasa hulu migas.

Pic: Performa keuangan segmen jasa distribusi dan logistik energi ELSA pada 1Q23.
Sumber: Stockbit analysis
Pic: Tingkat utilitas peralatan ELSA per FY22.
Sumber: Laporan tahunan ELSA 2022

Segmen Jasa Penunjang Migas

Pada segmen jasa penunjang migas, ELSA berhasil mencatatkan pertumbuhan laba sebesar +16,7% YoY, didukung oleh pertumbuhan pendapatan sebesar +46,7% YoY. Namun, beban biaya pokok pendapatan (+49,9% YoY), beban pajak final (+77,4% YoY), dan beban pajak penghasilan (+44,6% YoY) yang tumbuh lebih signifikan menyebabkan penurunan margin laba bersih di segmen ini.

Secara kuartalan, segmen jasa penunjang migas telah berbalik menjadi untung dari sebelumnya mengalami kerugian sebesar 3,2 miliar rupiah pada 4Q22. Pertumbuhan pendapatan sebesar +15,5% QoQ, pertumbuhan beban pokok pendapatan (+10,7% QoQ) yang lebih moderat, dan penurunan beban umum dan administrasi (-16,8% QoQ) ikut menyumbang pertumbuhan laba bersih.

Segmen jasa penunjang migas berkontribusi 15% dari total pendapatan ELSA, dengan andil laba bersih sebesar 17,5% dari total laba bersih.

Pertumbuhan pada segmen jasa penunjang migas sejalan dengan pertumbuhan segmen jasa hulu migas yang sama-sama mendapatkan eksposur dari pertumbuhan sektor hulu migas.

Pic: Performa keuangan segmen jasa penunjang migas ELSA pada 1Q23.
Sumber: Stockbit analysis

Segmen Distribusi dan Logistik Energi

Segmen distribusi dan logistik energi mengalami pertumbuhan laba bersih sebesar +9,3% YoY menjadi 70 miliar rupiah pada 1Q23. Pertumbuhan tersebut disumbang oleh kenaikan total pendapatan sebesar +28,5% YoY menjadi 1,8 triliun rupiah. Namun, pertumbuhan pada beban pokok pendapatan yang lebih agresif (+30,1% YoY) menyebabkan margin laba kotor turun menjadi 6,6% (vs. 1Q22: 7,8%).

Secara kuartalan, walaupun segmen ini mengalami penurunan pendapatan sebesar -20% QoQ, margin laba bersih yang lebih tinggi (3,9% vs. 4Q22: 3%) menyebabkan laba bersih masih dapat bertumbuh sebesar +6% QoQ.

Segmen distribusi dan logistik energi merupakan kontributor terbesar bagi kinerja keuangan ELSA. Segmen ini mencerminkan 56,9% dari total pendapatan ELSA, dengan kontribusi laba bersih sebesar 60,9% dari total laba bersih.

Dalam wawancara dengan tim Stockbit pada April 2023, manajemen ELSA mengatakan bahwa pertumbuhan pendapatan di segmen distribusi dan logistik disumbang oleh subsegmen penjualan BBM non-subsidi kepada pelanggan industri dan marine (InMar) yang memiliki margin lebih kecil. Oleh karena itu, margin di segmen distribusi dan logistik energi terus mengalami penurunan sepanjang 2022.

Pic: Performa keuangan segmen jasa distribusi dan logistik energi ELSA pada 1Q23
Sumber: Stockbit analysis

Valuasi

Realisasi positif kinerja ELSA pada 1Q23 muncul di tengah penghentian pengeboran sumur minyak akibat pemeriksaan dan penyuluhan keselamatan kerja (safety stand-down) yang diadakan Pertamina pada Februari–Maret 2023. Oleh karena itu, dengan target lifting migas dari SKK Migas serta upaya mengejar ketertinggalan akibat safety stand-down pada 1Q23, aktivitas hulu migas berpotensi meningkat pada kuartal-kuartal selanjutnya.

Meski demikian, efek libur lebaran yang menyebabkan lebih sedikitnya hari kerja, mungkin saja kembali berpotensi menghambat pertumbuhan ELSA pada 2Q23.

Per 31 Mei 2023, ELSA diperdagangkan pada valuasi 5,76x PE TTM dan berada sedikit di bawah -1x Std. Deviation Band 10 tahunannya.

Pic: Elsa 10Yr P/E Standard Deviation Band 
Sumber: Stockbit Keystats

Jika kita hanya memperhitungkan laba bersih dari segmen jasa distribusi dan logistik energi, valuasi ELSA saat ini merepresentasikan 8x PE Ratio TTM, masih di bawah valuasi dari AKRA yang saat ini diperdagangkan pada 11x PE Ratio secara laba konsolidasi. Jika ditambah dengan potensi laba bersih dari segmen jasa hulu migas dan jasa penunjang migas, ELSA dapat diperdagangkan pada valuasi yang lebih rendah.

Dibandingkan dengan global peers-nya secara global, Haliburton (NYSE: HAL) dan Schlumberger (NYSE: SLB), Halliburton saat ini diperdagangkan pada 13,19x PE TTM sedangkan Schlumberger diperdagangkan pada 17,91x PE TTM.

Apakah dengan potensi dan risiko ke depan, valuasi saham ELSA yang lebih murah dibandingkan peers membuatnya menarik untuk dibeli? We provide, you decide.


________________
Penulis: 

Hendriko Gani, Investment Analyst

Editor: 

Edi Chandren, Investment Analyst Lead

Calvin Kurniawan, Investment Analyst Lead

Rahmanto Tyas Raharja, Investment Analyst Lead

Aulia Rahman Nugraha, Senior Investment Journalist

Copyright 2023 Stockbit, all rights reserved.

Disclaimer: 

Semua konten dalam artikel ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

PT Stockbit Sekuritas Digital (β€œStockbit”),  Perusahaan efek yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. 

Selanjutnya, semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah β€œhttps://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri β€œ@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.

🏠 Kenaikan Suku Bunga Berhenti, Waktunya Sektor Properti Beraksi? by Syanne Gracetine

Selama 2022, performa sektor properti dan real estate ($IDXPROPERT) terkoreksi sebesar -7,70% dan tertinggal dibandingkan IHSG yang mencetak kenaikan sebesar +4,09%. Penurunan harga saham di sektor properti sendiri terjadi di tengah kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebesar 225 bps dari Agustus 2022 hingga Januari 2023.

Meski harga saham emiten properti yang tertekan, sebenarnya kinerja keuangan pada FY22 tidaklah mengecewakan. Berdasarkan kinerja 4 emiten properti unggulan – yang terdiri dari $BSDE, $CTRA, $SMRA dan $PWON – rata-rata laba bersih naik +48,03% YoY, dengan rata-rata pendapatan tumbuh +8,75% YoY dan rata-rata marketing sales +6,05% YoY. Capaian ini salah satunya juga ditopang oleh insentif PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) pada 2021 hingga September 2022. 

Walaupun insentif PPN DTP tidak diperpanjang, kabar baik muncul dari keputusan Bank Indonesia yang sudah menahan laju kenaikan suku bunga di level 5,75% sejak Februari 2023. Kondisi ini memunculkan ekspektasi bahwa suku bunga Bank Indonesia telah mencapai puncaknya dan berpotensi mulai dipangkas, sehingga dapat berimbas positif terhadap penjualan properti. Investor pun mulai bereaksi positif, yang tercermin dari rata-rata kenaikan harga saham keempat emiten tersebut sebesar +15,76% YTD.

Lantas, apakah ini menjadi awal kebangkitan saham-saham emiten properti? Apakah masih terdapat ruang lanjutan untuk kenaikan saham-saham properti?

Berkaca pada 2016–2017 ketika tingkat suku bunga diturunkan, akankah prestasi emiten dapat terulang? Siapakah emiten yang menjadi juaranya? Serta apa saja risiko yang wajib diantisipasi investor?


Kinerja Emiten Properti pada 1Q23


Pada 1Q23, keempat emiten unggulan properti berhasil menorehkan performa yang solid sebagai berikut:

Pic: Rekapitulasi kinerja profitabilitas dan marketing sales 1Q23
Sumber: Laporan keuangan perusahaan, press release

Jika diamati secara agregat, rata-rata pendapatan dan laba bersih keempat emiten masih bertumbuh masing-masing sebesar +12% YoY dan +65% YoY dengan pertumbuhan pendapatan serta laba bersih terbesar berasal dari BSDE. Namun, tampak terjadi pelemahan secara kuartalan, di mana rata-rata pendapatan turun -1,2% QoQ dan laba bersih turun -14,0% QoQ

Di sisi lain, tren marketing sales cenderung melemah baik secara tahunan (YoY) maupun kuartalan (QoQ), yang diakibatkan oleh berakhirnya kebijakan pemberian insentif PPN DTP di September 2022. Tercatat hanya CTRA yang mencatatkan pertumbuhan marketing sales yang signifikan pada 1Q23. . 

Meski demikian, tren marketing sales ke depan berpeluang meningkat secara gradual jika suku bunga BI mulai dipangkas serta pemulihan ekonomi yang dapat mendorong tingkat pembelian properti

Sementara itu, dari segi rincian pendapatan tiap emiten, maka ada 2 hal yang dapat disimpulkan, yakni:

  • Pemulihan dari segmen recurring lebih kuat seiring dengan tingkat okupansi hotel dan pusat perbelanjaan atau mall yang telah kembali normal. Secara rata-rata, kenaikan pendapatan keempat emiten dari segmen recurring yakni +25,3% YoY (vs. non-recurring atau property development: +1,17% YoY).

  • Jika dirinci, rata-rata pendapatan dari segmen property development untuk keempat emiten masih tertekan khususnya apartemen (-55,1% YoY), ruko (-53,9% YoY), dan perkantoran (-45,0% YoY).

Pemulihan yang lebih kuat pada segmen recurring income tersebut juga tercermin dari rekapitulasi marjin laba kotor (GPM) berikut ini: 

Pic : Rekapitulasi marjin laba kotor (GPM) pada 1Q22 dan 1Q23.
Sumber: Laporan keuangan perusahaan

Lantas bagaimana dengan performa harga saham keempat emiten tersebut? 

Jika dilihat sejak awal tahun ini, harga saham keempat emiten kompak mengalami apresiasi sebesar rata-rata +13,17% YTD, dengan saham BSDE mengalami kenaikan terbesar. Pergerakan positif juga masih berlanjut hingga sebulan terakhir dengan rata-rata kenaikan +11,6% MoM, di mana SMRA berhasil mencetak kenaikan tertinggi yakni +22,64% MoM.

Pic:Pergerakan harga saham periode 1M, 3M, dan YTD.
Sumber: Stockbit per 18 Mei 2023

Apresiasi di Tengah Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga

Apresiasi harga saham keempat harga saham properti tersebut muncul di tengah ekspektasi investor terhadap potensi pemangkasan suku bunga Bank Indonesia. Bank sentral tersebut pun telah menahan laju kenaikan suku bunga acuannya sejak Februari 2023 di level 5,75%. 

Ekspektasi tersebut didasarkan dengan tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia yang saat ini sudah hampir mendekati puncak pada 2019 di level 6%. Pada tahun tersebut, BI sempat menahan suku bunga sebesar 6% selama 8 bulan sebelum akhirnya mulai melakukan pemangkasan pertama kali sebesar 25 bps pada Juli 2019.

Pic: Pergerakan suku bunga Bank Indonesia pada 2019–April 2023. 
Sumber: tradingeconomics.com

Bank Indonesia sendiri menyatakan beberapa alasan yang melandasi keputusan untuk menahan suku bunga, antara lain:

  • Tingkat inflasi Indonesia konsisten melandai dan kini sudah di level 4,9% YoY per April 2023 dengan inflasi inti sebesar 2,9% YoY

  • Pertumbuhan ekonomi relatif solid, per 1Q23 tercatat di level +5,03% YoY

  • Pergerakan nilai tukar rupiah yang cenderung menguat terhadap dolar AS, di mana rupiah telah terapresiasi sebesar +6,1% YTD

Oleh karena itu, ekspektasi investor atas kemungkinan terjadinya pemangkasan suku bunga BI kian meningkat dan mendorong kenaikan harga saham. Secara teoritis, suku bunga yang lebih rendah dapat meningkatkan daya beli para pembeli properti, khususnya mereka yang memilih skema pembayaran cicilan. Dengan demikian, permintaan properti diharapkan bisa meningkat.

Kenaikan harga saham emiten properti sejak awal 2023 memiliki kemiripan dengan kondisi pada 2016–2017. Saat itu, BI memangkas suku bunga sebanyak 275 bps secara beruntun tanpa henti, dari 7,5% pada Desember 2015 menjadi 4,75% pada Oktober 2017.

Pic: Pergerakan harga saham emiten properti dan suku bunga BI 2015-2016.
Sumber: Chartbit Stockbit, BI Website

Jika dilihat dari grafik di atas, terlihat bahwa sekitar 3–4 bulan sebelum suku bunga dipangkas pada Januari 2016, harga saham emiten properti mulai menunjukan penguatan. Jika mengambil titik terendah pada September 2015 hingga tertinggi pada September 2016, rata-rata kenaikan harga saham keempat emiten mencapai +78,4% dengan rincian: 

  • BSDE naik +56,6%

  • CTRA naik +96,3%

  • SMRA naik +56,7%

  • PWON naik +103,9%


Kenaikan harga saham tersebut seperti mencerminkan pepatah lama, bahwa β€œStock market is a forward looking machine.” Hal ini tercermin dari apresiasi harga saham emiten properti yang ditopang oleh ekspektasi investor atas kemungkinan pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia.  

Oleh karena itu, investor perlu memperhatikan perubahan kebijakan moneter Bank Indonesia serta menilik seberapa signifikan efeknya ke penyesuaian bunga KPR oleh para perbankan. Kedua faktor tersebut dapat membantu untuk mengukur permintaan konsumen atas properti.


Mengukur Signifikansi Pemangkasan Suku Bunga terhadap Permintaan Properti

Penurunan suku bunga adalah hal krusial bagi emiten properti, khususnya bagi konsumen. Begitu pula dengan pemberian insentif yang bertujuan meringankan beban pendanaan. Sebab, fasilitas KPR masih menjadi pilihan utama dalam pembelian properti residensial dengan sekitar 75% dari total pembiayaan per 4Q22.

Pic:  Komposisi skema pembayaran properti.
Sumber: Survei Harga Properti Residential BI 4Q22

Salah satu contohnya ketika kebijakan insentif PPN DTP selesai per September 2022. Kebijakan ini dilakukan menyusul suku bunga BI yang mulai dinaikkan sebesar 25 bps pada Agustus 2022 ke 3,75% pasca ditahan selama 18 bulan di level 3,5%. Akibatnya, appetite konsumen terhadap pembelian properti berkurang. 

Pic: Indeks harga properti tiap tipe rumah. 
Sumber: Survei Harga Properti Residential BI 4Q22

Penyesuaian bunga KPR bersifat lagging


Penyesuaian antara kenaikan bunga KPR dengan suku bunga BI bersifat lagging. Jika diperhatikan, rate KPR sebesar 7,98% pada Desember 2022 hanya naik +0,38% dari titik terendah pada tahun tersebut yang berada di level 7,6% pada Juni 2022. Padahal, suku bunga Bank Indonesia telah naik 2% dalam rentang waktu yang sama, dari 3,5–5,5%.  

Pic: Ekspektasi inflasi di Indonesia
Sumber: Lembaga-lembaga terkait

Hal menarik untuk diamati adalah kenaikan suku bunga KPR yang masih sedikit di tengah kenaikan suku bunga yang agresif oleh Bank Indonesia. Kondisi tersebut didasarkan oleh kondisi likuiditas perbankan yang memadai, sehingga bank berlomba-lomba menyalurkan pembiayaan ke sektor yang dianggap menjanjikan termasuk properti. 

Mengacu data suku bunga KPR (fixed rate) tenor 10 tahun dari $BBCA, $BBRI, $BBNI, $BMRI dan $BBTN, saat ini rate berada di rentang 7,25–7,88%.

Dengan demikian, sektor properti berpotensi mendapatkan triple tailwinds, baik dari peningkatan pertumbuhan ekonomi (baca tentang rotasi sektoral), potensi pemangkasan suku bunga oleh Bank Indonesia dan kompetisi ketat perbankan di segmen KPR yang membuka ruang untuk penurunan suku bunga KPR berpotensi menurunkan suku bunga. 


Valuasi

Dari segi valuasi P/BV Ratio keempat emiten properti kompak berada di posisi yang rendah dalam 10 tahun terakhir, dengan valuasi di sekitar 1 standar deviasi di bawah rata-rata historis Artinya, tekanan jual terhadap emiten properti berpotensi semakin minim, sehingga downside risk atas penurunan harga saham berkurang.

Pic: PBV Band (10Y) BSDE, CTRA, SMRA, PWON.
Sumber: Stockbit (per 23 Mei 2023) 

Lantas, apakah momen ini menjadi buying opportunity? Akankah penguatan harga saham pada 2016–2017 akan terulang kembali kali ini? Dan apakah kinerja emiten properti dapat kembali terakselerasi ketika suku bunga dipangkas? We provide, you decide!


________________
Penulis: 

Syanne Gracetine, Investment Analyst

Editor: 

Edi Chandren, Investment Analyst Lead

Calvin Kurniawan, Investment Analyst Lead

Aulia Rahman Nugraha, Senior Investment Journalist

Copyright 2023 Stockbit, all rights reserved.

Disclaimer: 

Semua konten dalam artikel ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

PT Stockbit Sekuritas Digital (β€œStockbit”),  Perusahaan efek yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. 

Selanjutnya, semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah β€œhttps://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri β€œ@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.

πŸ”„ Sektor Energi Turun, IHSG Alami Rotasi Sektoral? by Edi Chandren

Bagi investor dan trader yang sudah lama berkecimpung di pasar modal, fenomena rotasi sektoral (sectoral rotation) bukanlah suatu hal yang asing. Fenomena ini terjadi ketika dana berpindah (fund flow) dari suatu sektor ke sektor lainnya di dalam suatu market. 

Rotasi sektoral biasanya disebabkan oleh perubahan sentimen – baik itu optimisme ataupun pesimisme – dari para investor terhadap outlook suatu sektor di masa depan, biasanya dalam 6–12 bulan ke depan. Jika outlook suatu sektor dinilai kurang menjanjikan ke depannya, ia akan mulai ditinggalkan dan digantikan dengan sektor lain yang dirasa memiliki outlook yang lebih baik. 

Salah satu contoh fenomena rotasi sektoral yang cukup familiar bagi para investor adalah rotasi dari sektor growth ke sektor yang lebih defensive ketika kondisi market sedang tidak kondusif. Penyebabnya bisa bermacam-macam, seperti perlambatan pertumbuhan ekonomi, meningkatnya tensi geopolitik, atau goncangan pada pasar akibat kasus suatu perusahaan besar. Pada periode-periode menantang seperti itu, investor akan menghindari sektor-sektor yang dianggap memiliki risiko tinggi dan β€˜memarkir’ dana mereka ke sektor yang lebih β€˜aman’ dan stabil, seiring pergeseran prioritas dari capital gain menjadi capital protection.


Rotasi Sektoral: dari Energi ke Konsumer

Saat ini, kami melihat sedang terjadi sector rotation di IHSG, di mana investor dan trader mulai beralih dari sektor komoditas energi ke sektor konsumer dan properti. Peralihan ini terjadi karena alasan fundamental dan non-fundamental, atau kombinasi keduanya. 

Perpindahan sektoral tersebut tercermin dari tren kontras pergerakan sektor-sektor ini dari sekitar satu bulan yang lalu. Secara spesifik, pada 18 April–19 Mei 2023, sektor komoditas energi yang diwakili oleh indeks IDXENERGY mencatatkan penurunan harga sebesar -12,4%, sementara sektor konsumer yang diwakili oleh indeks IDXNONCYC dan IDXCYCLIC masing-masing naik +4,2% dan +4,7%. Pada periode yang sama, sektor properti – yang diwakili oleh indeks IDXPROP – juga mencatatkan kenaikan sebesar +5,8%. Ketiga indeks ini (IDXNONCYC, IDXCYLIC, IDXPROP) merupakan 3 indeks dengan kenaikan tertinggi selama 18 April–19 Mei 2023.

Pergerakan harga yang berlawanan ini bisa dikatakan yang pertama kali terjadi sejak awal 2023, di mana korelasi antara sektor-sektor ini dan juga IHSG secara keseluruhan cukup positif.

Pic: Grafik kinerja indeks sektor energi, konsumer, properti dan IHSG satu tahun terakhir.
Sumber: Stockbit

Secara singkat, sektor komoditas energi dianggap memiliki outlook yang kurang baik, dipengaruhi oleh tren penurunan harga komoditas energi, yang berimbas pada penurunan harga saham di dalam sektor tersebut. Apalagi, komoditas energi adalah sektor yang mencatatkan kinerja harga yang tertinggi pada tahun lalu, sehingga menciptakan tekanan jual (selling pressure) tambahan di market. 

Sebaliknya, sektor konsumer justru diuntungkan dengan pelemahan harga komoditas, seiring dengan menurunnya inflasi dan meningkatnya daya beli masyarakat. Oleh karena itu, sektor konsumer dianggap memiliki outlook yang lebih baik kedepannya setelah 6–12 bulan ke belakang yang menantang, sehingga bisa memberikan kesempatan return yang baik. Mari kita bahas satu per satu.


Sektor Energi Mulai Padam

Secara fundamental, profitabilitas perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam sektor komoditas energi masih dalam kondisi yang solid, tercermin dari pencapaian pada 1Q23 yang baik. Namun, perlu diingat bahwa pergerakan saham-saham komoditas lebih dipengaruhi oleh tren pergerakan harga komoditas itu sendiri (underlying), sehingga ketika harga acuan komoditas mulai menunjukkan pelemahan, harga saham-saham perusahaan di sektor tersebut terimbas secara negatif. 

Sejak 2Q22, harga komoditas energi global mulai menunjukkan penurunan. Harga minyak telah turun -40% dari level tertingginya di 120 dolar AS per barel pada Juni 2022 menjadi 72 dolar AS per barel per 20 Mei 2023. Sementara itu, harga batu bara juga telah turun -63% dari level tertingginya di 440 dolar AS per ton pada September 2022 ke level 162 dolar AS per ton per 20 Mei 2023. 

Penurunan harga yang cukup signifikan pada 2 komoditas tersebut salah satunya disebabkan oleh pesimisme permintaan dari China – importir minyak dan batu bara terbesar di dunia – akibat lambatnya pemulihan di negara tersebut pasca-pelonggaran pembatasan mobilitas. Penurunan harga minyak dan batu bara berpotensi akan tercermin pada kinerja emiten-emiten di 2 sektor ini pada kuartal mendatang. Ke depannya, tren penurunan harga komoditas ini bisa saja berbalik arah apabila terdapat perbaikan yang signifikan dari sisi permintaan atau pengurangan dari sisi supply

Pic: Grafik pergerakan harga minyak dunia (WTI).
Sumber: TradingView
Pic: Grafik pergerakan harga acuan batu bara Newcastle Coal Futures.
Sumber: Stockbit

Selain harga komoditas yang melemah, perlu diingat juga bahwa sektor komoditas energi adalah sektor yang memiliki kinerja kenaikan harga yang tertinggi alias paling menguntungkan untuk investor pada tahun lalu. Selama 2022, indeks IDXENERGY mencatatkan kenaikan harga sebanyak +100%, jauh di atas IHSG dan sektor-sektor lainnya. 

Kenaikan yang signifikan tersebut berpotensi meningkatkan tekanan jual (supply) bagi saham-saham di sektor ini, karena investor dan trader yang ingin merealisasikan keuntungannya khawatir bahwa keuntungan tersebut dapat berubah menjadi kerugian apabila harga saham terus menurun. Sementara itu, tren pelemahan harga komoditas akan membatasi permintaan baru (new demand) terhadap saham-saham di sektor ini. 

Pic: Grafik kinerja harga sektoral selama 2022.
Sumber: IDX

Kebangkitan Sektor Konsumer

Setahun terakhir merupakan periode yang menantang bagi sektor konsumer. Bank Indonesia telah menaikkan suku bunga acuan sebanyak 225 bps sejak Agustus 2022 untuk meredakan inflasi yang tinggi. Meski inflasi mulai melandai, namun efek inflasi yang tinggi sebelumnya secara umum tetap memberikan tekanan pada daya beli masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah.

Di sisi lain, outlook sektor konsumer tampak lebih cerah dalam 6–12 bulan ke depan. Selain harga bahan baku yang sudah lebih bersahabat, pembelanjaan konsumsi berpotensi mengalami peningkatan

Optimisme tersebut tercermin dari asumsi dan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh berbagai lembaga. Dalam KEM PPKF Rancangan APBN 2024, pemerintah memproyeksikan ekonomi akan tumbuh lebih kencang dari level 5,3% pada 2023 ke level 5,3–5,7% pada 2024. Proyeksi ini sejalan dengan prediksi Bank Indonesia, ADB dan OECD. Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi ini akan didorong oleh konsumsi pribadi (private consumption) yang diprediksi tumbuh sebesar 4,4% pada 2023 dan 5,3% pada 2024, menurut OECD.

Optimisme juga terlihat dari indikator Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Pada April 2023, IKK tercatat mengalami peningkatan menjadi 126,1 (vs. Maret 2023: 123,3). Realisasi ini lebih besar dari ekspektasi konsensus yang memperkirakan di level 123, sekaligus menandai level IKK tertinggi sejak Juni 2022. Keyakinan konsumen pada April 2023 didukung oleh meningkatnya Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE).

Pic: Ekspektasi pertumbuhan GDP Indonesia
Sumber: Lembaga-lembaga terkait

Secara umum, peningkatan pembelanjaan konsumsi akan dilandasi oleh beberapa hal:

  1. Tren inflasi yang menurun

  2. Penyelenggaraan pemilu serentak 2024

  3. Kelanjutan pemulihan pada sektor pariwisata

  4. Kebijakan fiskal yang lebih populis

Peningkatan pembelanjaan konsumsi tampaknya akan lebih terkonsentrasi pada 2H23 dan 1H24, atau di antara periode dimulainya kampanye politik hingga masa tenang sebelum pemilihan.

  • Inflasi yang lebih rendah

Kenaikan suku bunga acuan sebesar 225 bps yang dilakukan oleh Bank Indonesia sejak Agustus 2022 sudah mulai membuahkan hasil. Inflasi tercatat mulai melandai, turun dari level 5,95% YoY pada September 2022 ke level 4,33% YoY pada April 2023.

Secara tahunan, Bank Indonesia memprediksi inflasi akan berada pada level 2–4% pada 2023. Ini mengindikasikan bahwa Bank Indonesia memprediksi tren penurunan inflasi akan berlanjut, bahkan hingga 2024, di mana Bank Indonesia memperkirakan inflasi secara tahunan akan berada pada level 1,5–3,5%. Lagi-lagi, prediksi ini sejalan dengan berbagai proyeksi berbagai lembaga, termasuk pemerintah. Inflasi yang lebih rendah tentunya akan memberikan dampak yang positif terhadap daya beli masyarakat.

Pic: Grafik inflasi bulanan (YoY) dari Januaril 2022–April 2023.
Sumber: BPS (diolah Kompas)
Pic: Ekspektasi inflasi di Indonesia
Sumber: Lembaga-lembaga terkait

  • Pemilu serentak 2024, terbesar sepanjang sejarah

Indonesia akan menyelenggarakan pemilihan umum presiden dan legislatif pada 14 Februari 2024, yang kemudian akan disusul oleh pemilihan kepala daerah pada 27 November 2024. Pemilu kali ini berbeda dibandingkan pemilu sebelumnya, di mana pemilihan presiden, legislatif, maupun kepala daerah kali ini dilakukan secara serentak di tahun yang sama. Pada edisi sebelumnya, pemilu kepala daerah terpecah ke dalam beberapa periode (2017 dan 2020), meskipun pemilihan presiden dan legislatif masih dilakukan pada periode yang sama. 

Ini berarti pemilu tahun depan akan menjadi pemilu terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Dengan diselenggarakannya pemilu serentak kali ini, skala aktivitas politik atau kampanye tentunya akan lebih besar dibandingkan edisi-edisi sebelumnya, sehingga dampak terhadap ekonomi juga berpotensi lebih besar

Pic: Tahapan pemilu legislatif dan presiden 2024.
Sumber: KPU

  • Visit Indonesia

Sejak meredanya kasus Covid-19 di tanah air dan dilonggarkannya mobilitas masyarakat, sektor pariwisata – yang merupakan sektor bisnis paling terdampak dari pandemi – mulai berangsur pulih

Kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) terus mencatatkan kenaikan dari bulan ke bulan terutama ketika bandara-bandara utama di Indonesia mulai dibuka kembali. Namun, jumlah wisman yang saat ini berada pada kisaran 700–800 ribu per bulan masih lebih rendah dibandingkan dengan level sebelum pandemi. Pada tahun 2019, Indonesia konsisten mencatatkan jumlah wisman di atas 1 juta per bulan. 

Pemulihan ekonomi global berpotensi memberikan dampak positif terhadap sektor pariwisata termasuk di Indonesia, sehingga tren pemulihan jumlah kunjungan wisatawan bisa berlanjut dan menyentuh level pra-pandemi. Sebagai catatan, ADB memprediksikan pertumbuhan ekonomi global akan berada pada 2,6% pada 2023 dan 2,9% pada 2024.

Pic: Grafik perkembangan bulanan jumlah wisman
Sumber: Kemenparekraf
  • Kebijakan fiskal yang cenderung lebih populis


Kami berpendapat bahwa pentingnya kestabilan politik akan menjadi fokus lebih tinggi bagi pemerintah menjelang periode pemilu, karena potensi terjadinya ketidakharmonisan yang berakar dari perbedaan pendapat di masyarakat. Oleh karena itu, menurut kami, pemerintah akan menghindari mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang drastis. Sebaliknya, kebijakan-kebijakan yang memiliki dampak positif terhadap masyarakat luas akan lebih diprioritaskan karena dapat mendukung kestabilan politik di dalam tanah air.

  • Tren penurunan harga komoditas positif untuk sektor konsumer, mulai terlihat per 1Q23


Berbanding terbalik dengan emiten-emiten di sektor komoditas, penurunan harga komoditas justru memberikan dampak yang positif bagi emiten-emiten di sektor konsumsi. Ini tercermin pada kinerja memuaskan yang dicatatkan oleh beberapa emiten konsumer pada 1Q23. Secara umum, laba emiten-emiten konsumer berhasil tumbuh yang didorong oleh margin yang lebih tinggi, berkah dari penurunan harga bahan baku

Perlu diingat bahwa dampak keseluruhan dari penurunan harga komoditas belum sepenuhnya terefleksi pada kinerja 1Q23, karena perusahaan konsumer umumnya memiliki kebijakan untuk memiliki stok selama beberapa bulan. Oleh karena itu, kinerja emiten konsumer pada kuartal berikutnya berpotensi menunjukkan kelanjutan penguatan


Valuasi

Menurut pandangan kami, rotasi sektoral ini masih tergolong dini, menimbang tren kontras pergerakan harga ini baru berlangsung sekitar 1 bulan. Di sisi lain, perbaikan kinerja sektor konsumsi diperkirakan berlangsung selama 6–12 bulan ke depan

Secara valuasi pun, kami melihat tren pergeseran ini bisa berlanjut. Beberapa saham komoditas energi – dalam hal ini batu bara – seperti $ADRO dan $ITMG masih berada di level yang relatif β€˜tidak murah’ secara historis, walaupun telah mengalami koreksi harga yang cukup signifikan belakangan ini. 

Saat ini, P/E Forward $ADRO yang berada di angka 3.8x masih di atas rata-ratanya dalam 3 tahun terakhir. Begitu juga dengan $ITMG. Selain valuasi yang β€˜tidak murah’ ini, terdapat risiko pemangkasan proyeksi laba oleh konsensus apabila penurunan harga komoditas yang terjadi lebih dalam dibandingkan ekspektasi

Pic: Grafik P/E Band Forward ADRO 3 tahun terakhir
Sumber: Stockbit
Pic: Grafik P/E Band Forward ITMG 3 tahun terakhir.
Sumber: Stockbit

Sebaliknya, valuasi emiten-emiten di sektor konsumer masih tergolong relatif β€˜murah’. Sebagai contoh, valuasi $ICBP dan $ERAA tercatat masih berada pada level di bawah rata-rata historis sehingga memiliki ruang untuk naik ke level yang lebih tinggi, menurut pandangan kami. 

Perlu juga diingat, ketika suatu sektor sedang disukai, valuasinya bisa menuju ke level yang lebih premium dibandingkan level historis. Selain potensi kenaikan valuasi, terdapat potensi peningkatan proyeksi laba oleh konsensus apabila penguatan pembelanjaan konsumsi lebih besar daripada ekspektasi.

Pic: Grafik P/E Band Forward ICBP 3 tahun terakhir
Sumber: Stockbit
Pic: Grafik P/E Band Forward ERAA 3 tahun terakhir
Sumber: Stockbit

Kalau menurut kamu bagaimana? Apakah outlook dan valuasi sektor konsumer membuat kamu tertarik untuk ikutan rotasi sektoral ini? We provide, you decide

________________
Penulis: 

Edi Chandren, Investment Analyst Lead Stockbit

Editor: 

Rahmanto Tyas Raharja, Investment Analyst Lead Stockbit

Calvin Kurniawan, Investment Analyst Lead Stockbit

Aulia Rahman Nugraha, Senior Investment Journalist Stockbit

Copyright 2023 Stockbit, all rights reserved.

Disclaimer: 

Semua konten dalam artikel ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

PT Stockbit Sekuritas Digital (β€œStockbit”),  Perusahaan efek yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. 

Selanjutnya, semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah β€œhttps://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri β€œ@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.

πŸ“Ί SCMA: Low Valuation with Catalysts Ahead by Calvin Kurniawan

Harga saham Surya Citra Media ($SCMA) – induk usaha dari SCTV, Indosiar, dan Vidio – sedang menghadapi tekanan. Per 19 Mei 2023, harga saham SCMA telah turun -32% YTD, -38,7% YoY dan -68,5% dalam 5 tahun terakhir

Penurunan tersebut membuat valuasi saham SCMA saat ini dihargai mendekati level terendahnya dalam 10 tahun terakhir, baik dari segi rasio P/S (Price-to-Sales), Forward P/E (Price-to-Earnings), maupun P/BV (Price-to-Book Value).

Penurunan harga saham SCMA terjadi di tengah tekanan bisnisnya, yang membuat marjin laba bersih (net profit margin/NPM) kuartalan pada 4Q22 (0,7%) dan 1Q23 (0,44%) mencapai level terendah sejak 1Q06

Terdapat 2 penyebab utama yang membuat margin SCMA mengalami penurunan drastis, yaitu: 

  • Peningkatan rugi bisnis over-the-top (OTT) Vidio

Bisnis OTT milik SCMA, Vidio, mencatatkan kerugian sebesar 398 miliar rupiah pada 1Q23, yang menandai kerugian terbesar selama platform video streaming tersebut berdiri. Jumlah tersebut naik dari kerugian sebesar 128 miliar rupiah pada 1Q22 dan kerugian sebesar 296 miliar rupiah pada 4Q22. Di sisi lain, pendapatan Vidio – yang sempat naik drastis pada 4Q22 akibat Piala Dunia – telah ternormalisasi pada 1Q23, dengan nilai yang kurang lebih sama dengan pendapatan pada 3Q22.

  • Penurunan margin bisnis TV (free-to-air/FTA) akibat ASO

Selain kerugian bisnis OTT yang meningkat, bisnis TV milik SCMA juga mengalami penurunan margin akibat implementasi analog switch off (ASO) di beberapa kota besar seperti Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah sejak November 2022. Operating profit margin (OPM) segmen tersebut turun dari 34% pada 1Q22 menjadi 24,8% pada 1Q23. Namun angka ini telah memperlihatkan perbaikan jika dibandingkan angka 4Q22 yang hanya mencapai 14,8%.

Meski tengah mengalami tekanan, kinerja SCMA berpotensi mengalami perbaikan ke depannya, mengingat adanya potensi penurunan kerugian Vidio, normalisasi margin bisnis TV pasca-implementasi ASO, kehadiran channel baru Mentari yang masuk ke top 5 audience share di Indonesia, serta potensi imbas positif dari penyelenggaraan pemilihan umum 2024.

Lantas, apakah penurunan bisnis SCMA saat ini akan berlanjut ke depannya? Atau justru tekanan bisnis yang terjadi saat ini hanya bersifat temporer, dan justru bisa dimanfaatkan sebagai kesempatan investasi? 

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita ulas terlebih dahulu transformasi yang telah terjadi di bidang media melalui 2 lensa: bisnis digital dan konten, serta bisnis TV.


Transformasi Industri Iklan, Ekspansi Bisnis Baru, dan Prospek Vidio

Tren digitalisasi mengubah industri iklan, yang merupakan sumber penghasilan dari media TV. Menurut laporan Media Partners Asia dalam prospektus Net Visi Media ($NETV), serapan bisnis TV terhadap total belanja iklan (ad spend) diekspektasikan menurun dari 54,8% pada 2020 menjadi 49,6% pada 2025. Penurunan tersebut disebabkan oleh meningkatnya proporsi iklan digital seperti pada search engine, social media, streaming platform dan e-commerce.

Untuk menyikapi perubahan ini, SCMA pun melakukan transformasi bisnis mulai dari akuisisi bisnis streaming digital atau OTT seperti Vidio, hingga bisnis digital lain seperti Kapanlagi. SCMA juga mulai masuk ke bisnis yang relevan dengan peningkatan bisnis digital – seperti bisnis konten melalui akuisisi Screenplay Films dan Sinemart, serta bisnis manajemen talent dan influencer.

Pic: Segmen bisnis SCMA 
Sumber: Public Expose Presentation SCMA 

Ekspansi SCMA ke bisnis-bisnis baru tersebut dilakukan untuk beradaptasi dengan perubahan industri dan melawan β€˜innovators’ dilemma’ – yakni, sikap pemain incumbent yang tidak mau berinovasi karena merasa bahwa bisnis baru tidak menguntungkan dan tidak mengancam bisnisnya di tahap awal, hingga lambat laun terdisrupsi oleh bisnis baru tersebut.

Di sisi lain, transformasi bisnis membuat SCMA mau tidak mau mengorbankan margin dan profitabilitasnya guna mengembangkan bisnis barunya. Bisnis OTT yang ditekuni Vidio, misalnya, memiliki kompetitor perusahaan besar dunia seperti Netflix, Disney (Disney+ Hotstar), Amazon (Prime Video), Tencent (WeTV), Baidu (iQiYi), Warner Bros Discovery (HBO Go), dan PCCW (Viu). Untuk tetap kompetitif, Vidio harus melakukan β€˜bakar uang’ terlebih dahulu guna membangun content library dan memberikan β€˜value’ lebih bagi penggunanya.

Dalam membangun keunggulan kompetitifnya, Vidio mengandalkan β€˜konten lokal’ melalui Vidio Originals dan konten olahraga melalui lisensi eksklusif berbagai liga dan ajang kejuaraan dunia. Untuk membangun β€˜konten lokal’ tersebut, SCMA memiliki bisnis konten melalui Screenplay – rumah produksi yang telah berpengalaman dalam membuat konten sesuai selera penonton Indonesia. Konten yang diproduksi Screenplay pun tidak hanya digunakan untuk Vidio, tetapi juga untuk layar lebar. Contoh konten yang diproduksi Screenplay adalah film Gundala dan Sri Asih, yang diproduksi melalui joint venture bernama Screenplay Bumilangit. 

Screenplay juga menjadi produsen konten bagi OTT lain seperti Netflix (The Night Comes for Us dan The Big 4) dan Disney+ Hotstar (Mendua). Meski demikian, mayoritas konten dari ekosistem SCMA memang dipakai untuk internal dan tidak dijual ke pihak lain. Sebagai contoh, pada 2020–2022, pendapatan segmen bisnis konten yang didapatkan dari pihak eksternal hanya berkisar 17–23%, sedangkan 77–83% sisanya didapatkan dari internal SCMA.

Biaya investasi konten yang tidak kecil ini pun tidak ditanggung sepenuhnya oleh SCMA. Beberapa konten – khususnya konten olahraga – biasanya dibiayai secara patungan antara bisnis TV SCMA dan Vidio. Selain itu, Vidio juga mendapat pendanaan eksternal dari perusahaan investasi dan korporasi lainnya. Vidio telah mendapatkan pendanaan senilai 195 juta dolar AS dari investor eksternal seperti Affinity Capital Partners, Bali United ($BOLA), Grab, dan Grup Sinarmas melalui Dian Swastatika Sentosa ($DSSA). Oleh karena itu, kepemilikan SCMA di Vidio turun menjadi 79,37% per 31 Maret 2023. 

Menurut laporan Media Partners Asia dalam Investor’s Release SCMA pada 1Q23, Vidio sudah menjadi platform OTT nomor 1 di Indonesia berdasarkan pengguna aktif bulanan (Monthly Active User/MAU) dan total menit streaming dari 4Q21 hingga 4Q22. Pada 4Q22, Vidio juga menduduki peringkat pertama dalam jumlah total subscriber dan pertumbuhan subscriber. Pencapaian ini didorong oleh konten lokal dan olahraga, di mana Media Partners Asia melaporkan bahwa β€œkonten lokal yang berkualitas” secara konsisten memainkan peran besar dalam mempengaruhi penambahan subscriber di Indonesia.

Peningkatan skala Vidio menyebabkan perubahan struktur pendapatan SCMA dari tahun ke tahun. Kontribusi pendapatan segmen digital dan OOH (outdoor advertising/out of home) naik dari 6,51% pada 2019 menjadi 21,22% pada 2022. Di sisi lain, peningkatan kontribusi Vidio yang masih merugi juga menyebabkan margin SCMA menurun dalam beberapa waktu terakhir. 

Pic: Pendapatan, Operating Income (dalam jutaan), dan OPM Vidio 
Sumber: Laporan Keuangan SCMA, Stockbit Analysis  

Dengan pengaruh Vidio yang terus meningkat terhadap kinerja SCMA, pertanyaan penting berikutnya adalah: apakah bisnis streaming dapat mencetak untung?

Profitabilitas bisnis streaming 

Secara global, beberapa perusahaan di bisnis streaming sudah mencatat keuntungan, yang mengindikasikan bahwa model bisnisnya dapat bekerja selama scale dan market leadership bisa dicapai. 

Contohnya Netflix, yang mencatat laba bersih secara terus menerus sejak 2003 dengan net profit margin di kisaran 11–17,2% pada 2020–2022. Ada juga IQiYi, pemain asal China yang mencatat operating income positif pertama kali pada 1Q22 dan net income positif pertama kali pada 4Q22. Pencapaian serupa juga dicapai rivalnya, Tencent Video, pada akhir 2022. Selain itu, Viu juga mengungkapkan telah mencapai profitabilitas secara cash flow dan EBITDA positif pada 2022.

Namun, perusahaan streaming lain yang cenderung lebih baru memang masih mengalami kerugian. Beberapa contohnya adalah Disney+, yang menargetkan profitabilitas pada 2024 – serta HBO Max dan HBO GO, Paramount+, dan lain lain. 

Kapan Vidio bisa mencetak profit?

Dalam earnings call, manajemen SCMA mengatakan bahwa margin dan performa Vidio harusnya akan membaik di kuartal-kuartal berikutnya, mengingat pendapatan Vidio telah meningkat dibanding tahun lalu dan potensi penurunan biaya pada tahun ini. 

SCMA berencana untuk menurunkan output Vidio Original Series dari 30 konten pada 2022 menjadi 20–21 konten pada 2023. Jumlah tersebut hanya setengah dari target awal sebesar 40 konten. Manajemen SCMA mengatakan bahwa mereka ingin lebih fokus ke kualitas dibanding kuantitas, dan akan mendorong seri dengan engagement yang lebih baik. 

Selain itu, lonjakan beban SCMA dalam beberapa kuartal terakhir dipengaruhi oleh biaya lisensi Liga Inggris yang mulai dibukukan pada 2H22. Menurut manajemen SCMA, Vidio menanggung sekitar 85% dari biaya lisensi Liga Inggris. Oleh karena itu, untuk membandingkan pertumbuhan biaya Vidio dalam setahun terakhir, akan lebih sepadan jika membandingkannya mulai dari 2H23.

Manajemen SCMA sendiri menargetkan Vidio untuk breakeven atau mencapai keuntungan tahunan pertama pada 2025. Target tersebut cukup sesuai dengan ekspektasi Executive Director dan Co-Founder Media Partners Asia, Vivek Couto, yang pada Oktober 2022 mengatakan bahwa Vidio bisa untung dalam 2–3 tahun ke depan.

Untuk meraih profitabilitas dalam bisnis subscription, penting bagi Vidio untuk mencapai skala pengguna yang besar dan kesediaan pengguna untuk membayar, yang terefleksi dalam average revenue per user (ARPU). Vidio mengatakan bahwa ARPU perusahaan meningkat karena pelanggan beralih ke paket premium seperti Diamond, yang merupakan paket dengan ARPU tertinggi di mana pelanggan bisa menonton Liga Inggris, konten seri original, dan olahraga lainnya.

Pic: Jenis paket berlangganan Vidio.
Sumber: Website Vidio

Dengan layanan sports dan entertainment yang dimiliki saat ini, Vidio memiliki lingkup layanan yang serupa dengan televisi kabel atau pay TV. Menurut Asia Video Industry Association (AVIA) dalam laporan berjudul β€˜Indonesia in View 2019’, penetrasi traditional pay TV di Indonesia diperkirakan mencapai 10,5–12,5 juta rumah tangga, dengan sekitar 6,4 juta di antaranya dari pemain nasional.

Apakah dengan lingkup layanan yang serupa, dan harga berlangganan yang lebih murah dari pay TV, OTT seperti Vidio dapat bisa meraih scale pelanggan yang lebih besar?

Bisnis OTT sendiri tidak hanya bertumpu pada subscription. Sebagai contoh, Vidio memiliki model bisnis yang berbeda dengan kompetitor global seperti Netflix atau Disney+ Hotstar. Model bisnis Vidio adalah Advertising Video On Demand (AVOD), di mana pengguna memiliki opsi freemium untuk mengakses sebagian konten secara gratis dengan menonton iklan. Sementara itu, Netflix atau Disney+ Hotstar menggunakan model bisnis Subscription Video On Demand (SVOD), di mana platform-nya tidak menyediakan konten gratis dan mengharuskan pengguna untuk membayar langganan untuk mengakses konten.

Model bisnis AVOD memungkinkan Vidio mendapatkan pendapatan dari iklan dan menjangkau konsumen dari kalangan ekonomi yang lebih luas. Menurut laporan Nielsen, platform SVOD seperti Netflix dan Disney+ Hotstar memiliki profil pelanggan yang didominasi oleh kelas ekonomi atas (60% kelas atas, 37% kelas menengah, 3% kelas bawah). Sementara itu, platform AVOD seperti Vidio memiliki profil pelanggan yang lebih mirip dengan TV (AVOD: 44% kelas atas, 51% kelas menengah, 5% kelas bawah vs. TV: 33% kelas atas, 58% kelas menengah, 9% kelas bawah).

Pengguna aktif Vidio konstan berada di atas 60 juta dari September 2021 hingga Maret 2023, setara lebih dari 20% penduduk Indonesia. Sementara itu, jumlah pelanggan Vidio sempat tumbuh cepat dari 2 juta pada akhir 2021 menjadi 5 juta pada akhir 2022, yang didorong oleh gelaran Piala Dunia. Pada Maret 2023, pelanggan Vidio sempat turun menjadi 3,5 juta dan meningkat menjadi 3,8 juta per 7 Mei 2023.

Pic: Jumlah Subscriber dan Average Monthly Active User Vidio
Sumber: SCMA Investors Release

Transformasi Bisnis TV

Di awal, sudah disebutkan bahwa proporsi iklan di TV mulai berkurang akibat tergerus iklan digital. Tren tersebut diperparah dengan implementasi analog switch off (ASO) pada November 2022, yang membuat pemilik TV tipe tertentu harus memiliki set-top-box (STB) untuk bisa menikmati siaran TV digital dan tidak bisa menggunakan analog lagi.  

Implementasi ASO memberikan dampak bagi pendapatan dan biaya SCMA, antara lain: 

  1. ASO memberikan ketidakpastian lebih terhadap pengiklan, yang berdampak berkurangnya pendapatan dari iklan. Implementasi ASO membuat pengiklan menjadi wait and see karena ketidakpastian data. Sebab, ketika ASO diterapkan di sebuah kota, pembobotan kota tersebut terhadap total audience share bisa berubah dalam perhitungan. Pasalnya, di bulan pertama implementasi ASO, pembobotan audience share suatu kota akan dipangkas 50%, kemudian dipangkas 25% pada bulan kedua, sebelum akhirnya jadi normal pada bulan ketiga. Oleh karena itu, rampungnya implementasi ASO di mayoritas kota besar berpotensi menormalisasi kinerja segmen bisnis TV milik SCMA ke depannya.

  2. Dari segi biaya, SCMA mempersiapkan STB untuk membantu masyarakat bertransisi ke TV digital. Dalam earnings call pada April 2023, manajemen SCMA mengatakan bahwa perseroan berkomitmen untuk menyediakan 1,2 juta STB, tertinggi di industri. SCMA telah mendistribusikan 10% dari target tersebut dan biayanya akan tetap berlanjut sepanjang tahun ini.

Sebelum implementasi ASO, margin bisnis TV sebenarnya sudah mengalami penurunan. Pada 2011–2015, misalnya, bisnis TV milik SCMA mencatatkan OPM sebesar 47–53%. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan 2019–2021 yang mencatatkan OPM sebesar 32–34%.  

Pic: SCMA cost to revenue (overall dan bukan hanya bisnis TV). Pada 2021, laba konten lebih tinggi dari kerugian Vidio, sehingga bisa memperlihatkan kondisi bisnis TV tanpa distorsi kerugian Vidio.

Sumber: Laporan keuangan SCMA

Melalui tabel di atas, dapat dilihat bahwa perbedaan struktur biaya dibandingkan pendapatan SCMA pada 2015 dan 2021 disebabkan oleh peningkatan beban program dan siaran, serta beban usaha. Dapat dikatakan, biaya produksi konten dan biaya operasional mengalami peningkatan yang lebih cepat dibanding pendapatan TV milik SCMA.

Di sisi lain, bisnis TV masih dapat dibilang profitable dengan margin cukup tinggi. TV juga masih merupakan bagian penting dari masyarakat Indonesia karena demografi penontonnya bisa mencapai mass market.

Pic: Klasifikasi ekonomi sosial penonton TV di Indonesia.
Sumber: Public expose MDIA

Berdasarkan survei Nielsen pada 3Q22, 81,1% responden mengatakan masih menonton TV. Rata-rata durasi waktu menonton TV (4.799 menit per bulan) juga masih jauh lebih tinggi dibanding aplikasi video streaming (568 menit per bulan). Nielsen juga menemukan bahwa pengguna TV di Indonesia didominasi orang dewasa, dengan 62% berasal dari orang yang berusia lebih dari 30 tahun. 

Profil penonton TV tersebut memiliki daya nilai karena merupakan pengambil keputusan rumah tangga, menurut Direktur Eksekutif Nielsen Indonesia Hellen Katherina kepada Kompas.

Jangkauan yang besar dan tingginya durasi waktu menonton menjadikan TV sebagai platform yang menarik untuk sektor pengiklan terbesarnya, yakni perusahaan fast moving consumer goods (FMCG) seperti Unilever ($UNVR), Mayora ($MYOR), P&G, Wingsfood, dan Indofood ($INDF). 

Posisi TV yang masih relevan bagi pengiklan juga tercermin dari peningkatan pendapatan bisnis TV milik SCMA yang masih berlanjut sampai sekarang. Sebagai contoh, pendapatan TV SCMA tumbuh dari 4,82 triliun rupiah pada 2018 menjadi 5,78 triliun rupiah pada 2022, yang merupakan level tertinggi dalam sejarah perseroan

Cakupan TV yang tinggi membuat bisnis media sering kali digadang-gadang menjadi penerima manfaat dari gelaran pemilihan umum (pemilu) 2024. Namun, menurut manajemen SCMA pada earnings call 1Q23, pemilu akan berdampak secara tidak langsung bagi perseroan

SCMA sendiri tidak menutup kemungkinan membuat program bersama dengan para kandidat pemilu saat kampanye. Meski demikian, manajemen SCMA mengatakan bahwa pihaknya tidak ingin mengambil iklan politik

Di sisi lain, pertumbuhan konsumsi masyarakat selama masa kampanye pemilu berpotensi berdampak positif bagi SCMA, mengingat mayoritas pengiklannya merupakan perusahaan FMCG

Di balik peningkatan audience share TV SCMA

Sementara itu, bisnis TV milik SCMA sedang mengalami kenaikan audience share. Secara total, audience share TV milik SCMA naik menjadi 33% pada 1Q23 (vs. 1Q22: 27,3%). Realisasi ini didorong oleh beberapa program yang mencatat performa baik, seperti Cinta Setelah Cinta, Takdir Cinta yang Kupilih, dan Bidadari Surgamu. 

Per 1Q23, SCTV (13,9%) dan Indosiar (11,4%) bahkan sudah memiliki audience share yang lebih tinggi dari RCTI (11,4%) – channel TV milik Media Nusantara Citra ($MNCN) yang dalam beberapa tahun terakhir sering menjadi channel dengan audience share terbesar. Posisi RCTI juga digeser oleh saudaranya, MNC TV (12,9%). 

Berkurangnya audience share RCTI didorong oleh penurunan rating Ikatan Cinta, sementara performa MNC TV ditopang oleh program seperti Entong, Doa Anak Sholeh Upin & Ipin, dan Family 100. 

Selain SCTV dan Indosiar, channel TV digital milik SCMA yang menargetkan kids dan mum – Mentari – juga sudah masuk ke dalam 5 besar TV nasional dengan audience share sebesar 7,7% pada 1Q23. Capaian tersebut muncul meski Mentari baru diluncurkan pada November 2022

Menurut manajemen SCMA, biasanya dibutuhkan waktu 1 tahun untuk channel baru untuk bisa menjadi lebih mapan dan mulai mendapat pendapatan yang cukup dari pengiklan, terutama jika jumlah penonton dan audience share-nya stabil. 

Tren peningkatan audience share dari TV milik SCMA berpotensi menjadi growth driver ke depannya, baik secara pendapatan ataupun laba, mengingat tingginya margin bisnis TV.

Pic: Audience share TV
Source: Investor’s Release SCMA 1Q23

Valuasi 

Saat ini, valuasi SCMA dihargai mendekati level terendah dalam 5–10 tahun terakhir, baik itu dari segi rasio P/S, P/BV, maupun Forward P/E. Forward P/E Ratio dari saham SCMA kini berada di level 8,05x, P/S Ratio (TTM) di 1,46x dan P/BV Ratio di 1,37x.  

Pada harga saham SCMA saat ini di Rp 141, valuasinya mengimplikasikan 5,6x laba operasional (EV/EBIT) atau 6,38x laba bersih (P/E) bisnis TV-nya pada 2022, nol rupiah untuk Vidio, dan nol rupiah untuk bisnis konten.

Padahal, bisnis Vidio dinilai sangat tinggi oleh investor eksternal, dan bisnis konten lain di BEI dihargai dengan sangat premium. 

Sebagai contoh, pada saat pendanaan seri terakhir dengan investor eksternal, valuasi Vidio mencapai 943,4 juta dolar AS. Angka ini mengacu informasi laporan tahunan $DSSA yang mendapat kepemilikan sebesar 2,65% setelah berinvestasi 25 juta dolar AS pada 2022.

Dengan asumsi nilai kurs di 15.000 rupiah per dolar AS, nilai kepemilikan SCMA yang mencapai 79,37% di Vidio setara dengan 11,23 triliun. Nilai tersebut lebih tinggi dari enterprise value (9,25 triliun) dan market cap saham SCMA (10,43 triliun) per 19 Mei 2023. 

Selain itu, bisnis konten SCMA – yang didalamnya terdapat Screenplay Films – memiliki pendapatan lebih dari 3x lipat pendapatan MD Pictures ($FILM). Meski begitu, FILM memiliki market cap sebesar 17,12 triliun per 19 Mei 2023, lebih besar dari market cap SCMA

Memang, valuasi Vidio yang diberikan oleh investor eksternal sebesar 11,23 triliun rupiah tidak bisa dibilang β€˜murah’. Nilai tersebut mengimplikasikan P/S Ratio sebesar 10,4x pendapatan Vidio pada 1Q23 TTM. Valuasi FILM sebesar 39,3x P/S dan 112,5x P/E 1Q23 TTM juga tidak bisa dibilang murah. Namun, bisa saja potensi IPO Vidio ataupun bisnis konten di masa depan bisa saja meng-unlock value tersebut. 

Menurut kamu, dengan potensi dan tantangan yang dimiliki SCMA, apakah harga sahamnya undervalued? We provide, you decide.

________________

Penulis: 

Calvin Kurniawan, Investment Analyst Lead Stockbit

Editor: 

Edi Chandren, Investment Analyst Lead Stockbit
Rahmanto Tyas Raharja, Investment Analyst Lead Stockbit
Aulia Rahman Nugraha, Senior Investment Journalist Stockbit

Copyright 2023 Stockbit, all rights reserved.

Disclaimer

Semua konten dalam artikel ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

PT Stockbit Sekuritas Digital (β€œStockbit”),  Perusahaan efek yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. 

Selanjutnya, semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah β€œhttps://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri β€œ@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.